Bab 53. Kakak

193 16 1
                                    

Kalut tak kunjunh sirna dari benak Alma. Ia mengurung diri di kamar. Hanya keluar saat memastikan keponakannya baik-baik saja.

Ketukan pintu terdengar. Alma yang sebenarnya sangat malas bergerak mau tidak mau beringsut dari kasurnya.

"Martabak red velvet."

Sebuah plastik diulurkan Jendra dari balik pintu. Bukannya senang, Alma malah kembali murung.

"Non, martabak red velvetnya. Dimakan dulu. Non belum makan loh dari pagi."

"Males Bang. Aku lagi ngerjain tugas nih."

"Ya udah, ijin duduk sini ya, Non. Nih, aak dulu."

Bayangan itu seketika memeluk memori Alma.

"Aku nggak suka itu."

Jendra mengembus napas mendengar penolakan Alma.

"Kita tidak harus munafik hanya karena apa yang kita suka mengingatkan pada dia yang tak lagi bisa kita temui. Jangan jadi yang merasa paling tersakiti, Dek. Kamu nggak liat aku? Betapa aku harus kuat untuk tidak kembali menangis setiap melihat Jeno yang rupa dan segala hal tentangnya adalah copy-an Maura?"

Alma yang menangis tak lagi mampu menahan kerapuhannya. Ia menghambur pada sang kakak ipar.

"Aku sedih, Mas. Aku bego. Aku tolol. Aku nggak punya hati. Aku ... Aku jahat sama Bang Iqdam. Aku hutang budi ke dia. Dan aku nggak sempat bilang makasih ke dia. Aku ... Bego...."

Jendra pun merasakan hal yang sama. Ia biarkan plastik itu tergeletak di lantai. Dielusnya kepala sang adik ipar.

"Mas juga sama. Di saat terakhirnya, Mas malah pergi. Mas nggak sempat bicara apapun ke Maura. Mas nggak nemenin dia di dalam kamar operasi. Mas juga tolol dan goblok. Mas juga nyesel. Bahkan lebih dari yang kamu rasain. Dua belas tahun kami bersama dan di saat terakhirnya malah Mas pergi. Dan di saat yang sama, Iqdam nyelametin Mas. Mas udah bikin dua orang yang kamu sayangi terluka Al. Maaf, Al. Semua ini karena kebodohan Mas, Al. Maaf."

Alma mendengar Jendra kini juga terisak.

Nathan, yang tadi keluar bersama Jendra dan Poppy untuk membeli martabak, menyaksikan dua orang yang kini menjadi bagian dari hidupnya menangis penuh sesal.

Poppy tak kuasa menahan haru di samping Nathan.

"Pop, aku pernah kesel sama Iqdam dan berusaha nyingkirin dia. Tapi, sumpah, sekarang aku nyesel. Dia orang baik. Persis kayak apa yang kamu omongin. Dia udah jaga adikku dan nyelametin iparku. Aku nyesel udah nyumpah serapahin dia," jujur Nathan.

"Makanya, kalau sama orang tuh jangan sukanya diperhatiin doang. Coba peduli sama orang lain. Koko tu egois banget. Selfish. Bumi itu nggak berpusat di Koko." Poppy mengucapnya penuh penekanan meski tak lantang.

Nathan menunduk menatap gadis di sampingnya. "Pop, kan aku udah nyesel. Dan aku kayak gitu karena cemburu. Kamu terlalu deket sama Iqdam."

Gadis itu melengos. Ia memilih untuk mendekati Alma.

"Pop, aku cinta sama kamu!"

Poppy menutup kedua telinganya dan melenggang mendekat ke arah Alma.

Jendra yang melihat kedatangan Poppy melonggarkan pelukannya. Ia membiarkan Alma berpindah sandaran. Ia takut melangkah terlalu jauh.

"Mas Jen, Alma, makan dulu yuk? Tadi Bunda bilang mau sekalian jemput Jeno di rumah Mami Bella. Jadi, kita disuruh makan duluan. Yuk? Eh iya aku bawain bouncer buat Jeno. Nanti minta tolong dirakitin ya, Mas."

Poppy berusaha mengalihkan pembicaraan. Jendra yang sudah menghapus air matanya, kini berusaha tersenyum. "Makasih loh, Poppy. Kamu perhatian banget sama Jeno. Sayang sama Jeno. Tiap dateng bawa mainan buat dia."

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang