Fight 37

29.8K 2.1K 17
                                    

Starla menoleh jam nya. Sudah pukul 10;35 menit. Sepertinya ini waktu yang pas untuk pulang. Dengan ini Starla bisa menghindari Daniel dan punya alasan untuk langsung tidur.

"Aku mau pulang," ujar Starla sembari turun dari undakan Gazebo.

"Memang sudah malam ya?"

"Sudah jam 10:55."

"Hemm.... Tidak bisa lebih malam lagi?"

"Ha?"

"Jam mu mungkin salah. Lihatlah, bulannya masih berada di tempat yang sama sejak tadi," dalih Adam. Aslinya ia enggan melepas Starla pulang.

"Bulan selalu bergerak mengikuti mata kita memandang. Sudahlah, aku tidak ingin membahas teori alam dengan mu. Aku mau pulang," tekan Starla.

"Hei, hei, hei. tunggu!" cegah Adam cepat.

"Kenapa?"

"Kamu tega meninggalkan orang cidera sendirian?" lontar Adam dengan wajah memelas.

"Ah, aku baru ingat. Bagaiaman cara mu kesini sedangkan tangan mu sedang terluka?"

"Aku naik Ojek Online," dusta Adam.

"Theo?"

"Kalau tidak ada lembur sudah dipastikan dia tidur sampai lupa dunia," dumal Adam. Ia melayangkan senyum tengilnya dengan tatapan mengharap. "Kamu bawa mobil kan? Bagaimana kalau mengantar ku sebentar? Tidak jauh kok, mungkin lima menit sampai."
Bola mata Starla menyamping. Itu kan lokasi kantor.

"Kamu tidur di kantor?" tebak Starla.

"Humm... lantai 21. Ada penthouse di sana. Mau mampir?" seyum Adam nakal. "Aku pastikan kamu akan mendapat pemandangan indah di sana."

"Tidak, terimaksih! Lebih baik aku melihat pemandangan lewat video jika orang seperti mu yang mengajak ku!"

"Jahatnya...." Adam bangkit dari duduk. Berhadapan dengan Starla dan kembali melemparkan tatapan melas. "Antarkan aku. Ya?"

Sekilas Starla melirik tangan Adam. Rasa iba itu tiba-tiba muncul begitu saja. Meluluhkan hati Starla.

"Baiklah!" ucap Starla. Ia mendahului Adam. Sedangkan laki-laki itu justru terlihat mengepalkan tangan sambil bergumam. "Yes!"

Mereka membelah kendaraan malam bersama dengan Starla yang duduk di kursi kemudi. Sepanjang perjalanan Starla dibuat risih sebab Adam yang terus menatapnya. Bukannya Starla ke-geer-an. Melihat karakter Adam yang seperti itu membuat Starla yakin bahwa sejak tadi ia mencuri lirik.

"Sudah sampai," ucap Starla. Gedung yang memliki 21 lantai mentereng dengan gagahnya di depan mereka.

"Humm. Sayang sekali. Padahal aku ingin menunjukkan pemandangan kota Jakarta dari Penthouse ku. Yah, mungkin lain kali," ucap Adam bergumam di akhir kalimat.

Tentu saja, gumaman Adam didengar oleh Starla dan ditangkap berbeda oleh otaknya. Bagaimana tidak? Di sisi Starla, Adam itu seperti hutang berjalan. Selagi perjanjian ini belum lunas Starla akan merasa terbebani terus. Apalagi sayarat untuk memenuhi janji itu adalah tubuhnya. Starla seperti disindir setiap waktu.

Sedangkan di sisi Adam, ia tak ada maksud membahas perjanjian itu. Itu murni keluar dari mulutnya tanpa memikirkan kea rah sana.

Di antara mereka selalu terjadi mis komunikasi yang mana membuat keduanya saling salah paham. Namun, satu hal yang pasti. Bagi Starla janji itu harus ditepati. Suatu hari, jka Adam meminta hak perjanjiannya. Dengan berat hati Starla akan memenuhi kewajibannya.

"Humm, lain kali saja," ucap Starla layu.

Kening Adam mengernyit. Dalam benaknya bertanya-tanya. Sekarang apalagi yang membuat gadis ini murung? Adam benar-benar tidak bisa menilai Starla dengan baik.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang