Fight 25

39K 2.2K 17
                                    

“Mau kemana?” saut Adam.

“Pulang dan merehatkan diri di kasur empuk.”

“Kamu tidak ingin menemani ku di sini?”

“Itu karena aku tidak ingin rumor gay terdengar besok pagi.”

“Tck! Lalu bagaimana dengan ku? lihatlah tangan ku, aku tidak bisa melakukan apapun dengan tangan seperti ini.”

"Tuan kan bisa memanggil salah satu teman 'main' Tuan," celetuk Theo datar.

"Emh... itu bukan ide yang buruk tapi...."

Sebanarnya akhir-akhir ini Adam sudah jarang memanggil perempuan-perempuan itu. Entahlah, ia hanya ingin memperbaiki diri. Itu saja. Tidak dipungkiri tindakannya ini ada hubungannya dengan Starla. Rasanya ia tidak begitu berselera dengan wanita mana pun semenjak pulang ke Indonesia dan secara tidak sengaja terlibat dengan Starla.

Theo terlihat melanjutkan langkahnya. Tidak memperdulikan perkataan Adam. Sekali-kali ia ingin memberontak. Lagi pula Adam sudah biasa menginap di kantor. Di lantai paling atas yaitu lantai 21 ada penthouse pribadi milik Adam yang biasa ia gunakan untuk tidur jika tidak ada waktu pulang ke Apartemen maupun rumah utama.

“Hei! Berani kamu keluar dari pintu itu. Aku akan memotong gaji mu!” ancam Adam.

Theo berhenti tepat di depan pintu. Menoleh sebentar kemudian berujar. “Secara operasional, ini sudah bukan jam kerja ku lagi. Jadi Tuan tidak bisa memotong gaji ku karena jam kerja ku sudah lewat sejak pukul sepuluh malam tadi," balas Theo datar. Ia pun pergi begitu saja meninggalkan Adam yang menganga.

“Berani sekali. Belajar dari mana dia?” dengus Adam. Walaupun begitu Adam sadar sudah banyak merepotkan Theo. Kali ini ia akan meloloskan Theo karena memikirkan kinerjanya selama ini.

"Hah, padahal besok mau bertemu Starla,” gerutu Adam. Ia membuka aplikasi whatsapp dan menghubungi nomor seseorang.

“Hallo?” sapa Adam santai.

Ada yang bisa dibantu Tuan?” saut suara wanita di ujung sana.

“Bisakah kau kemari?”

Apa Tuan berniat menyewa ku lagi?”

“Jangan bercanda! Cepatlah kemari! Aku ingin segera mandi,” titah Adam.

Tanpa sepengetahuan Theo, diam-diam Adam memanggil seorang wanita bernama Soya untuk membantu hal-hal privasi seperti mandi dan menyiapkan baju.

Soya adalah mami di salah satu rumah bordil. Merupakan teman Adam sejak lama.

Waw… sudah tua begini ternyata aku masih laku juga ya,” ledek janda anak satu itu. Bagi Adam, dari pada wanita, Adam lebih menganggap Soya sebagai pembantu. Khususnya setelah tangannya patah.

“Hah! Jangan membuat emosi ku meledak. Cepatlah kemari! Kau mau uang tidak?”

Baiklah, I am coming daddy.”

Panggilan pun diakhiri. Adam memandang datar layar handphone-nya.

Soya adalah salah satu garda terdepan suksesnya bisnis Adam. Aneh bukan? Walau statusnya sebagai mami di rumah bordil namun ia memegang banyak info gelap dari berbagai kalangan. Sebelum mengenal Adam, Soya adalah broker informasi. Kini Adam sudah mengambil alih usahanya dan menjadikannya sebagai informan pribadi yang memegang kendali dunia malam.

Adam sukses bukan dari seberapa pintar otaknya. Tapi, ia juga  mengandalkan otak liciknya dengan memanfaatkan informasi yang ia dapat untuk megendalikan seseorang dan membuat perusahaannya maju. Jadi jangan heran jika Adam tahu tempat-tempat ‘kotor’.

Tidak lama Soya datang. Sejenak Adam melebarkan mulutnya tanpa sadar ketika melihat pakaian Soya yang sangat terbuka.

“Kau habis manggung di mana?” kritik Adam.

Soya berdecak dan mengabaikan kritikan itu. Ia hendak duduk di sofa sebelum pekikan Adam menghentikannya. “Stop!”

“Why?” decak Soya.

“Sofa itu harus diduduki pertama kali oleh Starla.”

“What?”

“Duduklah di sana!” titah Adam menunjuk kursi kerjanya.

“Tck! Menyebalkan!” Soya beralih, hendak mendudukan dirinya namun lagi-lagi gagal ulah Adam yang menyuruhnya untuk membukakan kancing kemejanya.

Setelah itu tidak ada yang terjadi. Adam mandi dengan bantuan Soya. Tentu saja, bukan dimandikan secara langsung. Soya hanya membantu membukakan baju Setelah itu ia menunggu Adam selesai mandi dan memakaikan baju. Selalu seperti ini sejak patah tulang. Seperti anak SD.

Karena kelelahan Adam pun ketiduran saat duduk santai di sofa yang katanya harus di duduki Starla untuk pertama kali. Soya pun bingung antara pulang dan tinggal. Akhinya ia memutuskan tinggal mengingat esok pagi pun Adam akan memanggilnya lagi untuk memakaikan baju. Sampai kesalahpahaman terjadi antara Soya dan Starla keesokan harinya.

Flashback off

^^^^^

Sepasang manik indah milik Starla menyisir seisi ruangan. Bertambah lagi informasi baru tentang Adam. Ternyata Adam menyukai warna terang dibanding gelap. Cukup anti mainstream mengingat karakternya yang cukup gelap. Padahal sebenarnya ini semua usaha Adam untuk menarik perhatian Starla.

"Apa kamu diantar penge- oh tidak! Apa kamu diantar Daniel kemari?" ucap Adam membuka pembicaraan. Ia selalu lupa dengan nama Daniel dan menyebutnya pengemis. Oh satu lagi, Adam juga enggan menyebutnya suami Starla.

"Tidak, aku berangkat menggunakan mobil sendiri."

"Hemm... jika kamu butuh jemputan aku tidak keberatan menjemput mu setiap pagi."

"Tidak perlu repot-repot. Dibanding itu, bukankah ada hal yang lebih penting?"

Adam memperhatikan lekat gestur tubuh Starla. Aneh, Adam merasa, Starla sedang gugup. Terlihat dari jemari yang terlihat tidak bisa diam sejak tadi.

"Hal penting apa?" pancing Adam.

"Tentang Habsyi Al Farezi. Kamu kan dalangnya?!" ketus Starla.

"Oh itu... don't worry Queen, aku sudah bicara baik-baik dengannya. Perusahaan mu akan tetap bekerja sama setelah kejadian ini. Kamu juga akan mendapat bantuan investasi dari ku. Clear kan?" beo Adam santai.

Terdengar hembusan nafas kasar. Setidaknya perusahaannya sudah aman. Walau masih dalam genggaman Adam.

"Ngomong-ngomong. Apa kamu luang malam ini?"

DEG!

Apa Adam akan mengambil hak perjanjiannya malam ini? Pikir Starla.

"I-itu...."

"Kenapa kamu kelihatan gusar sejak tadi?"

"S-syarat perjanjian... a-apakah bisa diganti?" bujuk Starla memelas. Matanya menatap lekat pada Adam. Seolah memancarkan pasrah teramat dalam.

Starla tidak tahu, tatapan langka itu justru membuat detak jantung Adam tidak karuan. Lagi pula syarat apa? Adam bahkan hampir lupa dengan syarat yang ia ajukan tempo lalu. Padahal itu hanya gertakan saja. Siapa yang menyangka Starla menganggapnya serius.

Mana mungkin Adam berani meniduri Starla. Ngobrol di ruangan yang sama seperti ini saja mampu membuat darahnya berdesir hebat. Jika bukan gengsinya yang teramat tinggi. Mungkin Adam sudah menyerah dan mengungkapkan cinta saat ini juga.

"Ehem.... itu urusan nanti. Lagi pula tangan ku masih seperti ini," tunjuk Adam pada lengannya yang di gips. "Dibandingkan hal itu, lebih baik kamu menjadi asisten ku dulu sampai aku sembuh. Tentu saja tanpa aturan mengikat seperti yang kamu ajukan di awal. Aku bebas menentukan kapan kamu pulang dan kemana kamu akan pergi. Sebagai gantinya, aku akan menyelamatkan perusahaan mu dari retaknya kerjasama dengan Habsyi Al Farezi. Bagaimana?"

Tidak ada tanggapan langsung. Starla diam cukup lama. Membuat Adam bertanya-tanya. Apa yang sedang dipikirkan gadis cantik ini?









Tbc

Makasih yg udah mampir baca. Dukung aku yah biar tambah semangat lagi 🤗

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang