BRAK
"Kurang ajar!" pekik Daniel setelah menggebrak meja. Kertas dalam genggamannya sudah lecek ulah cengkraman tangannya sendiri. Seolah segala bentuk kemarahannya ia salurkan ke sana.
"Berani-beraninya mereka memalsukan aktivitas ekspor dan keluhan klien selama berbulan-bulan!"
"S*al! Bagaimana aku harus menangani hal ini?!" keluhnya frustasi sambil menjambak rambut bagian depan.
"A-apa separah itu dampaknya terhadap perusahaan kita?" saut Alarie yang sejak tadi menyaksikan kemarahan Daniel.
"Tck! Kamu diam saja! Tidak usah melakukan apapun!"
Kening Alarie berkerut. Selama ini ia haus akan pujian. Membuatnya ingin melakukan sesuatu yang luar biasa supaya mendapat kepercayaan dari Daniel. Namun, tak jarang ia gagal dan memperkeruh keadaan.
Sejatinya Alarie yang tidak mau disalahkan. Kadang ia justru berbalik menyalahkan Daniel.
"Aku hanya ingin membantu mu Niel! Apa aku terlihat tidak mampu dibanding Starla? Iya kan?! Jika di hadapan mu Starla, mungkin kamu akan bercerita panjang lebar. Aku juga tahu bisnis! Aku kuliah di jurusan yang sama dengan Starla. Tapi kamu tidak pernah mengandalkan ku!"
"Ku mohon... ku mohon... DIAM! Kamu semakin membuat ku gila!" bentak Daniel.
"Kamu membentak ku?! Kamu banyak berubah setelah menikahi Starla! Ternyata benar! Kamu sudah jatuh hati dengan jalang itu!" ucap Alarie. Air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya.
"Tolong keluar...."
"DANIEL!"
"KELUAR!"
Alarie menyorot tajam dan dalam. Air matanya sudah merembas jatuh entah kemana. Tak lama ia melangkah keluar ruangan. Meninggalkan Daniel yang tengah frustasi ulah seseorang yang berencana melengserkannya dari kursi calon Presedir.
"Sia*an!" dengusnya sembari merebahkan diri kembali ke kursi kerja. Matanya menyorot langit-langit kantor. Langit mendung menemaninya malam ini. Menambah kesan pelik dalam pikiran.
Pertemuan dengan pengusaha muda asal Dubai, Habsyi Al Farezi baru saja selesai. Awalnya Daniel positif akan mendapat tanggapan bagus dari pihak Habsyi atas kerjasama selama setahun ini. Namun, itu hanya harapan sia-sia!
Kenyatannya, Daniel justru mendapat ultimatum penalti atas kuota ekspor yang tidak memenuhi target setiap bulannya. Padahal laporan yang ia dapati sejauh ini, jumlah ekspor selalu memenuhi target. Keluhan Habsyi pun tidak sampai ke tangannya.
Jika tebakan Daniel benar. Ini pasti ulah orang itu, David Faranggis-- Paman Starla. Dia satu-satunya orang yang secara terang-terangan menentang naiknya posisi Daniel menjadi Presedir dan orang itu juga yang menjadi dalang Radit Faranggis mengalami stroke sampai meninggal.
"Sia*an!"
"Bre*gsek!"
"Argh!"
PYAR!
Sebuah asbak pecah tak berbentuk. Daniel dibuat gila. Pasalnya kerjasama ini bukanlah dalam skala kecil. Banyak investor yang menaruh harapan. Bagaimana Daniel akan memberi alasan dengan para investor itu?
Sibuk dengan pikiran kusutnya. Tiba-tiba matanya mengarah pada jendela di ujung sana. Ia menyorot pinggiran jendela, tempat di mana kaktus pemberian Starla seharusnya di sana namun kini telah hancur di tangan Alarie.
"Starla..." gumamnya lirih.
Ia meraih handphone. Jarinya membawa pada kontak whatsapp Starla. Ia berniat menelepon istrinya untuk sekedar bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lipstik Merah Starla (END)
ChickLitStarla Faranggis dan Adiputra Daniel memutuskan menikah setelah menjalin kasih selama dua tahun. Siapa yang menyangka di malam pertama Starla memergoki Daniel tengah bermain api bersama Alarie, teman terdekatnya. Kejanggalan aneh pun satu persatu...