Fight 42

28.8K 1.8K 82
                                    

Gedung menjulang bergaya klasik tengah berhadapan dengan Starla. Karya seni patung dengan keindahan pola dan sentuhan sang pembuat mentereng di berbagai sudut. Kuda jantan dengan helai rambut berkibar menjadi simbol hotel mewah yang digadang sebagai termahal di Indonesia.

Starla memasuki gedung bertingkat yang seolah tidak ada bagian gelap setiap incinya. Karena lampu penerangan melengkapi hotel Horizon Ritz dengan sangat mendetil.

Ini adalah ketiga kali Starla memasuki hotel ini. Yang pertama ketika keluarga Faranggis dan Adamson memutuskan untuk bekerjasama di usia Starla yang masih sangat muda. Kedua saat Starla melangsungkan pernikahan dengan Daniel dan ini yang terakhir.

Kalau diingat-ingat hotel ini meninggalkan kesan buruk untuk Starla. Bagaimana tidak? Kerjasama dengan keluarga Adamson dan pernikahan dengan Daniel adalah awal mula penderitaannya dimulai. Semoga reuni ini tidak akan melengkapi penderitaan Starla yang sudah-sudah.

"Maaf, bisa perlihatkan undangannya?" ucap pelayan hotel.

Starla memperlihatkan undangan yang disebar oleh Fanya. Pelayan itu mengarahkan Starla untuk scan barcode ke alat yang tersedia.

"Selamat datang Nyonya Starla. Apa ada benda yang ingin dititipkan?"

"Tidak ada."

"Baiklah kalau begitu silahkan ikuti pelayan di sana dan selamat menikmati acara reuni."

"Oke, terimakasih."

Starla dibawa ke sebuah pintu besar. Walau ingatannya agak kabur, tapi Starla ingat kalau pintu ini mengarah ke ruang ballroom tempat di mana ia melangsungka pernikahan tempo lalu.

"Emh maaf, bukankah acara reuni di meeting room?"

"Sebelumnya memang seperti itu Nyonya. Tapi, karena meeting room digunakan untuk rapat internal hari ini jadi acara Nyonya akan dialihkan ke ballroom. Tentu saja kami sudah mengkordinasikan dengan salah satu panitia reuni."

"Hemm, begitu."

"Untuk biayanya? Apa ada tambahan?" sambung Starla.

"Tidak ada Nyonya. Kami akan melayani dengan senang hati."

"Baiklah," ucap Starla. Hal seperti ini sering terjadi di kesehariannya. Starla tidak begitu terkejut tapi Starla merasa ada yang aneh. Kenapa Adam tidak memberitahunya terlebih dahulu dan justru merundingkannya dengan salah satu panitia? Padahal yang minta izin ke dia kan Starla.

Entahlah, orang itu susah sekali ditebak. Starla memasuki area ballroom. Wangi khas yang sama ketika acara pernikahan berlangsung. Candeliar megah menjadi pusat perhatian di tengah ruangan. Meja dan kursi dibalut kain putih dengan renda warna cream.

Sama halnya ketika hari pernikahan. semua mata tertuju pada starla ketika pintu ini terbuka. Hanya saja kini Starla datang seorang diri tanpa pendamping.

"Hai. Terimakasih sudah datang," sapa Deon.

"Humm, apa sudah datang semua? Kelihatannya sudah ramai."

"Ya, kamu yang terakhir."

"Oh, sorry. Seharusnya aku datang lebih awal karena aku panitia."

"Santai saja, kamu sudah memperjuangkan untuk bisa menempati hotel ini saja sudah bantuan yang sangat besar."

Starla hanya tersenyum tipis. Ia menyisir ke kerumunan orang yang tampak asik mengobrol. Mencari seseorang yang ingin ia temui, Shia.

"Kamu mencarinya?" sahut Deon. Seolah ia mengerti isi hati Starla lewat gelagatnya.

"Oh... emh, ya."

"Dia sedang keluar sebentar. Katanya mau menjemput pasangannya."

"Pasangan?" sahut Starla terkejut.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang