Last Part

585 25 8
                                        

Ruangan serba putih yang di tempati oleh Queen kini didatangi orang-orang terdekatnya.

"Kak Uin," panggil Nuansa.

Gadis itu hanya tersenyum sebelum menoleh ke sosok berjas putih di sampingnya.

"Ini Nuan. Itu Alma. Mereka sahabatmu. Temanmu dari kecil."

Queen mengangguk-angguk. "Halo, aku Queen."

Mendengar hal itu Alma dan Nuansa hampir menangis. Benar saja, Queen melupakan mereka semua. Bahkan, gadis itu hanya mau berbicara banyak pada dokter Samudra yang notabene adalah kakaknya.

Iqdam menyuruh istrinya mendekati Queen dan mencoba berbicara seperti biasanya mereka bicara.

"Queen, masih sakit?"

"Sedikit." Queen seolah menjadi pribadi baru. Tuturnya lebih lemah lembut karena memang kondisinya yang lemah, tatapan matanya pun tak setegas dulu.

"Queen, semangat sehat ya? Kita nanti jalan-jalan keliling Jogja. Dulu kita pernah loh kamu ajakin jalan-jalan."

Queen terlihat tertarik mendengar ucapan Alma. Meski ia tidak ingat, ada rasa yang membuat Queen yakin Alma adalah orang baik.

"Mas Samu, aku boleh nggak aku pergi-pergi?"

"Boleh, Sayang." Samudra begitu lembut menjawab adiknya.

"Tapi kata papi, abang, sama kakak, aku nggak boleh pergi-pergi kecuali sama keluarga."

Samudra mengelus kepala adiknya. "Mas yang akan mintain ijin ke papi. Tenang aja, Sayang."

Di antara kelima kakaknya, Samudra memang yang paling lembut. Ya, kesabarannya seluas namanya, Samudra.

"Kalian juga bisa main ke rumah. Nanti, Queen tinggal sama aku, kok. Biar bisa dipantau terus kesehatannya. Karena kakinya masih butuh waktu panjang untuk pemulihannya."

Alma dan Nuansa berusaha membesarkan hati Queen. Sementara itu, dua laki-laki di sana berbincang dengan Samudra.

"Wah selamat ya, maaf kemarin kami sekeluarga malah nggak bisa datang karena accident ini."

"Terima kasih, Dok. Nggak apa-apa. Doanya saja. Qadarullah, semua terjadi di hari yang sama. Secara keseluruhan, apa perkembangannya membaik?"

Samudra mengangguk. "Alhamdulillah, iya. Meski dia tidak ingat apapun. Adik kami ... adik kami seolah berubah menjadi orang lain. Namun, sebagai dokter, saya tahu ini benar-benar mukjizat luar biasa. Karena, kondisinya kemarin benar-benar sudah membuat tim dokter yang menanganinya angkat tangan. Saya sendiri sudah pasrah waktu itu, tapi Alhamdulillah, Queen mendapat keajaiban."

Mata Samudra memerah karena haru.

"Masyaaallah. Kami dengar Mbak Queen juga sedang getol belajar mengaji, apa benar?"

Samudra mengangguk. "Iya, dia itu selama sebulan terakhir ikut mondok di tempat dulu saya mondok selama kuliah. Waktu itu, Queen sedang perjalanan dari pondok ke sini. Karena rencananya saya yang mengantarnya ke Solo. Saya posisi long shift. Jam 6 kami rencananya berangkat pasca saya ijin pulang lebih cepat. Dia terlalu bersemangat dan berangkat lebih pagi. Dan ... Qadarullah ... hal itu menimpanya, 500 meter sebelum sampai di sini."

Dokter Samudra menahan diri untuk menyembunyikan tangisnya. Iqdam mengelus punggung pria itu menunjukkan empati.

Di atas ranjang, Queen terlihat mengulas senyum dan menjawab pertanyaan dari dua sahabatnya yang mencoba memancing Queen agar bicara dan banyak bercerita.

"Kalian sudah nikah semua?" tanya Queen kemudian.

Nuansa mengangguk. "Iya, Kak Uin."

"Mmm ... apa kalian tahu, apa aku sudah punya suami atau calon suami juga atau belum?" tanya Queen dengan lirih.

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang