Fight 52

27.6K 1.9K 66
                                    

Malam hari. Apartemen hunian Starla dan Daniel.

Ruang berpendar minim dimasuki oleh tubuh tegak dengan kemeja dan dasi yang sudah sedikit berpindah dari posisi rapih. Ia mencangking jas. Menyampirkannya sembarang.

Langkahnya kembali aktif melewati ruang tengah. Ia berbelok ke dapur guna meneguk mineral. Matanya menyisir ruang minim cahaya ini. pikirannya menyimpulkan bahwa istrinya telah tidur.

Nafasnya berhembus berat ketika lagi-lagi pikiran penat mengulas kembali di kepala. Berurusan dengan David Faranggis membutuhkan banyak energy dan pikiran. Hari ini Daniel sempat bersih tegang dan hilang akal karena tersulut ucapannya. Untung saja Evan mencegah. Ia bisa netral kembali.

Kepelikan ini tentu saja bukan tentang David Faranggis saja. Melainkan info yang ia dapat dari suruhannya yang bekerja di perusahaan Adam.

Ya, sejak Starla menginjakkan kaki di gedung TC. Daniel sengaja membayar mahal seseorang untuk memantau aktivitas Starla. Itu lah sebabnya Daniel tahu perihal baju Starla yang tiba-tiba berubah saat pulang tempo hari. Dan hari ini Daniel harus rela kekesalan menjamah hatinya saat tahu Starla dibawa masuk ke lantai paling atas. Tepatnya adalah penthousenya Adam.

"Sial! Apa maunya laki-laki itu?!" gerutunya.

Daniel masih ketar-ketir perihal Adam yang tahu hubungan gelapnya bersama Alarie. Sekarang justru Adam semakin memicu amarah Daniel dengan mendeklarasikan perang merebut Starla.

Daniel kembali beranjak. Jujur saja pikiran Daniel sedang kalut. Masalah perusahaan dan perasaannya terhadap Starla.

Pintu itu terbuka. Di dalam sana Daniel melihat Starla tengah meringkuk di bawah bed cover. Lampu masih menyala terang. Daniel tahu Starla tidak suka mematikan lampu ketika tidur. Tak jarang Daniel yang mematikan dan menggantinya dengan lampu tidur.

Tepi ranjang menjadi pilihan Daniel duduk. Tatapan sendu mengarah pada sosok Starla. Hatinya sempat sesak ketika menyadari kisah cinta dengan Starla akan berakhir seperti ini. diperbaiki pun terlambat. Walau begitu, Daniel masih ingin tetap bersama Starla.

Perlahan Daniel mendekat, ia mengecup singkat rambut Starla. Menghirupnya pelan dan menghayati aroma shampoo khas yang selalu Starla gunakan.

"Umh.... Daniel?"

"Maaf, apa aku mengganggu mu?"

Ciri khas wanita itu ketika bangun tidur. ia akan mengusap wajah dan matanya. kali ini pun sama. "Kamu baru pulang?" tanyanya kemudian.

"Humm...."

"Jam sebelas-" gumam Starla sembari melihat jam dinding sebelum Daniel tiba-tiba memeluknya.

"Daniel?"

"Starla, aku mencintai mu. Sangat mencintai mu," rancau Daniel. pelukannya semakin erat hingga tak sengaja Daniel mendengar rintihan Starla yang meminta melepaskan. Namun, Daniel benar-benar tidak ingin kehilangan Starla. Ia tidak menggubris rintihan itu dan masih memeluk Starla posesif.

Perlahan tapi pasti ia menelusup ke ceruk leher Starla. Memberi beberapa kecupan yang pada akhirnya ia gigit kuat hingga meninggalkan jejak kemerahan.

"Ugh! Daniel... sakit!" rintih Starla. Ia tidak bisa mendorong Daniel sebab perbedaan kekuatan di antara mereka.

"Starla... aku menginginkan mu," bisik Daniel. dirinya dipenuhi hasrat membara. Ya, hasrta yang datang dari rasa cemburu terhadap Adamson.

"Starla...." rancaunya seraya menelusup ke dalam piyama.

"Ugh! Stop!"

"Daniel!"

Tak digubris, Daniel tetap melancarkan aksinya. Mendorong Starla hingga tubuh Danile berada di atas.

"Daniel tung... Mph!"

Starla dibungkam oleh kuasa bibir Daniel. Pagutan liar yang hanya dinikmati sepihak membuat Starla memberontak. Namun, seolah hilang sudah tuas kendali Daniel. ia tidak menghiraukan dan tetap memaksa Starla untuk membuka akses bibirnya.

"Dan.... Mph!"

Lagi dan lagi, saat Starla mencoba berbicara, Daniel membungkamnya. Saliva mereka beradu. Menimbulkan suara pagutan yang mengisi sunyinya malam. Nafas keduanya tersengal ketika Daniel melepas ciuman.

Daniel menjeda kegiatannya. Ia mulai melepas satu persatu kancing kemeja. Tentu saja hal itu membuat Starla tersentak.

"D-Daniel. a-aku sedang datang bulan. Kamu tahu itu kan?"

"Bukankah ini sudah seminggu?" timpalnya. Ia mendekat ke wajah Starla. Membelainya singkat. "Starla, jalani kewajiban mu sebagai istri," sambung Daniel.

"T-tunggu!"

Tanpa menghiraukan, Daniel melancarkan aksinya kembali. Menyerang ceruk leher Starla tanpa ampun.

Starla tak bisa berkelit. Sampai momen di mana tangan Daniel menelusup ke celana, saat itu Starla langsung mendorong Daniel sekuat tenaga lalu,

PLAK!

Daniel tersentak. Matanya membola sempurna.

"Kenapa kamu menampar suami mu?" sahut Daniel dengan tatapan nyalang.

"Kamu tahu apa yang kamu lakukan sekarang, hah?!" umpan balik Starla tak kalah menatap tajam.

"Aku meminta hak ku sebagai suami!"

"Apa harus dengan paksaan?!" Tatapannya nanar dengan genangan air mata yang hampir saja lolos.

Mengetahui suara bergetar itu seketika akal Daniel kembali. Ia meraih pipi Starla namun bukan hal bagus yang menyapa. Tangannya ditepis. Pandangannya dihadiahi sepasang mata yang menatap marah dan ketakutan. Ah, Daniel sudah melukai wanita ini.

"Pergi...." sahut Starla.

"M-maaf," hanya itu yang sanggup Daniel utarakan. Pikiran penuh namun tak satu pun berani ia utarakan.

"S-Starla maafkan aku...." ucapnya lagi. kali ini sangat lirih. Hampir bergumam.

Tidak ada respon. Starla terbenam diantara lututnya yang ditekuk.

Percuma! Saat ini Starla tidak akan mendengarkan permintaan maafnya. Daniel memilih keluar. Ia mendudukkan diri di sofa. Sejenak diam tak bergerak. Mencerna apa yang baru saja terjadi. Detik berikutnya ia meraup wajahnya kasar. Ia benar-benar sudah gila! bagaiamana bisa memaksa Starla hanya karena ia cemburu?!

"Aku tidak pernah segila ini ketika bersama Alarie," gumamnya lirih.

Ya, bersama Alarie, rasa cemburu seperti ini tidak pernah ia rasakan. Sering kali Daniel melihat Alarie berinteraksi dengan teman laki-laki di kantor tapi tidak pernah skalipun Daniel terusik. Tapi Starla? Hanya mendengar infonya saja Daniel bisa hilang kendali.

"Apa aku lebih mencintai Starla ketimbang dia?"

"Hah! Tck! Semuanya tambah rumit!" ujarnya kemudian berbaring. Lelah membuat mata itu perlahan redup. Daniel tertidur meninggalkan kepenatan hari ini. hingga ia membuka mata kembali ketika sinar matahari membangunkan dari sela jendela yang tak tertutupi horden.

"Ugh!" keluhnya sambil mengerjapkan mata. Leher terasa berat karena semalam tidur di tempat kurang nyaman. Itu tidak lah penting. Saat ini Daniel harus meminta maaf pada Starla.

"Starla?" ketuknya pada pintu kamar.

Tidak ada repon. Daniel melirik jam dinding. Masih jam setengah tujuh pagi. Biasanya Starla sudah bangun untuk siap-siap.

"Apa belum bangun?" gumamnya.

Mencoba keberuntungan, Daniel menekat tuas pintu yang ternyata tidak dikunci. Di sana tidak ada kehadiran Starla. Tempat tidurnya pun sudah rapih.

"Starla?" panggil Danile lagi. Ia menuju ke kamar mandi dalam. Dan harapannya tidak terkabul. Starla tidak ada.

Kemana dia?





Di harapkan untuk para kaum juliders di persilahkan mengumpat Daniel.

Warning!

Mengumpat dengan bijaksana yaaaa. Kalo ada kata yg agak tuuuut (sensor) langsung gue hapus.

Vote juga dong. Always. Wkwk

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang