Fight 20

44.5K 2.4K 17
                                    

"Sepertinya para eksekutif sudah tahu ya?" tanya Starla.

"Humm..." kemudian Daniel tidak berkomentar apapun. Ia semakin mengeratkan pelukannya.

Di sisi lain. Starla memandang datar. Ia tidak buta. Ia juga bukan orang yang tidak memiliki kepekaan. Starla tahu, gejolak konflik internal di FG Group. Antara kubu Daniel dan kubu pamannya, David Faranggis.

Bagi Starla ia tidak memihak kedua kubu itu. Ia lah pewaris sesungguhnya. Tapi justru mereka yang saling berebut kekuasaan. Lucu sekali!

Biarlah, Starla akan membiarkan mereka saling menerkam sampai tiba waktunya Starla yang akan maju mengambil singgasananya.

"Aku ingin di sini saja. Bersama mu..." ucap Daniel merancau. Seperti bukan karakternya saja.

"Kamu akan mengabaikan kekacauan ini?"

Starla merasakan tubuhnya semakin dipeluk erat. Seakan Daniel dibuat terpaksa oleh keadaan.

Daniel mengendurkan pelukannya dan menatap sepasang manik indah milik Starla. Matanya memandang sayu. Seolah dipundaknya ada beban yang sangat besar.

"Semangat," ucap Starla sembari mengelus pucuk kepala Daniel.

Seulas senyum terpatri. Daniel meraih dua tangan Starla. Membelainya singkat kemudian menciumnya.

"Tolong hibur aku."

DEG!

Starla tersentak. Kalimat itu adalah kalimat yang sama ketika pertama kali Starla memergoki pengkhianatannya bersama Alarie di ruang tunggu pengantin.

Sekuat tenanga Starla menahan diri untuk tidak menamparnya. Senyumnya ia paksa untuk mengembang. Biar bagaimana pun Starla ada di sana. Menyaksikan aksi mesum mereka. Perempuan mana yang tidak sakit hati? Tapi, ini belum saatnya!

Tangan Starla mencakup pipi Daniel. Membelainya singkat. Perlahan wajah Starla mulai mendekat. Daniel pun mengerti dan memejamkan matanya.

Namun, alih-alih mendapat ciuman. Daniel dibuat terkejut dengan tindakan Starla setelahnya. Ia mendekap Daniel dengan hangat sambil menepuk lembut punggungnya.

"Suami ku hebat. Kita pasti bisa melewati ini," ucap Starla lembut.

Lagi-lagi senyum Daniel mengembang. Ah, rasanya ia ingin mengingkari janjinya dengan Alarie dan hidup bahagia dengan Starla.

Itu hanyalah keinginan egois yang muncul saat pikirannya tidak rasional. Mau sampai kapan pun seorang Daniel tidak bisa mengkhianati Alarie. Ia terikat olehnya. Rantai yang sangat kuat.

****************


Pukul tiga sore, Adam duduk di kursi kebesarannya. Plakat terbuat dari bahan arklik berkualitas yang bertuliskan Chief Eksekutif Officer (CEO) mentereng apik seolah bangga telah diposisikan di tempat strategis di mana orang yang melihat akan terpesona.

Sofa hitam senada dengan meja dan karpeit beludru berwarna cream yang seakan menyatu dengan warna netral itu. Jendela besar yang mengarah langsung pada pemandangan kota Jakarta tampak memukau dari lantai delapan gedung TC.

Ya, begitulah nama kantor yang dihuni lebih dari lima ratus karyawan ini. TC (Teknologi Center) adalah markas database perusahaan DIB Group. Gedung TC ini merupakan cabang ke dua dari pusatnya yang berada di Kanada.

Sejarah dibangunnya gedung ini pun sangat unik dan dicetuskan setelah Adam selesai menonton film Iron Man. Theo sempat menganga lebar ketika Adam mencetuskan hal gila. Bagaimana tidak? Untuk gedung TC cabang Indonesia saja menghabiskan 143 milyar rupiah. Belum lagi yang berada di Kanada.

Tidak heran fasilitas dan teknologi di gedung ini sangat mumpuni. Begitupun karyawannya. Ada seleksi ketat di mana HRD tidak mengutamakan hanya dari pendidikannya saja. Melainkan rekam jejak digital pun mereka sanggup melacaknya sampai bagian yang bersifat privasi.

Begitulah DIB Group. Kesempurnaan selalu mengiringi setiap langkahnya. Mencerminkan si pemilik yang juga memiliki standar tinggi.

Namun si pemilik yang katanya memiliki standar tinggi itu sedang merenung dengan jari telunjuknya mengetuk-ngetukan meja.

"Sepertinya ada yang kurang," gumamnya.

Ruangan kedap suara membuat gumaman Adam menggema dan didengar oleh Theo yang sedang berkutat dengan jadwal Adam di buku kecilnya.

"Hidup Anda sudah kelebihan. Memang apalagi yang kurang?" kritik Theo. Ia masih setia menulis janji temu untuk beberapa hari ke depan.

"Bukan itu... maksud ku ruangan ini. Bukankah gayanya terlalu monoton? Tidak ada unsur seninya sama sekali."

Theo memutar bola matanya, jengah. Hal seperti ini sudah sering ia dengar. Jika tebakan Theo benar, sehabis ini bosnya akan merenovasi ruangan lagi.

"Hah... Tuan sudah merenovasi ruangan ini sampai empat kali. Bahkan yang terakhir Tuan hampir membuat arsitektur pingsan karena harus bekerja lembur hanya untuk memenuhi selera yang Tuan inginkan. Sekarang Tuan mau model yang bagaimana lagi?"

"Yang ada seninya," jawab Adam kekeuh. Ia bahkan tak memberi nurani pada arsitektur langganannya yang hampir dibuat pingsan.

"Ruangan ini sudah berseni!"

"Tidak! Ruangan ini terlalu flat! Starla akan menganggap ku orang yang membosankan," celetuknya. Membuat Theo mendelik lebar.

"Nona Starla?" tanya Theo kebingungan. Pasalnya Adam belum mengatakan apapun tentang kehadiran Starla yang akan menjadi asistennya.

"Kamu belum tahu? Besok, Starla akan menjadi asisten ku."

"Ha? Bagaimana bisa?"

"Keren bukan?" ucap Adam membusungkan diri. Seolah ia berhasil membangun seribu candi dalam satu malam tanpa bantuan jin.

"Ya, ya, yaa...." dengus Theo. Sudah khatam dengan kesombongan Adam. "Tapi, bagaimana bisa Nona Starla tiba-tiba menjadi asisten Tuan?"

"Kecelakaan waktu itu aku buat dia bertanggung jawab dan menjadikannya asisten ku. Hanya saja, dia sedikit keras kepala. Itu sebabnya aku memanfaatkan Habsyi Al Farezi. Kebetulan FG Group kerjasama dengannya."

"Ah... pantas saja waktu itu Tuan meminta ku mengatur jadwal dengan Tuan Habsyi. Ternyata tujuannya untuk ini. Licik sekali," gumam Theo di akhir kalimat.

"Hahaha. Otak ku memang cerdas."

"Ngomong-ngomong aku melupakan pertanyaan paling mendasar. Kenapa Tuan meminta Nona Starla menjadi asisten? Bukankah kompensasi saja sudah cukup. Waktu itu Tuan juga pernah kecelakaan dan hampir mati. Dan Tuan tidak menuntut banyak pada pelaku. Tapi kenapa kasus dengan Nona Starla menjadi berbelit seperti ini?"

"Ehem...." Adam kicep, ia mendapat karma spontan atas kesombongannya tadi.

"I-itu karena... ehem... jam berapa janji temu selanjutnya?" tanya Adam mengalihkan pembicaraan.

"Hais! Dia mengalihkan pembicaraan!" gumam Theo. "Jam delapan malam dengan CEO dari Awesome Group," lanjut Theo.

"Humm... baiklah."

"Oh iya, beritahu Marie untuk merancang design baru ruangan ku. Aku mau yang banyak unsur seninya. Aku tunggu hasilnya setelah jadwal ku selesai," ucap Adam sembari melengos pergi. Ia berniat ke galeri seni untuk membeli beberapa lukisan.

Yah, walaupun Adam sendiri tidak begitu mengerti seni. Tapi, bukankah wanita suka sesuatu yang indah? Dengan dasar pikiran itulah Adam memutuskan mengubah interior ruangannya. Semua demi membuat Starla terkesan.

"Orang itu benar-benar gila!" hardik Theo ketika tubuh Adam keluar dari pintu.

"Memangnya merancang interior semudah menggambar gunung dan sawah?!"

"Hah... maafkan aku Marie, sepertinya kamu harus menelan pil pahit lagi."

Walaupun diiringi dengan ocehan, Theo tetap men-dial nomor seorang arsitektur langganan Adam, Marie Grace.






Bantu vote komen yak
Lope sekebon.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang