"Bang."
Suara mendayu terdengar. Mata Salman tanpa sengaja mendapati hal yang seharusnya tidak ia lihat.
"Abang belum tidur?" tanya wanita itu.
Maura sudah diperbolehkan pulang dan tidak rawat inap. Itulah mengapa dua orang tuanya juga ikut pulang. Biasanya bakda isya, Salman sudah mengunci pintu kamar. Namun, karena mencari sinyal yang bagus, ia sengaja keluar dari kamarnya dan Bella yang sudah mengenakan baju tidur kini menyapanya.
"Ini mau tidur."
"Ngeteh dulu, mau?"
Suara Bella agak beda. Cara duduknya pun bak kucing ingin dibelai.
"Nggak. Saya sudah mengantuk."
Bella malah tertawa. "Kenapa mendadak formal? Abang ketar-ketir? Hmm?"
Salman mempercepat langkahnya tetapi Bella menahan tangan sang pria. Wanita itu menarik Salman hingga terjatuh ke dalam pelukannya.
"Bellarose! Jangan kelewatan kamu!"
"Abang nggak usah munafik. Abang memangnya nggak mau kita kembali kayak dulu, hm? Kita dan anak-anak juga cucu kita, sama-sama menjadi keluarga bahagia."
Salman segera menegakkan tubuhnya kembali.
"Jangan mimpi kamu."
"Kenapa? Apa karena Abang mau menikahi mantan pacar Abang? Ha? Bang, pikirkan lagi. Anak-anak akan lebih bahagia bersama orang tua kandungnya. Kita bisa rujuk Bang. Dan kamu tinggalkan Laura. Seperti dia dulu ngebuang Abang gitu aja dan memilih pria lain."
Salman terdiam. Pikirannya kalut. Dilema menyerangnya.
"Coba abang pikir sekarang, Maura pasti lebih bahagia. Aku pun bisa merangkul Naura. Ya kan? Sebentar lagi kita punya cucu. Bukankah itu sempurna?"
Bella meraih jemari Salman. Dibelainya lembut sebelum ia menciuminya pelan, hingga perlahan mulai bergairah.
Salman memejamkan matanya. Bella kira pria itu sudah termakan gairah yang sama tapi nyatanya Salman malah mengibaskan tangan kekarnya.
"Abang!"
Salman tak menghiraukan semua itu. Ia segera mengambil wudu dan kembali ke kamarnya.
Bella benar-benar kesal dengan tingkah Salman yang sulit ia jinakkan.
"Dasar, sama aja dia sama Naura. Susah banget ditaklukin!" geram Bella.
Diam-diam, Jendra melihat hal tersebut dengan mata kepalanya. Semakin hari semakin aneh saja kelakuan ibu mertuanya.
Bella yang kesal segera naik ke lantai atas dan sedikit membanting pintu kamarnya.
Tak lama, Jendra memberanikan diri keluar dari kamar untuk mengambil minum di dapur, sementara, Maura terlelap.
"Jen." Panggilan itu membuat Jendra menoleh.
"Dalem, Yah. Ayah belum tidur?"
"Ayah pamit dulu. Ada yang perlu diurus. Titip Maura ya. Kamu besok libur kan?"
Jendra mengangguk. "Tapi apa harus sekarang Yah? Ini sudah malam loh, Yah."
Pria itu terbatuk beberapa kali sebelum mengangguki pertanyaan sang menantu. "Besok, kalau Maura sedih atau kecewa, ajak ke Solo. Pakai mobil Ayah. Sekarang, ayah pinjam motormu, boleh?"
"Ayah beneran mau naik motor?"
"Iya. Boleh?"
Jendra mengangguk. "Ya boleh Yah. Ayah pilih saja yang mana suratnya ada di laci itu dekat lemari kunci."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomanceSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...