Fight 61

28.4K 2K 39
                                    

"Queen?"

"Halloo...."

"My Queen?"

Seulas senyum tengil terbentuk. Starla pasti akan menoleh jika ia panggil begini, "Calon istri ku...."

"Siapa yang kamu panggil calon istri?!"

Tuh kan? batin Adam seraya tersenyum dengan indahnya.

"Habis dipanggil tidak menoleh. Queen sedang memikirkan apa?"

Helaan nafas terdengar berat hingga pundak indah itu tampak bergerak sedikit. "Bukan apa-apa."

Suasana ramai restoran di kala makan siang tak menyurutkan kepekaan Adam sama sekali. Ia yakin suatu hal yang berat tengah melayang-layang di pikiran Starla. Membuatnya ikut risau saat gadis itu berulang kali mengerutkan kening seraya melamun. Bukan hanya di waktu ini. Tapi sejak pagi pun Starla melakukan hal yang sama.

"Queen, nanti sore temani aku ke suatu tempat," ujar Adam yang dianggukkan Starla.

Adam tidak bisa memaksa Starla buka suara walaupun ia yakin sekali gadis itu tengah memikirkan sesuatu. Perihal kejadian viral dirinya dengan Alarie di café waktu itu pun Starla tidak cerita apa-apa ke Adam. Padahal Adam berharap sekali Starla membagi keluh kesahnya.

Yah, mungkin gadis mandiri di depannya ini belum terbiasa. Terlebih dia Starla, gadis keras kepala yang jika sudah berprinsip susah digoyahkan. Adam harus melakukan pendekatan lebih halus lagi.

Itu sebabnya Adam bermaksud mengajak Starla ke suatu tempat. Dan di sini lah tempat tenang yang dimaksud Adam. Bukan tempat yang sangat jauh hingga menghabiskan waktu berjam-jam atau pun sebuah tempat terkenal. Adam membawa Starla ke landasan helipad miliknya yang berada paling atas gedung TC.

"Waw, aku tahu kamu tajir. Tapi aku tidak menyangka kamu sampai punya helikopter lengkap dengan landasannya. Papa saja berpikir dua kali untuk memilikinya karena untuk mengantongi surat izinnya saja mahal sekali," singgung Starla.

"Hehe, pertama aku perlu menjelaskan satu hal. Aku mengajak mu ke sini bukan untuk pamer kekayaan. Tanpa ditunjukkan, wajah ku saja memancarkan aura uang. Jadi jangan memuji ku seperti itu. Nanti aku semakin gila kerja."

"Cih, katanya tidak mau sombong. Sendirinya tidak berkaca dulu. Aura uang? Hah, apa itu?!" gumam Starla.

"Hehe, aku bercanda Queen," Adam meraih besi pembatas helipad. Menengadahkan kepala seraya menghirup aroma sejuk sore hari. "Menurut mu bagaimana? Tempat ini."

"Yah, lumayan. Ternyata ada gunanya kamu membuat helipad selain untuk kesombongan tidak berguna mu," celetuk Starla. Pemandangan kota di depannya sungguh menakjubkan. Langit orange dengan bulan malu-malu bersinar. Bintang senja sudah eksis menampakkan indahnya di atas sana.

"Hei, aku kan sudah bilang tadi hanya bercanda. Jangan dibuat seri-"

"Hihi, ah, aku paling suka melihat mu protes seperti ini."

Binar mata Adam menunjukkan sinarnya. Segaris senyum tampak pada wajah bak pahatan seniman professional itu. "Cih! Curang!"

"Curang kenapa?"

"Aku harus kesal lebih dulu untuk membuat mu tersenyum. Tidak bisakah kita tersenyum bersama?"

Jemari Starla menggapai besi pembatas. Menyamai posisinya dengan Adam. "Kita lihat nanti," ujarnya seraya memandangi langit senja.

"Baiklah, aku akan menunggu."

Spontan Starla menoleh. laki-laki ini telah mengungkapkan perasaannya pada Starla. Sejujurnya Starla pikir itu hanya bentuk candaan. Biasalah! Sejak dulu Adam selalu membuat Starla naik pitam dengan berbagai cara. Tapi, setelah berpikir mendalam. Buat apa Adam merendahkan harga dirinya begini? Bahkan menawarkan diri untuk dimanfaatkan.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang