Hari masih pagi dan suara angin teraniaya terdengar. Ha? Angin teraniaya? Ya, itu adalah istilah yang sering digunakan oleh Alma jika tengah melakukan latihan fisik olah tubuh.
Angin-angin yang menyapa tiga orang di sana, harus rela dipukul, tendang, dan hajar dengan gerakan penuh energi.
Alma, Iqdam, dan Nuansa, membuka pagi dengan berlatih bela diri.
"Ning, naikin dikit kakinya. Tahan dulu 10 detik." Instruksi Iqdam membuat Nuansa memperbaiki letak kakinya.
Ia memang agak kerepotan mempelajari hal baru yang disarankan oleh ayah Alma tempo hari. Bukan apa-apa, Nuansa tidak selincah Alma karena busananya yang jelas berlapis-lapis.
Ia bahkan harus mengenakan beberapa rangkap celana panjang, kulot, ditumpuki dengan rok dan gamis di lapisan terluar.
Awalnya, Iqdam mengatakan akan lebih baik jika Nuansa tidak memaksakan diri belajar bela diri. Namun, kegigihan Nuansa akhirnya membuat Iqdam mau tak mau membiarkan Nuansa ikut dirinya dan Alma berlatih meski tak berani ia menyentuh atau membenarkan gerakan Nuansa seperti cara ia membenahi gerakan Alma jika kurang pas.
"Hei, hei, minum dulu yuk. Semangat amat sih latihan pagi-pagi."
Semerbak kopi dan susu tercium. Wangi kue dan gurihnya gorengan pun menggelitik perut.
Netra Iqdam dan Alma seketika berbinar. Tanpa basa basi mereka langsung cuci tangan dan mendekat ke arah Laura dan Poppy yang mengeluarkan bermacam hidangan yang masih mengepulkan uap panas.
"Nuansa, ayo istirahat dulu," ucap Laura saat melihat gadis berjilbab itu masih asik mengolah tubuh.
"Iya, Tante, sebentar lagi." Nuansa mengucap sembari tersenyum manis.
Poppy menatap heran pada Nuansa. "Ya Allah, kamu tuh look-nya princess banget. Nggak perlu belajar beladiri."
"Buat ngimbangin Ayank, itu mah," celetuk Iqdam sembari mencomot gorengan.
"Duh, demi cinta, segitunya sih Nuan. Haram tahu. Nggak boleh suka sama yang belum halal." Suara ledekan terdengar dari dalam.
Sosok Nathan yang baru saja bangun terkekeh.
"Apa sih, pagi-pagi udah rese aja." Justru Alma yang menyahut sewot tak terima calon kakak tirinya meledek sang sahabat.
"Ape sih, nyahut aja. Aku nggak ngomong sama kamu!"
"Dih, belekan! Sono cuci muka dulu. Di kampus aja sok keren, di rumah belekan. Dih." Alma bergidik, mengundang tawa yang lain.
Nathan santai berjalan ke arah wastafel dan mencuci wajahnya di sana. Genderang perang yang sudah terlanjur ditabuh tentu mubadzir jika disiakan golaknya.
Pemuda itu menangkup air dan segera mendekati sang adik tiri. Ia membasahi wajah Alma dan meremas-remasnya bak cucian piring kotor.
"KOH DONAAAAAT!" teriak Alma kesal.
Jelas saja Alma tak terima dan membalas kelakuan Nathan dengan membabi buta. Ia menendang, memukul, dan bahkan menyerang Nathan hingga tersungkur. Dinaikinya tubuh pemuda yang tak bisa membalas serangan dadakannya.
"Heh! Ampun! Bocil! Udah weh! Sakit Bego!" teriak Nathan yang kini sudah pasrah punggungnya dinaiki oleh Alma dengan satu tangan dipuntir ke belakang.
"Salah sendiri! Siapa suruh iseng!"
"Astagfirullah, kalian ini kenapa sih?" Laura geleng-geleng kepala.
Poppy dan Nuansa segera menghentikan Alma. Nuansa menarik Alma menjauh dari Nathan dan Poppy membantu Nathan berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomantizmSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...