Fight 69

28.8K 2K 70
                                    

Detak jam bergaung mengisi ruangan. Dua insan yang tengah dilanda diam dengan pikiran absurt masing-masing memilih tak bersuara. Salah satu dari mereka terus memperhatikan tempat terjadinya perkara.

Satu jam yang lalu. Theo datang atas perintah Adam. Seperti biasa, Ia segera mengurusi kekacauan yang sudah bosnya perbuat.

Jujur saja, perkara ini bukanlah perkara yang sulit diatasi. Percayalah! Theo pernah menyelesaikan masalah yang lebih rumit dari menghilanglan nyawa seseorang. Dan benar saja, saat Theo datang. Wajahnya tampak biasa melihat darah berceceran.

Baik Adam maupun Theo tak ada yang memikirkan secara mendalam tentang peristiwa ini.

Seorang Adam takut dengan hukum?

Oh ayolah, hukum di sini saja bisa dibeli. Itu adalah realita yang sengaja ditutup-tutupi kalangan atas. Ya! That's right! Hukum hanya berlaku untuk kalangan menengah ke bawah.

Namun pikiran seperti itu tak berlaku untuk orang lurus seperti Starla. Itu sebab kenapa sejak tadi ia masih memasang raut khawatir walau berkali-kali Adam memberitahu bahwa semua akak baik-baik saja.

Melihat raut khawatir Starla membuat Adam risih. Ia hendak menenangkan Starla dengan menggenggam tangannya. Namun seribu sayang! Starla reflek menghindar. Membuat Adam tercengang dan mencetuskan hal yang selama ini ia takuti.

Ya! Adam takut Starla menyimpan trauma terhadap laki-laki!

Setelah disakiti secara mental. Harus memendam sendirian. Dan kini bajingan itu telah menyakiti fisik wanita ini.

"Ma-maaf. Aku...."

Adam tersenyum simpul. Ia tidak boleh menambah pelik suasana gadis ini. "Tidak apa Queen...."

"Apa Daniel baik-baik saja?" gumam Starla.

"Aku tidak memukulnya sekuat itu sampai membuatnya mati. Queen tidak perlu khawatir. Kalau pun dia mati. Bukankah itu lebih baik?"

"Adam! Ini bukan saatnya bercanda!" tegas Starla.

Ah, padahal Adam hanya ingin mencairkan ketegangan di antara mereka.

"Ma-maaf."

"Hah! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini!" gumam Starla lagi.

Di sisi kiri Starla. Terlihat Adam yang tengah menyorot dalam gadis di sampingnya. Urat lehernya kembali menegang dengan jari mengepal kuat. Kilasan kejadian beberapa jam ini benar-benar membuat darahnya mendidih hebat.

"Sialan!" umpat Adam lirih. Ia sudah memastikan itu sangat lirih tapi siapa yang menyangka pendengaran Starla lebih tajam dari dugaannya.

"Kenapa?" sahut Starla.

"Ti-tidak. Tidak apa-apa. Emh.... aku ke kamar mandi dulu," pinta Adam kemudian berlalu.

Sejenak mata Starla mengekori Adam pergi. Kemudian ia menyerah saat Adam hilang di balik pintu.

Suara gemericik air dari wastafel terdengar. Adam membasuh wajahnya dengan kasar. Ia menatap pantulannya di cermin. Jujur saja perihal ini tidak lah serumit itu untuk diselesaikan. Tapi Adam punya masalah lain yang bimbang harus diutarakan atau tidak.

Ya, ini menyangkut Starla. Khususnya keadaan mentalnya. Jika Adam mengungkapkannya sekarang. Ia takut itu akan memperburuk kesehatan mental Starla. Mengingat baru saja ia ditimpa perlakuan buruk.

"Argh sial!"

"Seharusnya ku buat mati bajingan itu!"

Untuk ke dua kalinya ia membasuh wajah kembali. Bulir air menetes dari dagu kokoh itu. seraya memandang cermin Adam berujar, "Starla tidak boleh tahu dulu. Aku akan menutupinya untuk sementara!"

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang