Bab 67. Scared

190 19 16
                                    


Queen berlari sembari meneriakkan nama Kalandra. Ia benar-benar menangis ketakutan. Bagaimana bisa seorang Kalandra begitu pendek pemikirannya? Mengakhiri hidup? Bukankah konyol rasanya?

Queen mendekati pinggir tebing. Matanya mencari lokasi jatuhnya Kalandra. Kakinya sudah mencapai pinggiran dan ia menemukan suatu hal yang membuatnya terkejut.

Sosok yang ia cari, ada di sana.

"Mas," lirihnya tak percaya.

Kalandra meringis menatap Queen yang sudah banjir air mata.

Gadis itu terduduk lemas dipeluk kelegaan. Kalandra terbahak. Nyatanya, tebing itu tak langsung mengarah ke jurang. Ada empat trap lagi. Dan Kalandra sudah paham betul tempat itu karena dia adalah salah satu bagian dari pendiri cafe and resort yang tengah mereka kunjungi.

Queen yang sudah bisa menopang tubuh kembali, segera melompat turun dan menghajar Kalandra.

"Brengsek kamu! Nyebelin! Nyebeliiiiiiiin! Pe'a! Bodoh! Tolol! Geblek! Gilaaaaa!"

Queen menghujani Kalandra dengan pukulan. Pemuda itu jelas diam, dijadikan sasaran amukan Queen yang tadi mengira dirinya benar-benar melompat. Setelah puas, Queen akhirnya terduduk sembari memeluk lutut dan berusaha mengerem tangisannya.

"Gimana? Gimana rasanya liat orang terdekatmu bunuh diri?"

"Nggak lucu tau! Nggak banget! Bego banget sih. Cuma dijodohin sama orangtua dan dilangkahi nikah sama adik sendiri aja pakai acara mau bunuh diri?! Tolol tau! Nggak guna ibadahmu! Nggak guna amalmu! Ruhmu ngambang! Nggak bakal ketemu sama siapapun." Queen terus menumpahkan kekesalannya.

Kalandra tertawa, ia pun mengambil posisi duduk di sebelah Queen.

"Nah, kan. Kamu sendiri paham ilmunya. Terus kenapa kamu segampang itu bilang mau mati, mau bunuh diri? Risih telingaku dengernya. Syukuri apa yang kamu punya, Shaqueena. Lihat, di luar sana, banyak orang yang mau bertukar posisi denganmu. Kamu punya orang tua lengkap, punya lima kakak luar biasa, kakak ipar yang baik dan perhatian, punya keponakan lucu, punya sahabat yang sayang sama kamu. Kehidupan mewah, fisik sempurna, kecerdasan luar biasa. Kurangmu itu cuma satu. Kurang bersyukur."

Queen mendengarkan ucapan Kalandra dengan seksama. Ia malah kembali menangis. Kalandra membiarkannya. Ia membiarkan gadis itu mengeluarkan segala beban pikirannya.

"Nangis yang kenceng, nangis sepuasnya, kalau memang itu bikin kamu lega. Tapi, janji, setelah ini, setelah kamu melepaskan segala bebanmu, ubah cara pandangmu. Lihat. Allah, sedang melihat kita dari atas sana. Lihat. Rasakan kehadiran-Nya. Mohon ampun pada-Nya.  Syukuri segala hal yang kamu punya dan ditakdirkan untukmu."

Perlahan tangis Queen mereda. "Mas, tapi ... tapi aku capek. Aku capek dituntut ini itu. Aku capek dikekang sana sini. Aku capek dengan target-target yang ditentukan sesuai aturan dalam keluargaku."

Kalandra tersenyum tanpa menatap gadis itu.

"Shaqueena, kalau dirasa-rasa aku juga sama. Aku harus memikul beban berat nanti. Tanpa kehadiran ibu kandungku yang seharusnya bisa menjadi pereda lara dan letihku. Aku, Mldiharuskan mengemban tugas yang entah bisa aku pikul sendiri atau tidak. Urusanku tidak hanya perkara beban dunia, tetapi juga akhirat. Salah sedikit aku menyampaikan ilmu, bisa jadi masalah sampai akhirat. Menanggung ribuan santri yang belajar di tempat abahku. Apa itu tidak cukup mengerikan?"

Queen mengusap sisa air matanya. Benar kata Kalandra, beban Kalandra jauh lebih besar.

"Tapi, Mas bisa tenang dan santai."

Kalandra tersenyum. "Kamu tau kenapa aku terlihat tenang dan santai?"

"Karena Mas dekat sama Allah. Mas nggak pernah lepas ibadahnya."

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang