Fight 29

34.9K 2K 20
                                    

Starla memandang heran pada penampilan Adam yang terlihat easy going. Ini manusia mau kerja atau pergi jalan-jalan. Ya, Starla tahu ini perusahaannya, kantornya dan ia berkuasa di sini. Tapi, apakah wajar bagi seorang atasan memakai kaos santai seperti di rumah?

Satu lagi hal baru yang Starla ketahui. Adam itu seseorang yang mengikuti keinginan tanpa melihat situasi dan kondisi!

“Apakah seharian kamu akan memakai baju itu?”

“Memangnya kenapa? Baju ini enak dipakai.”

“Well… all right. Terserah kamu saja,” ujar Starla pasrah.

Di pagi hari Starla sudah disuguhi keanehan Adam. Entah sejauh apa kesabaran yang ia butuhkan untuk meladeni manusia aneh ini.

“Oh ya, kemarin kamu… emh, maksud ku… kemarin Bapak belum menunjukan seluruh bagian kantor ini. Apa hari ini Bapak akan melanjutkan sesi perkenalan lingkungan kerja?” tanya Starla. Ia mendudukan diri ke sofa setelah terpantau Adam duduk terlebih dahulu.

Perihal panggilan, rasanya canggung bagi seorang bawahan memanggil ‘aku’ dan ‘kamu’ di dalam ranah pekerjaan. Terlihat tidak sopan menurut Starla. Itu sebabnya Starla memutuskan memanggil Adam dengan sebutan ‘Bapak’. Panggilan umum di kalangan bawahan dan atasan.

Namun, jalan pikiran Starla berbanding terbalik dengan Adam. Ia risih dipanggi ‘Bapak’. Seperti orangtua jompo yang kolot.

“Tolong panggil nama ku saja. Aku merasa seperti sudah tua sekali saat kamu memanggil ku ‘Bapak’. Terlebih aku tidak berminat menjadi Bapak mu. Aku lebih senang panggilan Tuan atau….”

“Sayang?” sambung Adam menggoda.

Seperti biasa, Starla memutar bola matanya. jengah. “Baiklah, akan ku panggil Tuan saja.”

“Aku akan menaikan gaji mu jika kamu memanggil ku sayang,” paksa Adam dengan senyuman tengilnya.

“Dalam mimpi mu Tuan!”

Terdengar kekehan gurih. Untuk kesekian kalinya Adam meyakinkan. Kehadiran Starla itu layaknya warna-warni di atas abu-abu milik Adam.

“Kalau begitu sepertinya aku harus tertidur dulu. Karena mimpi hanya akan terjadi jika tidur. benar kan?” sindir Adam. Mengingat pertemuan awal mereka dulu.

“Apa Tuan sudah sarapan?” alih Starla. Ia harus menjalani job desk nya yaitu memperhatikan kesehatan Adam selama perawatan patah tulang. Namun ungkapan Starla disalah artikan oleh Adam. Pipinya terlihat merona dan ia terlihat gusar bergerak sesuka hati. Seperti cacing kepanasan.

“Apa ada yang salah?” tanya Starla. Kali ini ia betulan khawatir melihat Adam yang bergerak risau. Kakinya pun tiba-tiba tidak bisa tenang.

“Ehem… bukan apa-apa. Aku sudah sarapan. Bagaimana dengan mu?” tanya Adam masih berusaha menetralkan degub jantungnya.

“Sudah,” jawab Starla to the point.

“Baguslah karena hari ini sepertinya akan berat,” ungkap Adam. Ia beranjak dari duduknya kemudian mengulurkan tangan pada Starla. “Ikutlah dengan ku.”

“Kemana?”

“Melakukan inspeksi ke perusahaan furniture,” dalih Adam. Yang sebenarnya ia hanya ingin mengajak Starla memilih meja kerja sesuai dengan seleranya sendiri.

“Baiklah,” sahut Starla sembari meraih uluran tangan Adam.

Walau setengah hati, tapi Starla tetap memenuhi titah Adam. Mengikutinya kemana pun termasuk dalam job desk nya.

Mereka ke parkiran bersama. Tepat saat di depan mobil, Starla mengulungkan tangannya. “Mana kunci mobilnya?”

“Untuk?”

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang