Sesi sarapan telah berlalu. Namun suasana di rumah keluarga Parulian itu belum juga kembali normal, seperti ratusan pagi yang telah terlewati. Diman masih berada disana. Membuat Rony juga enggan meninggalkan rumah. Sementara Salma kini tengah membantu mbok Jum merapikan dapur. Ia memilih untuk mengabaikan kedua lelaki yang kini tengah duduk berhadapan di taman belakang rumahnya itu.
"Lu ga perlu takut sama kedatangan gue, Ron. Gua ga sejahat itu." Ucap Diman memecahkan keheningan diantara mereka
"Gue emang ga takut. Ngapain gua harus takut." Balas Rony
"Sikap lu ke gua, itu udah memperjelas semuanya." Sahut Diman
"Ngapain lu ke Jakarta? Lu juga ga lagi ada kerjaan disini." Tanya Rony
"Gua tau ini salah. Tapi jujur, gua kangen sama Salma." Jawab Diman dengan suara pelan
Bughh.
Satu pukulan tepat mengenai rahang Diman dengan keras. Membuat Diman meringis. Sakit."Kurang ajar, lu. Bisa2 nya lu dateng kerumah gua dan bilang kalau kangen sama istri gua!" Ucap Rony dengan marah
"Haha.. santai aja, Ron. Gua tau posisi. Gua tau, gua ga akan pernah punya kesempatan. Satu yang perlu lu, tau. Gua ga akan pernah bisa ngerusak kebahagiaan orang yang gua sayang." Balas Diman, membuat Rony semakin naik pitam
Satu pukulan kembali mendarat pada wajah Diman, membuat lelaki itu terjatuh dari duduknya. Rony benar2 marah saat ini. Dia merasa bahwa Diman terlalu berani untuk datang kerumahnya dan mengatakan bahwa ia masih menyimpan perasaan untuk istrinya.
"Harusnya lu bisa menyadari bahwa semua orang punya masa lalu, Ron. Dan ga semua orang bisa pergi dari masa lalunya. Sama halnya kayak lu dan Melati." Ucap Diman sambil berusaha untuk berdiri dari jatuhnya
"Lu, ga usah bawa2 Melati! Yang terjadi sekarang antara lu dan Salma, ga bisa lu samain antara gua dan Melati. Karena nyatanya, perasaan gua udah mati buat dia." Balas Rony masih dengan emosinya yang menggebu
"Hahaha.. lu pikir, apa alasan sampai hari ini Melati belum menikah? Dia masih nungguin, lu." Sahut Diman
Bughh. Rony kembali melayangkan pukulan pada Diman. Diman memang temannya. Tapi Rony berusaha memberi peringatan pada laki2 yang tidak berhak menyimpan rindu, bahkan perasaan untuk istrinya.
Dengan tertatih Diman kembali bangkit dari jatuhnya. Dengan gerakan yang sangat cepat, Diman membalas pukulan Rony. Membuat Rony terhuyung kebelakang. Disini Diman hanya ingin memberi kemerdekaan untuk hatinya. Toh dia tidak memiliki niatan untuk merebut Salma lagi. Diman hanya rindu. Itu saja.
"Sudahh,, Rony! Diman! Apa2an sih, kalian? Inget umur!! Udah bukan saatnya kalian menyelesaikan masalah dengan saling pukul kayak gini!!" Teriak Salma sambil berlari mendekati Rony dan Diman. Berusaha melerai dua lekaki itu
"Gua pamit, ya. Thanks buat sarapannya." Ucap Diman
"Dim, lu luka. Kita obatin dulu." Balas Salma yang terlihat khawatir pada Diman. Pasalnya wajah Diman kini penuh dengan lebam
"Ga usah, Sal. Makasih. Lu urusin aja, tuh. Suami lu." Sahut Diman kemudian berjalan pergi.
"Kamu tu, kenapa sih??" Sungut Salma pada Rony kemudian berlari mengejar Diman
Melihat itu Rony sudah jelas semakin gusar. Disaat Rony tengah berusaha melindungi Salma, istrinya itu malah mengabaikannya dan mengejar laki2 yang sangat berpotensi untuk membawa Salma darinya. Ahh, sial.
Diteras rumah..
