64. Pengajiuan?

227 22 11
                                    

Lima orang, anggota keluarga Egi datang. Ayah, nenek, om, dan tantenya menemani pemuda bondo nekat itu melamar putri Kyai Ali Zainal. Umi Ilma tidak menyangka jika Egi akan membawa seserahan begitu banyak, padahal rencana lamaran baru tercetus pagi tadi dan sore ini mereka benar-benar datang.

"Mas, ini baru lamaran loh. Gimana besok kalau udah nikah? Kok banyak banget hadiahnya." Umi Ilma tak kuasa menahan diri untuk tidak mengutarakan keterkejutannya.

"Ini sekalian saya cicil sekarang mumpung tanggal muda, Umi. Besok pas nikah, tinggal bawa badan sehat aja." Egi tetap saja dengan gaya slengekannya.

Alhasil ia terkena jeweran sang ayah. "Sergio Isco Daud!" geram sang ayah.

"Siap, salah, Pak Guru!" sahut Egi cepat.

Hal itu jelas mengundang tawa semua orang di sana kecuali ayah Egi yang malu atas tingkah putranya.

"Mohon maaf, Kyai Zain, anak bungsu saya ini memang kadang suka bercanda."

"Ih, salah Pak. Siapa yang suka bercanda?" protes Egi.

"Kamu itu," sahut ayahnya.

"Aku itu sukanya sama Dek Nuansa. Bukan sama bercanda. Emang si Bercanda anaknya siapa, Pak? Cantik? Sholiha? Pasti enggak kan? Soalnya yang paket komplit gitu cuma satu. Dek Nuansa Bening Qurotu'aini."

Lagi, Egi membuat suasana yang harusnya khidmad mendadak seperti pentas dagelan.

"Egi! Jangan bercanda terus. Kamu harus serius. Kita datang ke sini untuk meminang Ning Nuansa, bukan untuk pentas dagelan."

Kyai Ali menengahi. "Sudah, ndak apa-apa, Mas Guru. Nak Egi kan memang begitu, tapi kan candaanya tidak menyakiti orang. Kalau terlalu spaneng, nggak baik juga. Sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit tersinggung. Nggih to?"

Egi kembali membuka mulut. "Wah, Abah nyindir bapak kulo, nggih? Hidupnya spaneng, dikit-dikit tersinggung."

Bella yang ikut menemani bersama Ed, tak henti tertawa. "Heh, Egi, kamu itu. Bocah kok lucu."

Ayah Egi yang awalnya tegang akhirnya ikut tertawa. Ia menepuk bahu putranya sebagai tanda perdamaian.

"Mohon maaf, Abah, Umi, saya hanya bisa membawa ini. Benda yang Dek Nuansa tidak sukai."

Nuansa yang duduk di antara ayah dan ibunya, memberanikan diri mengangkat wajahnya.

"Loh, kok gitu? Katanya semua ini kamu pilih yang disukai sama Ning Nuansa to, Le," sela nenek Egi, tante ayahnya.

"Iya Mas, aku suka kok. Semuanya ini." Nuansa mengeluarkan suaranya.

"Yakin kamu sukanya sama barang-barang ini? Bohong kamu."

Nuansa menggeleng. "Enggak, Mas. Aku nggak bohong. Aku suka kok sama semuanya."

"Halah ngaku aja, aku tahu kok, yang  kamu suka kan cuma satu," ucap Egi.

"Ha? Apa memangnya?" Nuansa bingung.

"Aku. Kamu cuma suka sama aku, kan?"

Kali ini Nuansa seketika menundukkan kepalanya. Ia dibuat salah tingkah habis-habisan oleh Egi. Di depan orang tua dan keluarga mereka, Egi bisa-bisanya menggoda Nuansa.

"Ya Allah, Mas Egi, ada-ada saja. Kok bisa gitu gombalnya." Umi Ilma tertawa sampai menangis.

"Dasar Hallo Dek," sindir Kalandra sembari terkekeh.

"Wih, wih, ada yang sirik nih dilangkahin. Pakai menebar issue nih. Halo Dek, Halo Dek segala dibawa." Egi balik menyerang Kalandra.

Tentu bukan karena saling benci, mereka seperti itu karena sudah bestie.

SelaksasmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang