Sedari tadi sejujurnya Alma masih kurang puas dengan apa yang ingin ia korek dari sang ayah, terlebih tentang alasan mengapa sang ayah tega membohonginya.
"Yah, bangun. Makan dulu," ucap Alma.
"Hmm."
Salman menggeliat. Ia membuka matanya. Setelah mandi, rasa lelahnya semakin menjadi. Dan tanpa ia sadari sudah sejam lebih ia tertidur.
"Kamu udah makan?"
Alma mengangguk.
"Yah, kenapa ayah nggak cerita soal Bunda Laura? Jujur aja aku kecewa sama ayah."
Salman yang baru tersadar dari tidur dan menerima piring berisi nasi goreng seafood itu mengernyitkan dahi.
"Kecewa?"
"Iya. Kenapa ayah kayak gitu. Padahal selama ini kan ayah selalu ngajarin aku soal agama. Tapi kenapa ayah sendiri lalai? Aku tuh kayak gimana ya Yah, gemes, kesel, campur aduk gitu. Bukannya aku benci sama Bunda Laura. Tapi aku lebih ke kecewa aja gitu sama kalian."
Salman meletakkan nasi gorengnya di atas meja lampu. Ia paham. Wajar jika putrinya seperti ini.
"Maaf ya. Maaf. Ayah lalai. Ayah salah."
Salman merangkul Alma. Gadis itu menangis karena meluapkan kekecewaannya.
"Yah, aku tuh ngeliat ayah bener-bener tanpa cela. Aku tuh seneng, bangga, kagum, sama sosok ayah yang mendekati sempurna. Bener-bener jujur, baik hati, tangguh, tegas tapi lembut. Paham agama. Terus tiba-tiba dapet kabar itu dari orang lain. Rasanya tuh kayak gimana gitu," ungkap Alma sembari menangis.
Alma berusaha menenangkan diri agar suaranya tak bergetar.
"Aku tuh kayak bingung gitu loh, Yah. Bingung karena takut. Apa kata orang nanti kalau tahu kabar inj terus ditambah-tambahi hal yang nggak baik. Kan, orang di sekitar ayah tuh kayak berlomba-lomba jatuhin ayah kan? Rebutan jabatan, rebutan perhatian komandan. Aku tuh takut Yah. Apa yang ayah tanam selama ini gagal panen gara-gara kesilapan sekejap. Aku takut. Aku nggak rela nama ayah tercoreng gitu aja. Meski aku percaya, ayah sama Bunda Laura nggak sembarangan mengumbar rasa."
Alma kembali mengatakan uneg-unegnya. Salman paham betul perasaan putrinya. Ia memang salah. Tidak seharusnya dia lengah seperti itu. Apa yang dikatakan Alma seratus persen benar adanya.
"Sayang, maafin ayah ya. Ayah akan segera menindak lanjuti soal ini. Ayah janji. Insyaaallah, nanti ayah bicara dengan Laura."
Alma mengangguk dalam dekapan ayahnya.
"Ayah minta maaf ya, ayah khilaf dan tidak memberi contoh yang baik sama kamu."
Lagi, Alma mengangguk. "Maaf ya Yah, Alma tadi ngomongnya teriak-teriak. Alma kesel sama ayah. Alma kayak nggak tahu adab. Alma kecewa, semaleman Alma mendem itu."
Salman mengelus kepala sang putri. "Iya, Nak. Bukan salahmu. Ayah yang salah."
Sementara itu, di kamar lain, Nathan pun bicara pada ibunya.
"Bun, kenapa Bunda nggak cerita dari awal kalau pergi sama Ayah Salman?"
"Nathan, bunda terlalu panik. Kamu juga sibuk terus, kan? Kapan bunda bisa cerita sama kamu? Kita udah beberapa minggu terakhir jarang ketemu. Kalau ketemu bunda udah mau tidur, kamu baru pulang."
Nathan menyugar rambutnya.
"Bun, jujur Nathan kecewa sama Bunda. Bukannya Nathan benci sama Ayah Salman. Nathan justru bersyukur laki-laki Ayah. Coba kalau bukan, Bunda pasti cuma dimainin gjtu aja. Ditinggalin. Dan entah gimana nasibnya. Tapi, Nathan menyayangkan kenapa Bunda semudah itu melemparkan diri Bunda ke ayah?"
Laura menelan ludah. Ucapan putranya agak pedas.
"Bunda itu orang terhormat. Janda pun, bukan janda biasa. Bunda nggak pernah sedikitpun melirik laki-laki lain sejak kepergian ayah. Banyak pria melamar tapi bunda tolak semua. Dan sekarang, beda cerita sama ayah Salman. Bunda tiba-tiba saja sedekat itu, tanpa ada rasa risih dan apapun itu yang biasa bunda rasakan jika di dekat laki-laki asing. Bunda begitu santainya pergj dan bermalam dengan dia. Bunda, lengah dan lepas penjagaan. Bunda yang salah di sini, apa bunda sadar?"
Lagi, Nathan membuatnya terbungkam. Laura mencoba membela diri.
"Nat, bunda sama dia cuma temenan."
"Teman model apa Bunda? Teman laki-laki? Bunda tidak pernah punya teman laki-laki. Bahkan, selama Nathan hidup, Nathan tidak pernah melihat Bunda pergi dengan laki-laki asing di luar hubungan kerja kecuali dengan Daddy. Dan sekarang, bunda melakukannya dengan ayah Salman."
Laura kembali membela diri. "Nat, Bunda nggak kayak yang kamu tuduhkan. Bunda itu nggak melempar diri ke Om Salman."
"Iya atau tidak, tapi semua itu bergantung ke Bunda. Selama ini Bunda berhasil membentengi diri dari laki-laki lain karena apa? Karena bunda tidak tertarik pada mereka sehingga semuanta mental sebelum mereka menyerang. Nah, sekarang? Bunda tanpa sadar membuka pertahanan bunda karena bunda pikir Ayah Salman berbeda. Bunda lepas penjagaan atau bahkan menawarkan diri tanpa sadar."
Laura seperti ditampar berkali-kali.
"Nat, maaf," isak Laura pada akhirnya.
"Nathan nggak marah Bun. Nathan hanya kecewa. Nathan melihat sosok Bunda itu sebagai seorang muslimah yang begitu bertaqwa. Bunda pandai menjaga kemuliaan dan kehormatan Bunda di depan manusia maupun Tuhan. Tapi, dengan kejadian ini, seolah apa yang Bunda lakukan selama ini sia-sia. Wanita saleha itu mendadak terlihat hina karena bisa saja difitnah Zina."
Laura menangis sejadi-jadinya. Ia memeluk Nathan dan meminta maaf.
"Maafin Bunda ya, maaf." Laura terus mengulangnya.
Dua anak muda itu meluapkan kekecewaan mereka dari hati ke hati pada sosok-sosok yang begitu mereka cintai dan kagumi selama ini. Mereka tidak mau, sosok teladan mereka selama ini cedera hanya karena kekhilafan yang tak seharusnya terjadi.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Lanjut nggak ya????
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomanceSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...