72. !? ✔️

142 17 0
                                    

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

[ 72. !? ✔️ ]

Tangisan semua orang pecah, suasana kali ini begitu menyedihkan sampai setiap dada siswa terisak. Banyak yang membayangkan berada di posisi Nadya. Banyak juga yang membayangkan ada di posisi Arga. Kisah mereka berdua terlalu indah di dunia mereka yang begitu kasar dan penuh duri tajam.

🔷🔷🔷

Satu hari berlalu. Arga masih belum menampakkan dirinya di markas geng, mau pun di sekolah. Hal itu sontak membuat kecemasan Nadya meningkat. Di kelas, gadis itu selalu menengok ke arah kursi milik pemuda itu. Rasanya, seribu kali pun meminta maaf pada dia pun tidak masalah baginya, asal semua kembali berjalan seperti biasa.

Arga... Hilangnya pemuda itu membuat dada gadis itu sangat tersiksa.

Sepulang sekolah pun, dengan perasaan yang terus mengganjal dan kecewa pada diri sendiri, Nadya mengunjungi markas geng SETA.

Suasana sunyi. Hanya ada anggota geng motor SETA yang tengah rehat sepulang sekolah.

"Nadya? Tumben ke sini, mau mampir ngopi dulu gak?" tawar Mahen yang menduduki bokongnya di kursi.

"Enggak, Mahen, makasih." Nadya menolak sembari membungkukkan badannya dan pergi dari sana.

"Wah, Nadya pasti cemas banget sama kejadian kemarin tuh," ujar Mahen sembari mengambil secangkir kopi di atas meja untuk diteguknya.

"Iya tuh, Hen. Gua makin kasian lihat dia," sahut Arzan yang duduk di sebelah Mahen.

🔷🔷🔷

Sudah dua hari kini berlalu, pemuda yang Nadya cari masih belum kunjung kembali. Beberapa kali, anggota geng SETA sempat melihat seorang Nadya menahan air matanya saat jam pelajaran tengah berlangsung.

Namun, hari ini terlihat sangat mengkhawatirkan. Sebab, Nadya tiba-tiba izin ke toilet sembari memegangi kedua lubang hidungnya yang sedikit terlihat bercak noda darah. Hal itu membuat seisi kelas heran dan cemas padanya.

Tatkala di toilet perempuan, Nadya berdiri sembari membungkukkan sedikit punggungnya di depan wastafel. Ia terus mengelap lubang hidungnya yang mengeluarkan darah.

Perasaan hancur masih terasa di hatinya, kini, hidungnya malah mengeluarkan darah. Semua itu semakin membuatnya sangat menderita.

Gadis itu menatap dirinya di kaca wastafel. "Harusnya, aku gak usah memulai semua kejadian ini. Aku pusing. Hati aku sakit. Aku lemah fisik. Setiap kali aku kelelahan, pasti mimisan kayak gini. Maafkan aku, semuanya. Aku seperti beban yang selalu membuat semuanya menjadi rumit. Bukankah lebih baik aku mati daripada semuanya berakhir begini?" lirih Nadya berguman sendirian di toilet ini.

KEPINGAN LANGKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang