Tangis bayi di dalam inkubator itu begitu menyayat hati. Ibunya kini terbaring tak berdaya di dalam ruangan dingin, dengan mengandalkan ventilator untuk bertahan.
"Jeno," lirih Alma memanggil keponakannya.
Bayi itu masih harus tetap di dalam sana selama beberapa hari ke depan. Ia terlahir prematur meski fisiknya sudah terbentuk sempurna.
"Al, doain Al. Doain."
Nuansa menyemangati sahabatnya.
"Kasian dia, Nu. Dia masih kecil dan belum pernah digendong mamanya. Mamanya pun kondisinya kayak gitu, Nu. Kakakku Nu." Tangis Alma kembali pecah.
Sejak kemarin, Alma tak berhenti menangis. Nuansa, Queen, dan Poppy bergantian menemaninya.
Bukan hanya kondisi sang kakak yang kritis. Iqdam pun sama. Ia tak kunjung bangun pasca operasi karena kehabisan banyak darah.
"Dek, yang kuat ya." Nathan ikut menenangkan sang adik.
Ia mengulurkan sebuah buku. "Ini, dari Mas Jendra. Katanya Bang Dam sempet pesen kalau harus kasih buku ini ke penggantinya nanti, siapapun yang jagain kamu."
Alma mengusap air matanya sebelum menerima buku tersebut.
Ada nama Iqdam dengan aksara hijaiyah di sana. Nuansa dan Queen ikut membaca apa yang ada di sana.
Ada biodata Alma di sana. Sangat lengkap dan rinci. Di bawahnya terdapat banyak catatan.
"Nona Bos suka manis tapi sebatas martabak red velvet dan cokelat batangan saja. Selebihnya tidak. Satu sendok gula untuk segelas teh. Suka pedas tapi tidak boleh makan pedas banyak. Punya riwayat asam lambung dan tifus. Sering demam karena dehidrasi. Harus sering diingatkan untuk minum. Suka kepiting tapi tidak bisa membuka cangkangnya, jadi setiap makan kepiting harus dibukakan." Queen membacanya cukup keras.
Lembar-lembar selanjutnya pun berisi tentang Alma dan kebiasaannya.
"Gila. Bang Iqdam sedetail ini merhatiin lu, Al."
Membaca buku itu Alma semakin sesak saja rasanya. Ia sudah banyak berhutang budi pada Iqdam. Ketulusan dan kebaikan Iqdam begitu luar biasa pada dirinya juga sang ayah.
"Uin, kenapa di saat kayak gini gue baru sadar gue sayang sama dia!" Tangis Alma sembari memeluk sahabatnya.
Nuansa dan yang lain pun tak kuasa menahan haru.
Bang, apa masih ada kesempatan buat aku tetep bales kebaikanmu?
*****
"Jen, ventilator ini hanya sebagai sarana untuk memperpanjang waktunya saja."
Laki-laki berjas putih itu menatap sang adik lekat. Ia tahu betapa hancurnya sang adik saat mengetahui kondisi sang istri yang memang sudah tak lagi dapat diselamatkan.
"Kak, aku mau dia tetap di sini. Dia belum gendong Jeno. Dia belum sempat ketemu Jeno. Dia ...."
Dokter Mahendra memeluk adiknya. Ia paham betul kepedihan yang dirasakan adiknya.
"Kamu tata dulu hatimu. Jangan khawatir, Jeno akan tetap punya keluarga lengkap dan hangat. Meski raga mamanya tak ada, ia pasti tahu perjuangan mamanya seperti apa."
Jendra menangis di pelukan kakaknya. Ia masih belum bisa merelakan sang istri.
"Kita tahu,Maura sudah berjuang begitu luar biasa. Dia juga sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Berkumpul dengan keluarganya dengan utuh dan bahagia. Dan satu lagi, ia berhasil menunaikan tugasnya melahirkan seorang putra yang sehat sempurna. Apa kamu tega menyiksanya begitu lama di sini?"
Pertahanan Jendra runtuh. Ia harus dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Jika boleh memilih, biar dia sajalah yang mati. Namun, Tuhan menginginkan dia tetap bertahan demi buah hatinya.
"Ayah mertuamu juga sudah pasrah. Menyerahkan semua keputusan di tanganmu."
Sosok yang baru disebut muncul dari ruang ICU. Matanya sembab. Ia begitu sedih melihat putrinya tak berdaya di pembaringan.
Sementara itu Bella sang ibu mertua tengah memeluk Laura. Keduanya juga sama, tak henti menitikkan air mata.
"Ayah," panggil Jendra.
Tidak ada kata yang bisa terucap saat keduanya bertemu. Jendra memeluk pria itu. Salman dan Jendra merasakan hal yang sama, sangat berat dan pedih. Namun, ini adalah kenyataannya.
"Apapun keputusanmu, ayah mendukungmu."
Jendra menangis sejadi-jadinya dipelukan sang mertua. Hingga pada akhirnya ia mengatakan hal itu. "Kak, hentikan alatnya. Aku ikhlas."
Bella dan Laura sama-sama tak kuasa menahan tangisnya. Namun, mereka semua sadar, hal itu adalah yang terbaik. Mereka sangat tahu betapa kuat perjuangan Maura selama ini.
"Tugas kita sekarang adalah menciptakan keluarga penuh kehangatan bagi Alzeno. Untuk Jeno." Salman memberi wejangan untuk istri, menantu, dan mantan istrinya.
Dan, para petugas medis pun mengabulkan permintaan keluarga. Ventilator itu dilepas dari tubuh Maura.
"Sayang, tunggu aku di kehidupan selanjutnya. Aku bersaksi atas segala kemuliaanmu, bidadariku," ucap Jendra diiringi bunyi alat memekik yang menandakan jika jantung sang wanita tak lagi berfungsi.
Jendra mencium wanitanya untuk terakhir kalinya. Dan, Jeno kecil pun secara khusus diijinkan untuk disandingkan dengan mamanya pertama dan terakhir kali.
Alma tak kuasa menahan gejolak jiwanya. "Kakak banguuuun! Kakaaaaaaaak! Kaakaaaaaaaaaak!"
Salman memeluk putri bungsunya. "Ikhlaskan. Ikhlaskan."
Begitu singkat kebersamaan mereka. Dua hari saja meski begitu Maura memang hampir tak pernah berpisah. 48 jam yang begitu bermakna.
Kini, Maura terbaring dalam tidur lelapnya dengan senyuman.
"Masyaaallah, Mas. Liat. Dia pulang dengan senyum. Sama ketika dulu dia lahir juga tidak menangis. Meski itu indikasi tak baik, tapi sejujurnya dia tidak pernah merepotkan kita, ya kan?" Bella mengajak bicara Salman sembari menatap ke jasad putrinya.
"Iya. Iya. Dia adalah malaikat kita. Dia bidadari kita." Salman kini tak bisa membohongi perasaannya. Ia sangat kehilangan sosok putri cantiknya yang selalu jujur apa adanya itu.
Ya Allah, kukembalikan titipan-Mu. Sedih memang tidak bisa saya hindari, tetapi saya ikhlas menerima segala ketetapan-Mu.
Salman mengecup kening putrinya sebelum menutupnya dengan selimut putih.
*****
Hai semuaaaa
Lanjut???

KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomantikSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...