Fight 32

31.1K 2K 12
                                    

Brengsek!” sarkas Starla. Tatapannya nyalang ia layangkan pada Adam.

Seolah keberuntungannya sudah habis. Di tengah keributan itu Theo membuka pintu dan menyaksikan sendiri bosnya ditampar oleh asistennya sendiri.

Situasi apa ini? Theo tidak bergeming sedikit pun. salah tingkah dengan keadaan ini. ia memilih diam. sebab jika bergerak sedikit pun instingnya mengatakan gawat.

Namun, sejatinya Theo yang karakternya dibuat hanya untuk bahan pelampiasan Adam. Theo terlonjak ketika Adam menyuarakan namanya.

“Theo!”

“I-iya Tuan?”

“Sudah menemukan resto?” tanya Adam mengalihkan perhatian.

“Iya Tuan! Hanya lima menit dari sini,” sahut Theo. Jujur ia juga berusaha menormalkan keadaan seperti semula.

Starla yang mengetahui kehadiran Theo langsung melunak. Perasaan canggung dan tegang tak menggandrunginya lagi. ia memilih menyingkir ke samping dan membereskan obat-obatan Adam. Walaupun demikian perasaan kesal masih menjamahnya. Bagaimana mungkin Adam melakukan hal gila itu?! Terlebih di tempat seperti ini! Starla tahu jika dirinya sudah di bawah kendali Adam tapi untuk melakukan hal seperti itu sungguh tidak bermoral dan kekanakan!

“Ayo makan siang,” ajak Adam seperti tidak terjadi apa-apa. Ia bersikap normal kembali. benar-benar seorang player sejati!

“Humm….” dehem Starla. Ia pun harus mentralkan suasana juga.

Mereka bertiga pergi ke resto yang telah di reservasi Theo. Menyantap makan siang dengan biasa. Tidak ada yang tahu, seberapa kencang detak jantung Adam. Mati-matian ia mempertahankan wajah datarnya untuk menutupi kegugupan.

Ia gila! Ia frustasi! Bisa-bisanya ia hilang kendali karena kecemburuan kecil? Ah, ini tidak benar!

“Aku ke toilet dulu,” ungkap Adam. Punggungnya tampak menjauh dari jarak pandang dua insan yang tengah menikmati santapan.

Sepertinya Tuan tidak bisa menahan diri lagi’ batin Theo sambil mengunyah makan siangnya.

“Theo?” panggil Starla lirih.

“I-iya Nona?”

“Apa aku terlihat seperti koleksi wanita Adam?” ucap Starla setengah bergumam. Sebenarnya ia tidak yakin ingin menanyakan hal ini.

“Tidak. Nona adalah Nona. Wanita mandiri yang berpegang teguh dengan prinsipnya,” ujar Theo tulus. Senyumnya mengembang syahdu.

Starla tampak terkekeh singkat. “Kalau aku hanya pekerja biasa. Mungkin aku tidak diperbolehkan datang lagi besok,” Starla tampak menarik nafas berat. “Kamu melihatnya ‘kan? Tadi.”

“Umh… ya."

“Maaf aku lepas kendali,” sesal Starla sambil melirik telapak tangannya. Masih terasa panas, telapak tangan yang menampar Adam.

“Tidak perlu minta maaf. Jika Tuan Adam melakukan kesalahan tentu Nona harus menamparnya. Bila perlu tendang kemal*annya supaya dia jera!” sulut Theo.

“Ah… itu menurut agak berlebihan,” lirih Starla. Matanya mengarah ke objek di belakang Theo.

“Tidak apa-apa. Aku selalu mendukung Nona.  Lagi pula dia pantas mendapatkannya. Kadang aku kerepotan dengan tingkah anehnya itu….”

“Anu... Theo?”

“Ya Nona?”

“Sebaiknya kamu menghentikan ucapan mu.”

“Memangnya kenapa? Toh, Tuan Adam tidak di sini.”

“Itu… emh… sayangnya dia ada di belakang mu.”

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang