Bab 15. Meet Her

208 24 5
                                    

Jalanan naik turun bukit itu sudah ditaklukkan oleh Salman. Awalnya sang pria sempat menawari mantan kekasihnya mampir ke pantai, tetapi Laura tak begitu antusias pasca tahu sederet tugas tengah menanti Salman di Solo.

Kini, pria itu tertidur di kursi samping sementara Laura mengemudikan mobil dengan gesitnya di jalanan.

Ya, setelah turun gunung, mereka berganti armada. Seru juga, pikir Laura. Ia seperti tengah menjadi pemeran di serial TV berbau detektif.

Mobil sedan hitam entah milik siapa itu melaju ke arah rumah sakit yang tadi disebutkan oleh Salman. RSI Dokter Faisal.

Laura tak asing dengan tempat itu karena dulu, suaminya mengembuskan napas terakhir di sana setelah selama seminggu berjuang antara hidup dan mati.

"Mas, udah sampai."

Laura mencolek pipi Salman. Pria itu membuka matanya kemudian menatap ke arah luar.

"Hmm."

"Aku tunggu di sini?" tanya Laura.

Salman mengusap wajahnya dan menyugar rambut.

"Samakan jawaban. Kamu istriku. Selebihnya jangan bicara apapun."

"Ha?" Laura tercengang.

Salman tak peduli, ia hanya ingin Laura menuruti kata-katanya.

Hari ini ia mendatangi orang baru yang direkrut Egi secara random dalam tim mereka. Orang luar yang dipekerjakan diam-diam. Namun, ia tak mau gegabah meski dua kasus sudah terpecahkan atas bantuan RF ini.

"Buruan!"

Titah Salman membuat Laura akhirnya segera keluar dari mobil. Ia pun mengekor sang pria setelah memastikan mobil entah milik siapa itu terkunci.

Tangan Salman mendadak menyusup ke pinggangnya.

"Heh!" Laura spontan protes.

"Diam! Suami istri bukannya harusnya begini?" bisik Salman.

"Suami istri ndasmu itu. Kita cuma akting." Laura menepis tangan Salman.

Salman memelotot karena bibir kemerahan itu mengumpat padanya.

"Akting kita harus natural!" Salman kembali berbisik.

"Halah modus. Mending kita akting jadi suami istri yang lagi ribut. Jauh-jauhan. Kagak usah grepe-grepe. Modus aja."

"Kalau aku modus, aku modus sama yang kayak gitu tuh. Bukan nenek-nenek empat puluh enam tahun!" sindir Salman.

Laura mencebik. "Nenek-nenek gini aku masih bisa beranak lagi. Jangan asal sentuh. Aku belum menopause. Kalau kebablasan mainan suami istriannya, bisa bahaya."

Salman tiba-tiba terkekeh geli. Ia akhirnya menggandeng tangan kiri Laura.

"Kamu pikir aku terong-terongan yang bakal nyebar benih sembarangan? Lagian kemungkinan untuk hamil lagi di usiamu itu sekian persen saja. Udahlah, kita bukan ABG yang senggol dikit langsung pengen anuan!"

Laura mendengkus. Ia pada akhirnya diam dan tak mau mengomentari ucapan Salman.

Lorong-lorong di rumah sakit terlihat sepi. Jam bezuk baru saja dimulai. Mungkin belum banyak pembesuk pasien yang datang.

Ruangan VVIP yang berada di lantai lima paling ujung, menjadi tujuan dua orang itu.

Saat masuk, sosok tinggi gagah dengan kulit putih dan hidung mancung terlihat. Matanya cokelat terang. Tatapannya begitu tajam, menusuk.

Ada lesung di pipi sebelah kanan. Tubuhnya tegap meski otot di lengannya terlihat tak begitu keras.

Salman bisa menyimpulkan jika pemuda itu mungkin tak sempat lagi melatih ototnya akhir-akhir ini.

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang