Bab 11. A Glimpse of Us

219 24 4
                                    

Mobil yang dikendarai Iqdam terhenti di salah satu rumah yang berada di kawasan pepohonan jati.

Salman sudah bangun sejak mereka mulai memasuki daerah perbatasan Gunung Kidul. Sedangkan, Laura baru saja membuka mata.

"Mas Aman ke mana, Dam?" tanya Laura.

"Bro Man di dalam, Bu. Ibu tunggu di sini dulu ya, Bro Man sedang ada tugas di sana."

Laura hanya mengangguk. Ia mengamati sekitar. Rumah itu terlihat seperti villa. Ada tempat serupa tak jauh dari sana. Di dataran yang lebih tinggi. Sementara, debur ombak sayup terdengar.

Wanita itu ingin memastikan sekarang pukul berapa, ia mencari ponselnya.

"Cari apa Bu?"

"Hpku, Dam."

"Oh, diambil sama Bro Man, Bu. Takut ibu up foto di sosmed."

"Ha? Dikira aku anak alay apa upload foto di sosmed? Eh, itu musala ya? Sekarang jam berapa?"

"Jam sebelas, Bu. Iya itu musala dan toilet."

"Aku salat isya dulu ya, kamu tunggu di sini kan?"

Iqdam memutar tubuh menatap wanita yang dititipkan padanya tersebut.

"Iya, Bu. Tapi, saya bisa temani ibu kalau ibu takut ke sana?"

Laura tersenyum. "Aku nggak takut kalau di tempat asing. Aku justru takut kalau di tempat yang aku kenal."

Pemuda itu tetlihat bingung. "Kok bisa, Bu?"

"Iya, soalnya kalau di tempat asing, aku akan selalu waspada sama siapapun. Tapi, kalau di tempat yang aku kenal, penjagaanku melemah. Kadang orang yang kita rasa dekat, baik, dan tak mungkin jahat, justru khianat." Laura memberi penjelasan.

Iqdam mengangguk-angguk. "Oh, betul juga ya, Bu."

Sang wanita kemudian membawa tasnya keluar dan melenggang ke arah musala. Sebelumnya, untuk mengusir lelah, ia sempatkan diri untuk mandi.

Dingin air di sana tak membuatnya gentar. Rasanya, penat dua hari itu sudah terganti dengan tidur nyeyak tiga jam tadi.

Setelah selesai mengganti baju dan berwudu, ia menggunakan skincare di wajah, agar gempuran usia tak membuat kecantikan dan kesehatan kulitnya terganggu.

Laura kemudian mengenakan mukena yang selalu menemaninya ke mana pun ia pergi, untuk bersujud pada Tuhannya. Dengan khusyu, sepuluh menit ia menikmati waktu bersama Sang Pencipta.

Suara percakapan dua orang pria membuatnya terusik.

"Ibu di mana?"

"Di musala, Pak. Dari tadi sih, mungkin ketiduran lagi?"

"Kenapa nggak kamu temenin?"

"Kata Ibu, saya disuruh tunggu di sini."

Langkah kaki Salman mendadak terdengar cepat mendekat. Di saat bersamaan, Laura sudah berjalan kembali ke arah mobil yang terparkir. Mereka mengambil arah yang berbeda.

"Ura!" teriak Salman.

Laura terlanjur memilih jalan lain. Ia pun akhirnya berpindah haluan.

"Laura!"

Lagi, terdengar suara keras dan langkah orang berlari.

"Laura Delvina!" teriak Salman.

"Dalem, aku di sini," jawab Laura dengan suara khasnya.

Wajah Salman yang tadi tegang kini terlihat lega. Ia berlari mendekati wanita itu.

"Jangan pergi sendiri," tegas Salman.

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang