Fight 43

26.3K 1.6K 31
                                    

Arloji melingkar apik di tangan Daniel. Sembari memegang kemudi, matanya tak henti menilik jarum jam yang berada di angka delapan kurang beberapa menit. Laju kendaraannya semakin dipercepat seolah tak ada lagi waktu tersisa.

Beruntung macet tidak mengganggu laju kendaraan Daniel sehingga ia datang sesuai dengan prediksi. Ya, masih ada waktu kurang lebih setengah jam untuk menghadiri reuni dengan teman-teman Starla.

Buat apa Daniel repot-repot melakukan hal ini? Bahkan ia mengemudi seperti orang dikejar rentenir untuk dapat singgah ke acara itu? Jawabannya ada dalam hatinya. Namun otaknya menolak untuk mengikuti sebab ada janji yang harus ia jaga.

Biar lebih jelas. Mari kembali beberapa tahun yang lalu. Saat dunia perkuliahan masih melekat pada keseharian mereka.

Flashback On

Saat itu Daniel bertemu Starla pertama kali di gedung Menegemen Bisnis. Kesan pertamanya saat bertemu, Starla adalah wanita cuek yang selalu duduk menyendiri di belakang.

Pada suatu mata kuliah, Daniel berkesempatan satu kelompok dengannya. Itu pun anggota yang lain banyak mengeluh karena enggan berinteraksi dengan Starla.

Pada saat itu Daniel lah yang menenangkan mereka dan Starla dengan entengnya ikut masuk ke kelompok tanpa berbicara sepatah kata pun. Di posisi ini, siapa yang tidak kesal. Anggota lain mencibir Starla secara tajam. Walau begitu, Starla masih tetap bungkam dan mengerjakan bagian tugasnya sendiri.

Mungkin saat itu semesta sedang ingin bercanda pada Daniel. Tiba-tiba di suatu café Daniel menjumpai Starla yang duduk di pojokan. Lagi-lagi sendiri dengan sajian pastry dan ice chocolate. Anehnya saat itu café sedang penuh, tidak ada tempat selain kursi di meja Starla.

Dengan berat hati Daniel menghampiri Starla. Jujur, saat itu ia gerogi setengah mati. Ia tidak tahu memulai pembicaraan dari mana. Sampai Starla menatap Daniel dengan sepasang manik hazelnya dan berkata. “Kamu kelompok ku ya?”

“Ah, I-iya….”

“Kebetulan, aku tidak seberapa mengerti dengan bagian ini. Apa kamu tahu?” Starla mengarahkan laptopnya ke hadapan Daniel. Menunggu Daniel merespon. Namun, ia justru tercengang cukup lama sampai membuat Starla membuka mulut untuk memanggilnya.

“Hei, apa kamu baik-baik saja?”

“Oh, ah… tidak. Eh, maksud ku iya. Aku baik-baik saja,” jawab Daniel gerogi. Walau cuek, tidak bisa dipungkiri kalau Starla adalah wanita yang memiliki predikat baik di kalangan dosen. Keluarganya pun bukan main-main. Tanpa harus berusaha, banyak mahasiswa yang menganggapnya sebagai queen nya jurusan Menegemen.

Bermula dari pertemuan tidak sengaja di café waktu itu. Daniel dan Starla semakin dekat. Tentu saja, kedekatan mereka bukanlah hal yang disengaja. Di setiap situasi, Daniel selalu dipertemukan lagi. Seolah langit merestui pertemuan mereka.

Tanpa sadar, Daniel membawa perasaan pada wanita cuek yang mungkin hanya akan melunak jika bersama Daniel. Karena yang Daniel lihat dan rasakan, Starla masih bersikap sama jika di hadapan orang lain. Hanya bersamanya saja Starla lebih banyak bicara. Walaupun susah sekali membuat Starla tersenyum. Namun, sekali waktu Daniel berhasil menaklukan tantangan itu.

Sampai hari di mana Daniel memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. Waktu itu di café yang sama saat mereka pertama kali berjumpa.

“S-Starla….” panggil Daniel kikuk.

“Hm?”

“Anu… apa kamu punya seseorang yang disukai?”

“Emh… ya,” jawab Starla datar. Ia fokus memainkan handphone nya yang memperlihatkan beranda instagram.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang