Fight 40

33.2K 1.9K 9
                                    

Bunga asoka tampak basah ulah embun pagi yang cukup tebal. Sinar matahari menerobos masuk ke celah kabut. Memusnahkan sang embun yang menyelimuti kota Jakarta pagi ini.

Teh hangat tersaji di atas meja dengan taplak rajut aesthetic. Kursi dan meja set putih melengkapi suasana pagi di pekarangan belakang. Hijau sejauh mata memandang. Di ujung sana tampak sekat beton yang membatasi pekarangan belakang rumah utama keluarga Adamson.

Taman seluas lapangan bola ini tampak asri dengan beberapa pohon dan tanaman yang terawat. Kebun bunga pun turut andil menghiasi beberapa bagian dari halaman rumah Adamson.

“Sayang?” saut suara baritone.

“Hm?”

“Kenapa senyum-senyum sendiri dari tadi?” kening Fernand mengerut bersamaan sifat posesifnya kambuh.

“Memang tidak boleh?” timpal Sayu masih fokus ke handphone.

“Bukannya tidak boleh. Mama chat sama siapa?” selidik Fernand. Walau sudah berumur, sifat cemburunya masih kental dan sepertinya hal itu diturunkan langsung ke Adam.

“Sama calon mantu,” celetuk Sayu.

“Starla?”

“Humm….”

“Mama dapat nomornya dari siapa? Adam?” interogasi Fernand. Baginya sesuatu yang menyangkut Sayu harus ia ketahui secara menyeluruh.

“Bukan, Starla yang menghubungi duluan. Sepertinya dia dapat dari buku tamu pernikahan waktu itu,” tutur Sayu sembari menyesap teh hangat.

“Hah, Sudah ku bilang berapa kali. Jangan mencantumkan nomor pribadi ke sembarang orang. Mama ‘kan punya nomor cadangan. Gunakan nomor itu saja,” dengus Fernand.

“Aku tidak hafal,” celetuk Sayu santai.

Berbanding terbalik dengan Sayu yang terlampau santai. Fernand itu tipe laki-laki posesif yang akan marah sejadi-jadinya hanya karena Sayu terkena cipratan kuah soto. Kisah mereka pun cukup rumit dulu. Tentang bagaimana Fernand menggadaikan kewarasannya demi menjaga Sayu agar tetap hidup.

Ya, perjuangan mereka tidak lah mudah. Itu sebabnya Fernand menjadi posesif. Bahkan ia berikrar tidak akan pernah membuat Sayu merasakan sakit.

Lalu bagaimana dengan proses kelahiran Adam? Ah, itu akan menjadi cerita dramatis terselip kekonyolan. Karena pada waktu itu Fernand hampir terkena serangan jantung ketika menemani Sayu melahirkan. Dan dengan alibi itu Fernand bertekad untuk tidak menambah anak lagi. Cukup satu saja! Tidak ada yang ke dua atau ketiga. Karena Fernand tidak mau melihat Sayu menderita karena melahirkan.

“Berjanjilah lain kali jangan diulangi. Nomor pribadi mu sangat krusial. Hanya kita bertiga saja yang tahu,” tutur Fernand posesif.

“Sekarang berempat dengan Starla,” celetuk Sayu.

“Hah! Terserah Mama saja!”

“Memang dia chat apa sampai Mama tersenyum seperti itu?” sambung Fernand penasaran.

“Coba lihat. Bukan kah mereka menggemaskan?” tunjuk Sayu. Ia mengarahkan layar handphone ke Fernand. Sebuah chat dengan dua profil menjadi sorotan.

Di baris pertama ada nomor Starla dan baris kedua ada nomor Adam. keduanya sama-sama membahas tentang reuni. Starla yang membahas perihal izin penyewaan meeting room lalu Adam yang membahas respon ketika Starla meminta izin kepadanya.

Sayu seperti menjadi pengamat di antara mereka. Kurang lebih Sayu tahu apa yang terjadi kemarin malam dari Adam. Ia pun kebingungan harus bereaksi bagaiaman di depan Starla.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang