Fight 30

36.5K 2.1K 23
                                    

Mereka berkeliling departemen store. Orang-orang menyambut kedatangan mereka dengan ramah. Tentu saja sebelum datang Theo mengarahkan terlebih dahulu agar pelayanan dimaksimalkan atas perintah Adam.

Sesekali fokus Starla teralihkan oleh furniture rumah yang menurutnya bagus dan unik. Starla menyukai gaya klasik. Muncul keinginan untuk membeli namun ia urungkan mengingat ia sudah memiliki semuanya di rumah.

Walau memegang black card pribadi. Starla tidak pernah mengeluarkan uang untuk berfoya-foya. Semua ada waktu dan kapasitasnya. Ia tipe wanita yang tidak mudah tergoda dengan barang-barang baru. Ya itu kenyataannya. Tapi untuk makanan, Starla tidak bisa menahannya. Mau semahal apapun akan ia beli demi memuaskan rasa penasarannya.

Pernah ia rela terbang ke mexiko untuk membeli churros fluffy yang viral di media sosial. Hanya untuk menikmati makanan itu.

Sederhana untuk menaklukan hati Starla. Daniel pun tahu kelemahan itu dan memanfaatkannya dulu. Tapi bagi Adam yang belum tahu apapun tentang Starla. Ia cukup menilai tinggi kehadirannya. Membuat Adam tersesat dengan jalan pikirnya sendiri. Contohnya seperti saat ini. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk meja kerja Starla.

"Hei...." panggil Adam.

Spontan Theo dan Starla menoleh. Ya wajar sih karena Adam tidak memanggil nama. Theo pun sudah biasa dipanggil 'hei' oleh Adam.

"Bukan kamu!" ujar Adam menatap Theo. Ia beralih ke Starla. "Selagi di sini. Pilihlah meja kerja yang kamu suka. Aku lupa membelinya kemarin."

"Bukannya sudah ada?" celetuk Starla.

"Ha?" saut bingung dua pria mapan itu.

"Iya kan sudah ada. Di samping meja kerja Theo," jelas Starla.

Kemarin saat Adam secara singkat membawa Starla berkeliling kantor. Ia juga menunjukan meja kerja Theo. Tepatnya berada di depan ruangan Adam. Lalu di sampingnya ada kursi kecil yang sebenarnya itu iseng Theo taruh karena tidak mau menaruh tasnya di laci. Kursi itu lah yang dimaksud Starla. Benar-benar pemikiran yang simple.

Dua pria itu saling memandang penuh tanya. Hanya saat-saat seperti ini lah mereka kompak.

"Ahahah... Nona, itu kursi saya. Bukan kursi Nona. Kursi Nona itu seharusnya ada di dalam bersama dengan Tuan Adam," ucap Theo canggung.

"Kenapa harus di dalam? Bukannya hal itu akan menimbulkan tanda tanya besar? Aku sudah menikah. Mau tidak mau isu miring akan tersebar jika posisi ku hanya berdua dengan Tuan Adam. Seharusnya Tuan memikirkan itu," kecam Starla. Bagaimana pun juga citranya tidak boleh jelek. Apalagi Starla paham kengerian lambe wanita yang sudah berkoar-koar tanpa kenal landasan.

"Ah itu...."

"Aku memang berniat menimbulkan isu miring. Supaya kamu dan pengemis itu bercerai!" potong Adam. Theo pun tak elak tercengang.

Starla terdiam. Menatap dua manik Adam yang melekat dengan keseriusan. Benarkah Adam menginginkan hal itu? Tapi kenapa? Selain perusahaannya, apa dia juga ingin memonopoli Starla sepenuhnya? Baj*ngan!

"Ini masih terlalu pagi untuk membahas hal berat seperti itu Tuan!" ketus Starla.

"Meja mu tetap di dalam. Tidak ada sanggahan!" ucap Adam bertekad. Ia kemudian berjalan kembali.

"N-Nona?" sahut Theo canggung.

"Apa dia selalu bersikap dominan seperti ini sepanjang waktu?" gumam Starla sembari menatap punggung Adam tajam.

"Ya... begitulah."

"Ku harap dia akan sadar suatu saat nanti!"

Starla kembali melangkah. Mengejar sosok Adam di depan sana. Bagaimana pun juga pria angkuh itu adalah atasannya. Ia harus menurut.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang