Bab 56. Fact

171 21 2
                                    

"Hayo, ngapain?"

Nuansa yang diam-diam mengintip Egi dari celah jendela kamarnya tersentak. "Astagfirullah, Umi. Bikin kaget aja."

Wanita yang tengah hamil itu terkekeh. "Habisnya, dari tadi ngeliatin Pak Polisi nggak kedip-kedip."

Nuansa meletakkan telunjuknya di bibir. "Ih, Umi. Nanti kalau abah tau, bisa bahaya. Kata Mas Egi, kali ini Mas Egi yang akan susun strateginya. Nuan cuma disuruh doa aja."

Wanita yang akrab dipanggil Umi itu menatap putrinya lekat. "Sejujurnya, selama ini Umi bertanya-tanya mengapa putri cantik Umi ini bisa kagum pada sosok Pak Polisi itu. Umi selalu tanya pada Mas Kala. Dan, sekarang Umi lihat sendiri, bagaimana sosok dia. Ya, wajar kalau putri Umi menaruh hati."

Nuansa tersipu. "Umi dukung Nuan?"

"Ya, kalau ditanya begitu jawabnya iya. Pertama, ternyata Pak Polisi itu masih sepupu Umi. Yang ke dua, dia sudah berpenghasilan, akhlak dan adabnya baik, santun, dan yang jelas dia sepertinya memang benar-benar berjuang lewat jalur merayu Tuhanmu."

Nuansa menatap ibunya. "Maksud Umi? Memang Umi tahu apa aja soal Mas Egi?"

Wanita itu terkekeh. "Beberapa hari lalu, Umi kan pulang sama Abah habis ngisi di Jogja itu kemaleman. Karena Abah nggak mau ribet, Abah parkir di depan masjid situ, takut Umi jalan kejauhan. Gerbang depan kan udah ditutup anak-anak. Nah, Umi sama Abah liat Pak Polisi itu masih pake kaos seragamnya salat sambil nangis. Abah tuh ngeliatin juga. Heran, karena terlihat banget khusyuknya, Nduk. Benar-benar beda."

Nuansa salah tingkah, ia senang pujaan hatinya dipuji oleh sang ibu.

Namun, kebahagiaannya tak berlangsung lama karena Kalandra memanggilnya.

"Assalamualaikum, Umi, pinjam adek sebentar ya. Dek, ikut Mas."

"Wa alaikumussalam. Ke mana Mas?"

Kalandra memberi kode Nuansa agar mengikutinya. Pemuda itu masuk ke dalam ruangan di samping masjid yang tengah direnovasi.

"Kenapa Mas?"

"Ini apa maksudnya?"

Kalandra menunjukkan ponselnya pada Nuansa. Mata gadis itu terbelalak. Ada foto dirinya tengah berpelukan dengan Egi di kebun kosong tempo hari.

"Kalau foto ini sampai tersebar, kira-kira berapa orang yang akan hancur?"

Tangan Nuansa gemetar hebat. Ia menangis ketakutan. Kebodohannya, ternyata tertangkap kamera.

"Apa yang akan orang-orang pikirkan jika seorang putri Kyai melakukan hal rendahan seperti ini?"

Nuansa segera berlutut di kaki kakaknya memohon maaf.

"Mas, ampun Mas. Nuan khilaf, Mas."

"Khilaf katamu? Nuansa, banyak saksi yang mengatakan jika kamu terang-terangan menyatakan perasaan pada seorang laki-laki. Apakah begitu ajaran yang diberikan Abah dan Umi selama ini?"

Nuansa menangis sejadi-jadinya, ia sungguh ketakutan.

"Nuansa Bening, kehormatan seorang wanita itu bukan hanya semata milik ia pribadi, tetapi juga milik keluarganya. Jika kehormatan itu sudah luntur, sudah rusak, sudah cacat, maka yang hina bukan hanya si wanita itu tetapi seluruh keluarganya ikut menanggung aib!"

"Mas, ampuun Mas. Ampuun. Maaf Mas. Nuan lalai."

"Minta maaflah pada Allah. Yang kamu kecewakan itu Allah. Sejauh ini Allah sudah menjagamu, menempatkanmu di tempat terbaik. Menjadi anak abah dan umi, tinggal di lingkungan pesantren. Di tempat di mana keberkahan dan kemuliaan tercurah. Tetapi kenapa kamu malah dengan senang hati menceburkan dirimu ke lembah dosa, Nuansa!"

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang