Fight 39

27.4K 1.8K 13
                                    

"Baiklah, kita sudah menentukan tempat dan waktunya. Malam minggu jam 07:00 sampai 09:15 di Hotel Horizon Ritz. Kita akan menginformasikannya besok di grup. Ada beberapa anak yang belum masuk ke grup reuni. Tolong bantu cari nomor tiga anak ini ya?” pinta Deon.

“Oke Kapten,” sahut Fanya.

“Oke,” sahut Rasta. Sedangkan Starla hanya mengangguk. Ia masih kepikiran bagaimana bilang ke Adam. Sedangkan hubungannya masih belum baik berkat kejadian malam itu.

“Oh ya, sebagai tambahan. Kalian bebas membawa siapa pun. Kuotanya terbatas tiga orang dalam satu undangan,” tambah Deon. Ia memaklumi beberapa teman yang sudah berkeluarga dan punya anak.

Setelah mengangguk paham mereka satu persatu pergi. Dimulai dari Fanya yang izin menjemput anaknya dilanjutkan Rasta yang pamit tanpa alasan. Ia hanya pergi begitu saja.

Tinggal Deon dan Starla. Saat hendak berdiri, tiba-tiba Deon mencegah Starla.

“Bisa bicara sebentar?” pinta Deon.

Starla melirik jam tangan. Sebenarnya itu hanya gimik saja. Ia ingin memberitahu Deon kalau ia tidak memiliki banyak waktu.

“Baiklah,” ucap Starla kemudian duduk kembali.

“Ah, sepertinya kamu tidak punya banyak waktu,” ucap Deon basa-basi.

“Yah, begitulah.”

“Baiklah langsung saja. Starla….” panggil Deon, tatapan mereka beradu. Saling memikirkan respon apa yang akan keluar setelahnya.

“Aku… minta maaf,” sambung Deon lirih.

Bisingnya suara café ditambah hilir mudik kendaraan yang lewat di luar sana tidak menyurutkan indra pendengaran Starla sama sekali. Dalam kondisi ini, respon apa yang harus Starla tunjukkan?

Kalau dipikir-pikir, laki-laki ini lah yang membuat hubungannya dengan Shia jadi retak. Jika dia tidak mengungkapkan perasaannya mungkin saat itu Starla tidak kebingungan. Di satu sisi ia menghargai Shia yang menyukai Deon. Sisi yang lainnya ia juga menghargai perasaan Deon. Itu sebabnya Starla mengambil jalan tengah yaitu tidak menjawab apapun. Ternyata hal itu justru membuka petaka lain.

Tapi, ya sudahlah. Lagi pula itu masa lalu. Sekarang Starla punya kehidupan sendiri. tentu saja dibumbui konflik dan sandiwara.

“Sudahlah, aku tidak memikirkan itu lagi,” lontar Starla.

“Syukurlah, aku benar-benar merasa bersalah pada mu dan juga Shia. Kalian sangat akrab. Aku terkejut saat Shia memutuskan pergi ke luar negeri.”

“Itu sudah keputusannya. Aku tidak bisa mencegah,” hanya itu yang dapat Starla ungkapkan.

“Semoga kalian bisa bertemu di reuni ini.”

“Humm… terimakasih.”

Setelah berpamitan, Starla segera beranjak dari kursi. Sedangkan Deon masih di tempat yang sama. Diam-diam matanya terus mengawasi punggung Starla yang kian menjauh. Senyumnya mengembang tipis. Dia adalah wanita sama yang namanya selalu disebut dalam doa sejak dulu. Sampai detik ini pun Deon masih mengharapkan Starla.

“Starla, setidaknya aku ingin melihat mu bahagia bersama pasangan mu,” gumamnya sebelum beranjak.

****************


Sepanjang perjalanan Starla memijit keningnya sambil memegang kemudi. Jalanan siang tampak macet perkara even yang diadakan di alun-alun kota. Membeludaknya pengunjung membuat parkiran yang disediakan tidak cukup. Pengunjung pun mulai parkir sembarangan sampai memakan ruas jalan.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang