Helaan nafas terdengar berat berhembus. Starla memandang langit malam bertaburkan bintang dengan segala beban pikiran yang ia bawa.
Pikirannya disita kembali dengan tawaran Adam tadi siang. Jika Starla menerimanya, tidak diragukan lagi FG Group akan menemui masa jaya lagi mengingat rekam jejak pencapaian laki-laki itu. Kerja sama dengan D.I.B Group adalah peluang emas.
Tapi, di sisi lain Starla harus menggadaikan harga dirinya. Sesuatu yang ia jaga bahkan dari suami sahnya sendiiri. Mana bisa ia serahkan begitu saja pada Adam!
Jika di kemudian hari ada keadaan mendesak di mana Starla harus menerima tawaran itu. Maka---
TUK!
Mata Starla tertuju pada gelas di meja. Bersamaan dengan itu tubuh seseorang hadir dalam cakupan pandangnya.
"Lagi mikirin apa sayang?" saut Daniel setelah menaruh coklat panas di meja.
"Kayaknya serius banget," lanjutnya.
"Bukan apa-apa."
"Oh ya, gimana pertemuan dengan Tuan Adamson hari ini? Lancar?"
Haruskah Starla bilang semuanya? Tentang harga dari kerja sama itu adalah tubuhnya.
"Humm, lancar. Ada sedikit kendala. Tapi, sudah teratasi," dusta Starla. Laki-laki ini tidak perlu tau! Toh, jika diberitahu pun ia tetap akan menerima segala bentuk persyaratan kerja sama. Mengingat ini adalah peluang emas.
Tidak pernah Starla kira. Buah dari kecelakaan itu justru membawa keuntungan dan kerugian dalam satu waktu.
Kenapa harus untung? Karena berkat kecelakaan itu D.I.B Group menaruh minat kembali pada FG Group dan berpeluang melakukan kerjasama. Tentu saja hal itu berkat kecakapan Starla yang pintar mengolah kata sehingga dapat memancing Adam untuk mengeluarkan kata 'kerjasama'.
Lalu kenapa harus rugi? Ini di luar kendali Starla. Karena tanpa disangka si playboy Adam ternyata lebih buruk dari dugaannya. Bagaimana bisa menawarkan perjanjian kontrak semacam itu. Lagi pula sifatnya yang serabutan membuat Starla khawatir. Apa selama ini kesuksesannya hanya sebuah keberuntungan saja?
Lagi-lagi Starla termenung. Kondisi di mana Starla harus menerima tawaran itu pasti akan datang. Mengingat banyak isu miring mengenai perusahaan yang datang entah dari mana sehingga mengendurkan pangsa pasar dan minat para investor. Hal itu juga dibuktikan dengan data menurunnya kurva penjualan.
Jika perusahaan Papanya harus bangkrut. Starla rela merangkak dari dasar keputusasa-an demi menyelamatkan satu-satunya peninggalan sang Ayah!
"Hei...?" saut Daniel.
Melihat kerutan di dahi membuat Daniel duduk berlutut. Menyaut tangan Starla lembut dan mengecup punggung tangannya singkat.
"Maaf kamu pasti sedang memikirkan banyak hal. Aku masih banyak kekurangan membuat mu harus menambal semuanya. Maaf sudah merepotkan."
"Ini sudah kewajiban ku. Lagi pula aku juga punya kekurangan. Tujuan menikah bukankah saling melengkapi?" senyum palsu itu mengendur, "kecuali jika kamu hanya ingin memanfaatkan ku." gumam Starla lirih. Sangat lirih dan mungkin saja Daniel tidak mendengarnya.
"Mungkin kamu sering dengar ini. Tapi akan ku ucapkan lagi. Starla aku laki-laki paling beruntung bisa menikahi mu. Tidak ada yang bisa menggoyahkan perasaan ku. Sampai rambut mu memutih pun atau ketika tubuh mu tak lagi ada. Perasaan ku tetap sama."
Starla diam cukup lama. Memandang ujung rambut Daniel ketika dirinya mengecup kembali punggung tangan.
Rasanya ia baru saja mendengar polusi udara. Gendang telinganya seolah berdenging menolak kata-kata bohong itu.
"Tidurlah, besok kamu harus menyambut kedatangan Habsyi Al Farezi si pengusaha muda Dubai kan?" pinta Starla.
"Tidak, aku akan menemani mu beberapa saat lagi sampai kamu merasa ngantuk. Sudah lama kita tidak quality time seperti ini. Iya kan?" senyumnya merekah mengalahi terangnya bulan purnama.
"Setelah itu kita tidur bersama. Aku ingin tidur sambil menggenggam tangan mu," pinta Daniel lembut.
"Ayolah Daniel. Kamu baru pulang jam satu malam. Diperkirakan pesawat Habsyi akan tiba jam empat subuh. Kamu tidak mau kan kesempatan berhubungan baik dengan pengusaha Dubai itu hilang karena ego mu sendiri?" desak Starla.
"Aku sudah biasa tidur malam dan bangun subuh. See? Aku tidak pernah telat."
Starla gusar. Yang dikhawatirkan Daniel akan meminta aneh-aneh seperti tempo lalu. Jujur, Starla sudah kehabisan alasan kalau tiba-tiba dia minta 'jatah'.
"Starla?"
"Hm?"
"Nggak, aku cuma merasa benar-bener beruntung. Dari banyaknya lelaki yang merebutkan mu. Pada akhirnya aku yang jadi pemenangnya."
See? Gombalan macam ini pun turut membuat mood Starla anjlok. Benar-benar tidak baik untuk mental.
"Aku penasaran. Yang membuat mu memutuskan untuk memilih ku apa? Kalau diingat-ingat bukannya saat awal pertemuan kita aku adalah orang biasa sedangkan kamu queen-nya jurusan Menegemen."
"Entahlah," saut Starla cepat. Ia malas membahas ini lagi. Karena memilihnya adalah kesalahan!
"Ayo dong. Aku ingin dengar alasan mu. Ya?" bujuk Daniel manja. Perlahan wajahnya mendekat. Membuat Starla risih dan spontan tangannya menghadang.
"Mungkin karena kamu ramah."
"Lalu?"
"Apa kamu ingin aku meneruskan ini?" ketus Starla.
"Of course, aku ingin mendengar jawaban jujur dari mu. Seperti..., emb..., ah, seperti aku menyukai keramahan mu. Tapi kadang kamu terlalu banyak bercerita sampai tidak ada ruang untuk ku. Tapi, hal itulah yang aku sukai. Soalnya aku tipe pendengar yang baik. Yang detil seperti itu."
Menyusahkan saja orang satu ini! Batin Starla.
"Yah, menurut ku...., kamu orang yang sederhana. Kadang kamu cerewet dan gampang ngambek."
"Terus?" seruduk Daniel.
Secara tidak sadar memori Starla mengulir kenangan bersama Daniel saat kuliah dulu. Awal pertemuan hingga dirinya dan Daniel resmi berpacaran.
Semuanya berisi kenangan indah. Tak ada cacat sedikit pun.
"Tapi, cerewetnya kamu dan juga ngambeknya kamu. Semua itu karena...." lanjut Starla.
"Karena?"
"Karena aku.... Semua itu untuk kebaikan ku."
Pikiran Starla terbuka ketika mengulas kembali memori kala itu. Daniel sangat memprioritaskan Starla. Semua perilakunya seolah dilakukan dengan tulus.
Ayolah hati! Jangan memunculkan praduga di atas fakta yang jelas-jelas telah diketahui. Daniel selingkuh dengan Alarie bahkan sejak Kuliah. Starla hanya menjadi ladang emas untuk keserakahan mereka. Itu fakta jelas!
"A-ku ngantuk," saut Starla cepat. Malam hari adalah musibah bagi si pemikir keras yang memiliki riwayat overthingking parah.
"Tidur gih," suruh Daniel. Menyingkirkan anak rambut pengganggu.
"O-oke...."
Starla bangkit dari kursi hendak menuju kamar. Pikirnya Daniel akan mengekor karena tadi ia bilang akan ikut tidur jika Starla sudah ngantuk. Tapi,
"Kamu nggak tidur?"
"Ada sesuatu yang harus ku kerjakan."
"Bukannya besok pagi kamu--"
"Sssst! Tidurlah, ini sudah menjadi tugas ku sebagai suami. Kamu juga sudah menajadi istri yang baik. Aku tidak mau kalah," cengir Daniel seraya menepuk dadanya.
Jejak kecupan Daniel di punggung tangan masih terasa. Kali ini ia tidak membilasnya seperti orang yang takut tertular HIV.
Starla menatap lurus punggung tangannya. Perasaan malam ini menggambarkan benang kusut. Uliran mana yang harus ia ikuti?
Daniel itu romantis tapi sayang fake!
Bantu vote komen yak ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
Lipstik Merah Starla (END)
ChickLitStarla Faranggis dan Adiputra Daniel memutuskan menikah setelah menjalin kasih selama dua tahun. Siapa yang menyangka di malam pertama Starla memergoki Daniel tengah bermain api bersama Alarie, teman terdekatnya. Kejanggalan aneh pun satu persatu...