Bab 42. Gundah

179 17 0
                                    

Guyur hujan seperti tertumpah dari langit pasca Nuansa berlari ke kamarnya.

"Astagfirullahal adzim," ucapnya berulang kali sembari mengelus dada.

Entah mengapa, rasa tak nyaman yang menyerangnya kembali mendera. Rasa yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Rasa yang membuatnya seolah lumpuh. Maju tak mampu, mundur tak bisa.

Semenit, dua menit, tiga menit, hingga satu jam berlalu.

"Nu?"

Panggilan itu membuat gadis yang tengag memeluk lutut sembari menumpah gundah itu mendongak.

"Hey, what happen?"

Suara Queen kini terdengar, pasca suara Alma yang tadi menyapa, hilang. Alma segera menutup pintu dan menguncinya.

Nuansa memeluk Queen dan Alma. Ia menumpahkan segala kegundahannya.

"Dek, kenapa?" ucap Queen lembut.

Alma masih mencoba menenangkan juga dengan belaian di punggung Nuansa.

"Bantu aku ... Bantu aku buat meyakinkan diriku kalau apa yang aku rasain ke Mas Egi itu hal yang salah. Tolong ... Tolong sadarkan aku kalau aku dan dia nggak bakal bisa bersama. Tolong."

Untuk pertama kalinya, Nuansa berbicara tentang dirinya dan seorang laki-laki.

"Nuan, kamu beneran suka sama Bang Egi?" Queen seperti tidak percaya.

Nuansa menatap sahabatnya dan mengangguk. "Aku udah berusaha buat nepis semuanya sejak dulu. Aku berusaha mengingkarinya. Tapi, sejak pertama ketemu sama Mas Egi, aku ... aku kagum sama dia dan ... semakin aku mengingkari semakin aku sadar kalau aku jatuh cinta sama dia."

Alma dan Queen saling pandang. Well, memang Egi secara penampilan cukup menarik. Namun, Alma dan Queen tidak menyangka jika seorang Nuansa akan tertarik dengan sosok orang selengekan seperti Egi.

"Nu, kamu udah ada jodohnya loh. Tuh, orangnya lagi ngobrol sama Mas Kala di depan. Kayaknya lagi serius bahas pondok gitu. Coba deh, tenangin diri dulu. Ya, aku sih belum pernah jatuh cinta, tapi ... aku yakin kamu pasti bisa kok lupain perasaanmu ke Bang Egi."

"Lagian, gantengan Gus Zulfikar. Lebih sholih juga, ilmunya jauh lebih tinggi. Bang Egi mah cuman jamet selengekan. 11 12 ama si Cepmek." Queen berkomentar.

Nuansa mengusap air matanya. "Kak Uin, jangan ngatain Mas Egi kayak gitu!" tegurnya.

Alma dan Queen malah tertawa.

"Nuan, Nuan, gemes banget sih kamu. Jatuh cinta sama jamet gitu. Udah deh, lupain. Kamu fokus aja sama Gus Fikar. Udah."

"Aku nggak suka sama Gus Fikar." Nuansa jelas-jelas menolak.

"Udahlah, coba dulu kenal lebih dekat. Nanti juga lama-lama cinta. Atau mau aku telponin Bang Egi? Aku coba tanya soal kamu ke dia, kalau dia nggak tertarik artinya kamu harus nyerah dan kalau dia jawab sebaliknya, ya ... kita suruh aja Bang Egi ngelamar kamu." Alma menawarkan ide.

Nuansa mendadak mengangguk meski ia tak yakin jika Egi akan membalas perasaannya.

Ketukan pintu terdengar. Tiga dara di sana saling pandang sebelum Nuansa meminta Queen membuka pintu. Kepala sang dara menyembul dari dalam kamar Nuansa.

"Sayangnya Mas Kala, ayo makan dulu."

Kalandra yang tak tahu jika bukan Nuansa yang muncul mendadak terdiam. Tangannya terlanjur terulur untuk mengelus kepala yang menyembul di balik pintu.

"Astagfirullah," ucapnya cepat sebelum memundurkan langkah.

Queen menatap pemuda itu. Matanya mengerjap.

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang