Fight 14

42K 2.5K 18
                                    

Terdengar derak pintu terbuka di jam tiga subuh. Laki-laki dengan jas tersampir di tangannya tampak berjalan gontai.

Wajahnya terlihat kusut. Kantung matanya pun tampak jelas. Ia menyampirkan dasi dan jasnya kemudian melenggang ke kamar mandi guna membasuh wajah. Sekedar ingin mencari kesegaran melalui air dingin.

Ia menatap pantulan dirinya di kaca. Air telah membasahi wajahnya. Anak rambut bagian depan pun tak elak terkena. Namun sayang, pikirannya masih dibawa kalut oleh beberapa hal.

"Sh*t!" ucapnya frustasi. Ia menyugar rambutnya sendiri sebelun meraih handuk dan berjalan keluar.

"Daniel?" sapa Starla di antara temaramnya malam.

"Kamu baru pulang?"

Tak ada tanggapan. Daniel masih diam sambil memandangi wajah istrinya dengan tatapan lelah.

"Gimana keadaan Alarie? Dia baik-baik sa--"

PLUK!

Tanpa aba-aba, Daniel berjalan cepat dan memeluk Starla. Mendaratkan kepalanya pada pundak Starla hingga cardigan coklat yang Starla sampirkan di bahunya harus jatuh ke lantai.

"Ada apa? Kamu kelihatan kacau sekali," tebak Starla sambil membujuk Daniel untuk melepas pelukannya. Namun sayangnya Daniel menolak dan kekeuh memeluk Starla.

"Aku benar-benar kacau hari ini...." ucapnya lirih.

"Apa ini berkaitan dengan kecelakaan Alarie?"

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Karena kalian memang dekat kan? Aku tahu kamu sudah menganggap Alarie sebagai keluarga mu sendiri," dusta Starla dengan akting bak artis Hollywood.

"Bukan itu...." setelahnya Daniel hanya diam seribi bahasa. Ia memeluk Starla cukup erat sampai Starla mememkik lirih.

"Daniel... ceritalah. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Perlahan Daniel melepas pelukannya. Starla yang sadar langsung menggiring Daniel ke sofa. Jam tiga pagi dua insan itu bertatap muka dan membicarakan permasalahan tentang masalah yang berpotensi menghancurkan perusahaan. Namun Daniel tak bercerita tentang David Faranggis yang menjadi dalangnya. Sejauh ini belum ada bukti nyata. Daniel harus menunggi waktu yang pas untuk menendang orang itu.

"Maaf Starla... maaf... aku membawa perusahaan Papa mu dalam kondisi mengancam seperti ini," ucap Daniel lirih menunduk. Seolah rasa sesal menggerogotinya dari dalam.

Terdengar hembusan nafas berat di bibir Starla. Kemudian dia berujar. "Sudahlah, tidak perlu diratapi. Yang penting sekarang kita harus cari jalan keluar bersama. Sebelum semuanya terlambat."

Daniel tersentak. Matanya memandang sayu pada sepasang manik wanita di depannya. Daniel mengakui, Starla adalah gadis paling tenang yang pernah ia temui. Berbeda dengan Alarie yang gampang tersulut emosi.

Seandainya ia tidak melakukan kesalahan itu. Mungkin saat ini Daniel adalah laki-laki paling bahagai bisa memilki Starla.

"Sebenarnya... aku mengajukan beberapa syarat pada Adamson untuk menjadi asisten pribadinya beberapa hari yang lalu," ucap Starla.

"Syarat apa?"

"Aku mengajukan kerjasama dalam hal investasi dan pihak Adamson menyetujuinya."

"Benarkah?" saut ceria Daniel. Wajahnya terlihat lebih semangat dibanding tadi. Starla hanya mengangguk.

"Syukurlah, kita bisa memutar uang itu untuk membayar penalti. Starla... kamu memang istri yang bisa diandalkan!" cicit Daniel kemudian menghambur kembali memeluk Starla.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang