Fight 46

30.1K 1.9K 66
                                    

Cahaya orange di ujung barat tampak memukau. Beradu dengan sebagian langit yang telah berpendar redup. Menjadikan satu-satunya cahaya terang seolah penghibur bagi mata lelah penduduk bumi yang telah berpulang dari penatnya tuntutan pekerjaan.

Di tengah indahnya kilau senja penghibur mata. Starla dan Adam saling berhadapan. Siluet mereka tampak sempurna dengan bayang memanjang.

“Mau sampai kapan kamu mencegah ku pulang?” selidik Starla.

“Memangnya siapa yang mencegah mu?” alibi Adam yang jelas-jelas berbanding terbalik dengan perlakuannya yang ada saja alasan untuk membuat Starla tetap di kantor.

“Hah…. Adam, aku harus pulang,” tekan Starla. dari pada menjadi asisten, Starla seperti menjadi babysitter.

Adam menggaruk tengkuk belakang sebelum mengikis jarak di antara mereka lalu,

CUP!

Kecupan manis mendarat di kening Starla.

Blushing?

Jelas!

Wajah Starla langsung memerah seperti tomat. Tak elak ia melayangkan tatapan kesal karena lagi-lagi Adam bertindak semaunya. Ingat! Ini di depan kantor! Rasanya ingin melayangkan kata-kata itu ke wajah Adam. Tidak habis pikir!

“D-dasar Gila!” hardik Starla.

Sedangkan Adam justru tersenyum simpul. Merasa berhasil menggoda Starla.

“Hati-hati di jalan,” ucap Adam lembut.

Starla tidak merespon. Ia melengos begitu saja akibat degub jantung yang lagi-lagi keluar dari pacuan normal.

Sebelum menyalakan mesin mobil, Starla mendaratkan kepala ke stir sambil bergumam ‘Sadar Starla’ berulang kali. Ya, dia meyakinkan diri supaya tidak terjerumus oleh pesona Adam.

Setelah dirasa tenang, Starla menghidupkan mesin lalu menjalankan mobil hingga mobil putih itu keluar dari bilik garasi. Sekilas Starla melihat siluet Adam yang masih di tempat semula. Pipinya kembali bersemu merah. “Apa-apaan dia!” gumam Starla ketus kemudian menancap gas tinggi.

Mobil putih itu melaju hingga roda-rodanya membawa pada gedung bertingkat di mana Starla tinggal. Seperti biasa, ia memparkirkan mobil ke garasi sebelum naik ke lantai delapan. Tempat apartemennya berada.

“Ah, baju ku….” gumam Starla. Baru sadar ia memakai baju berbeda dengan tadi pagi. Hari ini terlalu banyak kejadian sampai membuatnya tidak fokus dengan hal remeh yang akan memicu tanda tanya untuk Daniel. Semoga saja Daniel belum pulang. Harap Starla.

Ya, sejatinya manusia hanya bisa mengharap. Ketentuan kembali pada Yang Kuasa.

Starla dihadapkan oleh Daniel ketika pintu apartemen dibuka. Tumben sekali laki-laki ini pulang sore. Biasanya ia akan pulang di atas jam sembilan malam.

“Sudah pulang?” sambut Starla. Ia harus menetralkan raut terkejutnya.

“Humm….” jawab Daniel singkat.

“Tumben sekali. Apa di kantor sudah tidak ada pekerj—“

“Apa kamu menginginkan aku terus-terusan pulang larut?” sergap Daniel.

Perasaan Starla tidak enak. ditambah dengan raut datar Daniel yang tidak biasanya ia tunjukkan.

“Bukan begitu. Siapa yang tidak suka suaminya pulang cepat,” cengir Starla kikuk.

“Apa kamu sudah makan?” sambung Starla.

“Humm….”

“Baiklah, aku berniat mengajak mu dinner di luar. ya sudahlah, mungkin lain kali,” alibi Starla untuk mengurangi kecanggungan.

Lipstik Merah Starla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang