Fight 58

28.8K 2.1K 43
                                    

Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Gadis dengan balutan cardigan itu menatap layu dengan bulir air mata menetes. Seiring tangannya bergerak membuka lembar demi lembar kertas semakin banyak genangan air mata yang timbul.

Ah, rupanya semua kebusukan Daniel dan David Faranggis terlampir lengkap di kertas ini. Bahkan kecurangan yang tidak Starla ketahui pun ada. Dan itu lebih gila serta menyakitkan.

Sepulang dari pertemuan dengan Adam. Daniel sudah menunggu di parkiran apartemen. Dengan raut putus asa. Berulang kali ia mengucap maaf perihal tindakannya memaksa Starla melayaninya.

Sejatinya Starla yang ingin balas dendam cantik. Ia tidak ingin menghancurkan rencana yang sudah dimatangkan bersama Adam untuk menghancurkan Danidl. Ia pun terpaksa memaafkannya.

Untung saja malam ini hingga dua malam ke depan Daniel berujar tidak pulang karena akan mengurusi lini bisnis di kota Depok. Menjadi peluang untuk Starla membuka dokumen yang diserahkan Adam. Tepat saat Starla menerima bantuannya.

Sorotnya kembali pada dokumen di meja. Kekehan terdengar singkat. Mengulas balik tentang perkataan Adam sebelum menyerahkan dokumen ini. Rautnya tampak khawatir. Berulang kali dia bilang untuk segera menelepon ketika Starla sudah membaca. "Ah, ternyata begitu...." gumam Starla.

"Pasti dia khawatir aku akan menangis tersedu-sedu. Yah, aku memang terkejut dengan kenyataan bahwa paman ku dalang di balik kematian Papa. Tapi aku sudah menduganya sejak lama. Daniel, Alarie, dan Paman. Mereka adalah orang-orang yang tidak bisa ku maafkan!"

Dering ponsel mengalihkan atensi Starla dari kertas kusut ulah genggaman tangannya. Buah dari amarahnya sendiri.

Ia mensahut posel di meja. Tertera nama Daniel di sana.

"Tck! Pengganggu!"

Seringai Starla membentuk. Yah, sebelum hancur apa salahnya mempermainkan hatinya sebentar? Starla akan membuat Daniel hancur di luar maupun di dalam. Lagi pula sepertinya Daniel telah menaruh hati pada Starla. Hal itu Starla sadari saat Daniel sudah jarang pulang telat lagi.

"Hallo?" sambut Starla.

"Ku pikir kamu tidak akan mengangkat telepon ku. Apa aku menganggu?"

"Menurut mu?"

"Pasti aku menggangu ya? Maaf. Starla... aku menelepon mu karena tidak bisa tidur. Aku terus kepikiran tentang mu. Kejadian malam itu aku--"

"Sudahlah Daniel. Hal itu tidak usah dibahas lagi."

"Starla. Kamu sudah memaafkan ku kan?"

"...."

"Starla?"

"Daniel, jujur aku takut melihat mu yang seperti itu. Aku harap kamu tidak mengulanginya lagi. Perihal maaf. Sudah ku maafkan. Kamu tidak perlu khawatir."

Ya, Starla butuh jaminan agar Daniel tidak melakukan tindakan pemaksaan itu lagi. Itu sebabnya Starla menanamkan kekecewaan agar Daniel sadar.

"Baiklah. Aku benar-benar khilaf malam itu. Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Starla... aku mencintai mu. Sungguh. Aku tidak ingin kehilangan mu. Seharusnya aku tidak di sini mengurusi pekerjaan. Seharusnya aku menemani mu di rumah."

Starla memutar bola matanya. Jengah! Ada ya orang tidak tahu malu seperti Daniel?! Dia baru saja melakukan kesalahan dan sekarang bersikap manja seperti tidak terjadi apa-apa.

"Hanya tiga hari Niel. Itu bukan waktu yang lama. Lagi pula aku baik-baik saja."

"Hah, sepertinya ini akan memakan waktu lebih lama," keluh Daniel.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang