"Saya bisa sendiri."
Suara itu terdengar lemah meski penuh penekanan. Sang pria yang awalnya ingin membantu sontak menghentikan gerakannya. Sementara itu Bella berusaha untuk turun dan berjalan ke arah instalasi gawat darurat.
Kunang-kunang masih memenuhi kepalanya. Terlihat titik-titik cahaya itu berputar, menurut Bella. Lagi, ia limbung. Kali ini sampai tersungkur.
Pria bercelana cargo berwarna army itu tak langsung bereaksi. Hingga akhirnya Bella mendongak, menatapnya dengan tatapan aneh.
"Maaf, kali ini apa boleh saya bantu?"
Kesal. Satu kata yang dirasakan Bella. Pertama ia kesal pada dirinya kenapa mendadak bisa selemah itu. Kedua, ia kesal pada pria korban senggolan mobilnya yang tak sigap membantu bahkan harus bertanya dulu saat melihat dirinya sudah tersungkur di tanah.
"Nggak perlu. Saya bisa sendiri!" ketus Bella.
Bella pikir, pria itu akan peka atas sindirannya tetapi justru yang ada sebaliknya. Satu kalimat terucap dari bibir si pria.
"Oh, baiklah. Saya tunggu sampai bisa berdiri lagi."
Bella benar-benar kesal. Ia mencoba merangkak, mencari pegangan untuk berdiri. Benar-benar, pria itu tak punya hati.
Setelah beberapa saat, Bella akhirnya bisa berdiri. Ia pun berjalan perlahan, mencari pegangan sana sini.
"Kalau tidak kuat jalan berdiri, bisa jalan jongkok atau merayap."
Kalimat itu membuat Bella mendadak menghentikan langkah dan memutar arah tubuhnya. "Kalau tidak niat membantu, cukup diam saja dan jangan banyak komentar!" sentak Bella.
Pria yang menyilangkan tangan di dada itu menaikkan satu alisnya. "Anda menuduh saya tidak mau membantu? Wah, wah. Yang pertama, saya korban tabrak lari anda. Yang kedua, saya justru rela membawa anda ke rumah sakit ini. Yang ketiga, saya bahkan tidak langsung meminta uang ganti rugi atas dasar nilai kemanusiaan. Yang keempat, anda sendiri yang tidak mengijinkan saya membantu. Saya sudah menawarkan tadi. Anda bilang anda bisa sendiri. Lalu salah saya dimana?"
Bella benar-benar kesal. "Astaga, pasti istrimu depresi dan melakukan banyak percobaan bunuh diri ya? Punya suami model anda. Nggak peka!"
Pria itu memelototkan mata sebelum terkekeh. "Jangan sok tahu."
"Pantes," nyinyir Bella. Wanita empat puluh tahun itu merasakan ada yang mengalir dari hidungnya.
Fokus mata sang pria pun kini tertuju ke arah yang sama. "Siap, ijin. Saya harus memaksa anda."
Bahasanya terdengar sangat formal dan Bella tak sempat menjawab karena kini ia tengah berada tangan sang pria. Kakinya tak lagi ia fungsikan sementara. Pria itu membopongnya.
Kenapa nggak dari tadi, bego! batin Bella.
Sang pria mengantarkan Bella sampai di dalam ruang observasi pasien. Ia menjelaskan pada perawat jika mereka tidak saling kenal dan dirinya hanya membantu saja.
Pria itu menunggu hingga lima belas menit sebelum seorang perawat memanggilnya.
"Maaf, Pak, ibu Bella ingin berbicara dengan Bapak."
Sang pria mengangguki ucapan itu dan segera melangkah ke ruang observasi. Bella terlihat pucat dengan tangan diinfus.
"Yakin tidak mau memberitahu keluargamu?"
Bella menggeleng. "Saya bisa sendiri. Silakan bawa mobil saya, surat-suratnya ada di dasboard. Nanti kalau saya sudah boleh keluar dari sini, Anda bisa bawa saya ke polisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksasmara
RomansaSetiap manusia pasti punya kisah asmara. Ada puluhan ribu kisah di luar sana. Kegagalan dalam satu hubungan, tak berarti penghakiman jika kita tak berhak bahagia. Setiap insan akan menjadi RATU dan RAJA dalam mahligai yang tepat. Kadang, kita harus...