Fight 49

25.9K 1.4K 12
                                    

"T-tidak apa-apa kok," dusta Alarie. Ia tidak ingin merepotkan seseorang.

"Jam kuliah masih lama. Kalau sakit perut aku punya-"

"Aku tidak apa-apa! Jangan mengurusi ku!" tekan Alarie.

"O-oke...."

Kening Alarie mengerut semakin dalam. Bukannya Alarie sombong. Ia hanya tidak ingin terlihat menyedihkan jika laki-laki di sampingnya tahu kalau Alarie sakit perut karena belum makan.

Terlebih Alarie tahu dia, Adipati Daniel. Mahasiswa aktif yang selalu diprioritaskan dosen. Berbeda dengan Alarie yang tampak suram. Ia semakin terlihat menyedihkan.

Jam telah usai, Alarie adalah mahasiswa terakhir yang keluar ruangan. Keringat dingin mengucur di pelipis. Wajahnya pucat. Padangannya semakin memburam dengan objek seolah berputar.

Walau dengan kondisi demikian Alarie harus bangkit. Kelasnya hari ini telah usai. Ia harus istirahat di kosan sebelum dirinya pingsan.

Perlahan Alarie melewati gedung. Kakinya gemetar hebat. Ia sempat duduk sejenak. Tidak bisa begini! Alarie harus makan sesuatu. Ia merogoh saku dan tas. Berharap ada sepeser uang yang tersisa.

Matanya memunculkan sedikit binar saat menemukan uang lima ribu. Ia segera ke kantin untuk membeli sesuatu. Namun Seribu sayang, tenaganya habis tepat di ambang area kantin. Ia jatuh pingsan dan tidak sengaja menimpa orang lewat. Kesadarannya perlahan menghilang. Satu hal yang ia tahu sebelum menutup mata. Orang yang ia timpa adalah Starla Faranggis. Ah, sial! Alarie berurusan dengan orang famous!

"Nenek...." gumam Alarie ketika kesadarannya mulai kembali.

"Maaf, tapi aku bukan Nenek mu," ujar suara wanita. Nada bicaranya terdengar sopan dan elegan. Ah, hanya satu yang memiliki ciri khas seperti ini! Alarie langsung membuka matanya. "M-maaf... a-aku...."

"Sudahlah, aku tidak perlu mendengar maaf mu hanya karena kamu menyebut ku Nenek," sahut Starla datar. Julukan queen memang pantas untuknya. Sejenak Alarie paham kenapa ia disebut Queen. Pembawaannya berkelas dan bermartabat.

"Bagaimana kondisi mu?" sambung Starla.

"Ku pikir aku sudah baik-baik saja."

"Hemm, begitu. Baiklah, penjaga ruang kesehatan bilang kalau kamu tidak boleh pulang sebelum infuse ini habis. Karena kamu kekurangan banyak cairan. Dan juga ini...." Starla menyerahkan plastik obat. "Minumlah obat ini sampai habis. Itu akan membantu meredakan asam lambung."

"Humm... te-terimakasih."

"Starla...." panggil sesorang dari ujung sana.

"Apa dia sudah bangun?" sambung Daniel yang tidak memperhatikan sekitar.

"Lihatlah sendiri," ucap Starla datar.

"Oh sudah bangun rupanya. Sudah ku duga kamu akan pingsan. Saat di kelas tadi wajah mu sangat pucat."

"M-maaf...." ucap Alarie menyesal.

"Starla, apa urusan mu dengan Pak Redy sudah selesai?" tanya Daniel.

"Humm...."

"Baiklah, ayo pulang. Kita antar dia dulu,"
tunjuk Daniel.

"Eh, aku tidak usah. Lagi pula, kata Starla aku masih harus di sini sampai infusnya habis," ujar Alarie.

"Oh begitu, baiklah. Kalau begitu kita duluan ya. Get Well Soon!" lontar Daniel cerah.

Mereka pergi. Alarie memandang sendu pada punggung mereka yang semakin mengecil. Senangnya punya seseorang yang menemani. Batinnya. Ia kembali sendiri hanya berteman dengan detak jam dan suasana sepi.

Seperti mukjizat, setelah kejaidan itu seolah semesta memberi jalan terang untuk Alarie. dengan pembawaan humble Daniel, perlahan Alarie ditarik masuk ke circle pertemanannya. Entah apa yang ada dalam benak Daniel saatitu. Namun, di satu waktu Alarie pernah bertanya alasan terus memperlibatkannya. Daniel berujar bahwa Alarie mirip dengan sahabatnya ketika SMA dulu.

Dengan alasan itu, Daniel dan Alarie dekat. tidak menutup kemungkinan Starla yang saat itu sedang di dekati Daniel pun menjadi terlibat dengan Alarie. Mereka seperti tiga kupu-kupu yang sedang terbang gembira di atas taman bunga.

"Aku dengar isu dari banyak mulut. Katanya kamu ditolak Starla ya?" ucap Alarie blak-blakan.

Sudah menjadi rahasia umum kalau Daniel sedang mendekati Starla. Dan akhir-akhir ini mereka tampak canggung. Hal itu jelas menimbulkan pertanyaan besar. Dan Alarie mengonfirmasi langsung karena kebetulan ia sudah dekat dengan Daniel. Hubungan mereka pun layaknya sahabat yang saling berkeluh kesah masalah tugas kuliah.

"Enak saja! Aku hanya sedang menjaga jarak," cetus Daniel.

"Menjaga jarak?"

"Ya, emh...." Daniel tampak ragu, ia menggaruk tengkuk belakangnya. "Sebenarnya aku sudah menembak Starla tempo lalu. Sebelum kejadian kamu pingsan waktu itu."

"Serius?"

"Humm... tapi, Starla minta waktu 10 hari sebelum menjawab. Aku benar-benar gila menunggu. Rasanya setiap hari terasa satu tahun," ungkap Daniel berlebihan.

"Lebay!" ketus Alarie memandang datar.

"Hehe, yah, aku tidak mengharap lebih karena dia itu kan Starla. Banyak laki-laki yang mengaguminya. Tapi sejauh ini tidak ada yang menarik minatnya. Hah! Aku mulai pesimis."

"Tenang lah, wanita itu tidak menilai seseorang dari seberapa layaknya dia. Tapi dari rasa nyaman ketika bersama. Sejauh ini kalian terlihat akrab. Starla juga tidak pernah akrab dengan laki-laki lain selain kamu. Yang penting optimis!"

"Hehe, oke. Kamu memang mirip dengan sahabat SMA ku, tidak hanya wajah tapi sifatnya juga," cengirnya.

"A-apaan sih!" dengus Alarie memerah.

"Oh ya, aku sampai lupa! Aku mengajak mu ke café kan untuk menunjukkan ini," Daniel menunjukkan picture lowongan kerja part time yang diposting di facebuk.

"Bagaimana? Tertarik?" sambung Daniel.

"Coba ku lihat," Alarie meraih handphone Daniel. ia sengaja menunduk untuk menutupi rona merah wajahnya.

Padahal bisa di kirim melalui Whatsapp tapi Daniel justru repot-repot minta ketemuan. Alarie tidak munafik, Daniel adalah tipe idealnya. Tapi hal itu segera ia urungka karena ada Starla yang menjadi rivalnya. Demi apapun selain tidak mampu menyamai level Starla, Alarie pun bukan tipe orang yang akan mengkhianati teman berharga hanya untuk laki-laki. Sehingga ia memutuskan untuk mengubur rapat-rapat perasaannya.

"Sepertinya menarik," ungkap Alarie.

"Iya kan? Gajinya juga lumayan."

Semenjak berteman dengan mereka. Alarie mulai membuka diri tentang bagaimana kondisinya dan alur hidupnya hingga berakhir sampai titik ini. mereka pun bersimpati dan secara berkala menawarkan kerja part time. Dengan itu Alarie bisa hidup lagi.

Sayangnya, tidak semua pekerjaan itu berbuah manis. Alarie harus menelan pil pahit ketika menyadari pekerjaan yang ditawari Daniel adalah pekerjaan yang berhubungan dengan bar malam. Alarie hanya mengantarkan minuman ke kamar atau ke meja.

Jujur saja, Alarie tidak ingin berkerja di ranah seperti itu lagi semenjak kenangan pahit saat SMA dulu. Ya, saat usianya belia, Alarie pernah menginjakkan kaki di tempat haram seperti ini lantaran saat itu ia dijahili oleh cucu Nenek Ina yang seusia dengannya.

Trauma? Ya jelas Alarie trauma karena saat itu ia hampir diperk*sa oleh salah satu pelanggan. Masalah itu berakhir dengan Nenek Ina yang menegur cucunya berkat Alarie yang angkat bicara.

Lalu sekarang, apesnya Alarie justru masuk ke tempat ini lagi. namun dengan situasi yang berbeda.

Mencoba keberuntungan, Alarie memilih bertahan. Mungkin saat itu ia masih terlalu polos tapi berbeda dengan sekarang. Ia tidak mau membuat Daniel merasa bersalah karena Alarie yakin Daniel pun tidak tahu menahu tentang penipuan lowongan kerja itu.








Tbc

Masih suasana flashback ya.

Emang agak pance kisah Alarie ini. Gimana ya...

Kadang orang jahat itu tercipta dari pengalaman buruk atau keadaan yg memaksanya.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang