29. Video Call

174 17 3
                                    

Semalaman penuh, Alma tak bisa tidur. Sang ayah pun tak kunjung mengabarinya. Ia berpikir bagaimana caranya agar bisa pergi menyusul sang ayah.

Tidak mudah bagi Alma yang selalu ingin tahu, menahan diri untuk tidak mencari tahu hal yang membuat dirinya tergelitik penasaran.

"Al, kenapa? Sepagi ini, gue belain ke sini. Demi lu."

Sosok cantik yang baru saja datang bersama seorang gadis berjilbab segera menginterogasi Alma.

"Aku butuh bantuanmu. Tolong anterin aku nyusul ayahku ke Jogja."

"Jogja?"

Alma mengangguk. "Ayah sama sekali nggak ngabarin aku. Dan kemarin ada yang aneh, ada orang kirim pesan katanya aku disuruh ngalah. Ceritanya panjang. Intinya aku harus ketemu sama ayah. Queen, cuma kamu yang bisa aku mintain tolong. Kamu juga Nuan. Tolong ijinin ke Bunda sama Kokoku."

Queen, adalah manusia paling cepat tanggap dan berjiwa solidaritas tinggi. Ia tak banyak ucap. Dirinya paham apa yang harus ia lakukan. Sementara Nuansa seolah tak yakin.

"Tenang, Nu. Aku juga bakal ngijinin kamu ke orangtuamu juga abangmu yang luar biasa anehnya itu." Queen paham ekspresi wajah sahabatnya.

Nuansa pun akhirnya tersenyum senang dan mengangguk-angguk. Sementara itu Queen keluar dari kamar Nuansa.

"Onty Laura! Koko Nathan! Gus Kalandra!"

Ketiga orang yang tengah mengobrol sembari menikmati morning tea itu menoleh.

"Kenapa cantik kok teriak-teriak?"

"Onty, Queen mau ajak dua saudari Queen ke Jogja boleh kah? Queen kangen banget sama abang Queen yang di sana. Mau pergi sendiri takut. Daddy bilang aku boleh pergi ke sana kalau ngajak Alma sama Nuan."

Queen berekspresi sedih mencari simpati. Laura jelas tak tega.

"Terus ke sananya dianter siapa, Nak?"

"Sopirnya Queen, Onty. Boleh ya? Gus Kala juga, boleh ya Nuannya tak ajak pergi?"

Kalandra hampir menggeleng.

"Bayangin aja gimana rasanya kalau Nuan sama Gus Kala besok tinggal beda kota. Pasti kalian saling kangen kan? Dan itu yang aku rasain sekarang." Queen memanglah seorang drama queen, ia pandai mengambil hati orang lain.

"Yaudahlah, Gus, biarin aja napa sih. Lagian, Queen bukan orang sembarangan. Nggak mungkin dia pergi tanpa penjagaan ketat. Ijinin aja," ucap Nathan.

Queen mengerling pada Nathan karena sudah membantunya. Dosen muda itu terkekeh pelan.

"Nuansa tidak boleh pergi jauh tanpa mahram."

"Kalau gitu, Gus ikut." Queen menjawab cepat.

"Aku harus ngajar pagi ini. Kamu nggak liat aku udah pakai seragam?"

Queen menatap Kalandra dari atas ke bawah. Benar juga, pemuda itu sudah siap dengan seragam khakinya.

"Tapi Gus ...."

Ucapan Queen melemah. Ia sengaja tak meneruskan kata-katanya.

"Ya udah gini aja, biarin mereka berangkat dulu. Nanti pulangnya kita jemput, gimana? Aku ngajar sampai jam dua juga."

Usul Nathan membuat Kalandra berpikir.

"Ide bagus itu. Kalian bisa kerja dulu. Nanti mereka biar diantar sopir, pulangnya dijemput sama kalian. Gitu kan?"

"Tapi, ijinnya ke Abi sama Ummi susah Tante." Kalandra menyahuti.

"Biar Tante yang telepon Ummimu. Sekalian mau konsultasi sesuatu."

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang