Keceriaan, kehangatan, dan kebahagiaan yang tadi tersaji mendadak terganggu. Tiga orang terluka akibat ulah seseorang yang tidak dikenal. Masih belum diketahui hal itu diakibatkan karena keisengan saja atau memang sengaja ditujukan pada Salman.
"Bro, anda tetap di sini. Biar kami yang selesaikan." Iqdam menyarankan.
"Nggak, Dam. Saya harus turun sendiri ke lapangan."
Untuk pertama kalinya, Iqdam melawan atasannya. Namun, bukan dengan kekerasan. Pemuda itu berlutut di depan Salman.
"Saya mohon. Sekali ini saja. Pikirkan keluarga anda. Anda sekarang memiliki banyak hati yang harus dijaga. Biarkan saya yang turun bersama anggota yang lain. Anda di sini sebagai saksi dan korban. Dan biarkan kami, yang berperan sebagai aparatnya."
Melihat Iqdam memohon padanya seperti itu, Salman pun terdiam. Kini, Salman dan keluarganya sudah dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Begitu juga dengan para tamu yang sudah dipulangkan.
Pria itu akhirnya menepuk bahu Iqdam. "Saya serahkan tanggung jawab saya ke kamu, Dam."
Iqdam tersenyum. Ia segera bangkit dan memberi hormat pada Salman.
Pemuda jangkung itu terlihat sangat tulus dan bersungguh-sungguh mengemban tugasnya. Ia menghormat pada Salman. Namun, pria itu justru memeluknya.
"Kamu dan Egi adalah penerus saya. Anggota terbaik saya. Lakukan tugas dan segera kembali secepatnya."
Iqdam tidak berani membalas pelukan Salman. Terlalu canggung baginya. Ia bukanlah Egi yang bisa mengekspresikan diri dengan sentuhan. Ia kaku.
Setiap gerak-gerik dua orang itu terekam jelas dalam ingatan Alma dan beberapa orang yang menyaksikan.
Iqdam serta beberapa anggota pamit. Namun, sebelum keliar dari rumah tempat keluarga Salman berada, sang pemuda sempat menoleh ke putri atasannya.
"Abang pamit ya."
Tiga kata yang hampir tak pernah lupa diucapkan Iqdam pada Alma saat berpisah. Namun, kali ini mengapa rasanya berbeda.
"Hati-hati," jawab Alma.
Senyum menghiasi wajah Iqdam. "Assalamualaikum."
Alma segera menjawabnya sebelum tertunduk malu. Di sampingnya ada Maura yang sedari tadi bersanndar padanya sembari duduk di sofa.
"Nak, kamu kenapa?" tanya Laura saat menyadari ada yang tidak beres dengan salah satu putrinya.
Maura terlihat menahan sesuatu. Seperti tengah kesakitan.
"Bun, sakit," lirih Maura.
Kepanikan sempat mendera keluarga yang tadinya berbahagia itu. Dan, Maura pun terkena imbasnya. Bahkan, kini Jendra masih belum kembali pasca kejadian tadi. Ia dan Nathan entah mengurus apa bersama beberapa rekan ayahnya yang kini tengah mengolah TKP.
"Astagfirullah, Mas! Mas! Bawa Maura sekarang ke rumah sakit! Adek! Adek telpon Jendra! Sekarang!" Laura hampir menjerit panik saat melihat rok pitih putrinya tiba-tiba dibasahi cairan berwarna kemerahan.
Salman pun panik, ia segera menggendong sang putri.
"Telpon mamimu juga!" Titah Laura.
Keempatnya segera pergi dari sana, dibantu oleh Poppy yang juga ada di sana.
*****
"Info database yang saya retas itu sudah di keep, Ayah. Apa mungkin karena itu hal ini terjadi? Karena di dalamnya ada banyak bukti keterlibatan beberapa nama yang salah satunya atasan Ayah dulu waktu di tempat tugas pertamanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomansaSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...