Ayam belum berkokok. Gemericik air terdengar. Sosok pemuda yang baru saja memangkas rapi rambutnya tersebut kini tengah menyucikan diri dengan air yang sedingin es. Sosok lain yang tadi tidur bersebelahan dengannya ikut terbangun.
"Mau sholat Lail?"
Masih parau suara Jendra saat menyapa Iqdam.
"Nggih, Bang."
"Saya mandi dulu ya Bang, biar seger," pamit Jendra.
Iqdam menganggukinya. Ia kemudian ingat jika atasannya berpesan untuk dibangunkan saat tahajud. Pemuda itu pun memberanikan diri mengetuk jendela kamar Alma. Semalam ia perhatikan jika terdengar obrolan di kamar Alma, sehingga Iqdam menyimpulkan jika Alma dan dua orang lainnya tidur di tempat yang sama.
"Assalamualaikum, Ndan, Nona Bos, salat lail."
Ketukan Iqdam disambut langsung oleh seseorang yang ternyata sudah bangun.
Alma, ia membuka jendelanya. Sudah dalam posisi bermukena.
"Dalem, Bang. Aku udah bangun."
Netra keduanya bertatapan. Mata sembab Alma tak dapat disembunyikan.
"Non, saya iri sama orang tua Nona Boss."
"Kenapa?"
"Ya, siapa yang tidak ingin punya putri saliha yang selalu bersujud pada Tuhannya memohonkan kebahagiaan bagi kedua orangtuanya, meski mungkin secara lahiriyah tak pernah bersua."
Alma menggigit bibir bawahnya. "Abang," lirihnya sembari menahan sendu.
"Dalem," jawab Iqdam.
"Jangan bilang siapa-siapa kalau aku selalu nangisin ayah sama mama. Aku s-"
"Al? Kamu ngapain?" Suara parau Salman terdengar.
Alma menoleh. Ada sahutan dari luar.
"Ndan, salat Lail Ndan."
"Oh, ya. Makasih Dam."
Alma menatap Iqdam sekilas. Pemuda itu tersenyum. "Semangat Nona," bisik Iqdam.
"Laa tahzan innallaha ma'ana." Iqdam melanjutkan.
"Thank you," ucap Alma.
"Eheemm.... Halalin Brother!"
Suara pria yang baru keluar dari kamar mandi itu membuat Iqdam segera berlari menjauh.
"Halalin, Brother!"
"Abang, bisa aja. Janganlah. Nona Bos terlalu tinggi untuk saya. Mimpi saja saya tidak berani."
Alma mendengar jawaban Iqdam.
Ya Allah, kenapa aku malah jadi kepikiran Bang Iqdam. Astagfirullah gara-gara kakak sama ayah nih!
***
Pagi buta gadis berjilbab yang sudah hampir dua minggu tak menyapa rekan kerjanya itu datang ke rumah yang sebenarnya sangat ia hindari.
"Pasti dia belum bangun." Monolog Poppy.
Sang gadis yang bertugas menjadi pendamping untuk pengantin perempuan yang berbahagia hari ini, datang membawa sekotak make up yang akan ia gunakan untuk membantu merias si pengantin wanita.
"Assalamualaikum," ucapnya pelan sembari membuka pintu samping garasi yang tak pernah dikunci.
Ia sudah ijin sebelumnya pada si pemilik rumah.
"Wa alaikumussalaam."
Sosok yang tidak ia harapkan justru muncul. Baju koko putih, sarung, dan peci lengkap ia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomantizmSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...