"Dim, Diman. Tunggu." Panggil Salma yang membuat Diman berhenti dan berbalik menatap Salma
"Gua minta maaf untuk apa yang udah terjadi hari ini. Gua minta maaf untuk sikap Rony yang dari kemaren ga baik sama lu. Gua bener2 minta maaf soal.." ucapan Salma sengaja dipotong oleh Diman
"Lu ga salah, Sal. Ga usah minta maaf. Gua oke, kok. Aman." Sahut Diman sambil tersenyum
Salma terdiam. Menatap Diman penuh makna. Diman adalah sosok yang selalu menyemangatinya ketika masih dikarantina. Dia adalah yang selalu mau mendengarkan segala keluh kesahnya. Orang yang selalu sabar menghadapi semua tingkahnya. Bahkan di saat Diman tidak lagi berada di karantina bersamanya, dia tetap menjadi orang yang selalu ada untuknya.
Bohong jika saat itu, pada belasan tahun lalu Salma tidak menyukainya. Sangat jelas bahwa Salma juga menyimpan perasaan itu. Tapi entah bagaimana kisah mereka tidak pernah terjadi. Mereka hanya mampu bersembunyi pada dinding hati mereka masing2. Mereka sama2 terlalu takut untuk sebuah penolakan dan perpisahan.
Perlahan Diman berjalan mendekat ke arah Salma dan memberinya pelukan. Diman berusaha memberi kebahagiaan untuk hantinya sendiri. Setidaknya pelukan ini dapat menjadi obat untuk segala rindu yang telah lama ia simpan. Namun disaat ketenangan mulai menguasai hati dan pikiran Diman, tiba2 saja sebuah tangan dengan keras mendorong tubuh Diman dan menarik Salma dengan paksa. Ya. Itu Rony.
Wajar jika Rony bereaksi seperti itu. Bahkan jika Rony menembaknya saat itu juga, itu juga sesuatu yang wajar menurut Diman. Karena bagaimana pun, tidak ada seorang suami yang rela istrinya dipeluk oleh laki2 yang sudah jelas masih menyimpan rasa pada istrinya. Ini Salah. Iya, Diman tau. Tapi sekali lagi, Diman hanya ingin memberi kemerdekaan untuk hatinya. Untuk rindunya.
Sebelum Rony berjalan maju untuk kembali menghajar Diman, dengan cepat Salma menahannya. Berusaha menahan amarah suaminya itu.
"Ron, udah. Diman udah mau pulang." Ucap Salma menenangkan Rony
"Gua pamit. Ron, jagain Salma. Jangan buat dia sedih." Ucap Diman sebelum membuka pintu mobilnya
"Tanpa lu kasih tau, gua udah pasti bakal lakuin apapun buat dia." Balas Rony tajam
"Thanks." Sahut Diman
Perlahan mobil Diman melaju meninggalkan pekarangan rumah Rony. Menyisakan keheningan di antara Salma dan Rony. Salma yang masih merasa tidak enak pada Diman, dan Rony yang masih dipenuhi amarah.
"Kamu tau dia masih sayang sama kamu, kan?" Tanya Rony membuat Salma terdiam
"Sal. Jawab aku." Desak Rony
"Kita ga pernah ada apa2, Ron. Semua yang terjadi antara aku sama Diman, itu semua ga lebih dari sebatas teman." Balas Salma
"Terus tadi apa? Dia sendiri yang bilang kalau dia masih sayang smaa kamu!" Sahut Rony menatap istrinya
"Bukan salah aku, Ron. Itu juga bukan kemauan aku. Aku ga punya hak untuk mengatur hati seseorang, Rony. Kehadiran Diman juga ga akan merubah apapun. Aku tetep istri kamu." Papar Salma yang juga menatap Rony. Berusaha meyakinkan suaminya
"Sama halnya dengan kamu yang ga terganggu sama kehadiran Melati. Aku juga, Ron. Karena selamanya, aku tetep mau jadi alasan kamu untuk bahagia." Imbuh Salma
"Kita udah sama2 sejauh ini, Ron. Harusnya hal2 kayak gini ga akan buat kita saling ragu lagi, kan?"
Rony masih diam. Memang benar tentang apa yang dikatakan Salma. Bahwa sekarang bukan lagi saatnya mereka sibuk menanyakan perasaan satu sama lain. Bukan saatnya mereka untuk saling menaruh keraguan. Karena kenyataannya, mereka sudah sejauh ini. Hidup mereka sudah sempurna. Lengkap dengan adanya dua buah hati mereka.
Selanjutnya yang terjadi adalah, dengan masih membawa kebisuannya, Rony berjalan ke arah kamar mereka. Kemudian masuk kedalamnya. Membuat Salma mengikuti suaminya itu. Ada banyak tanya didalam benak Salma. Apa Rony masih marah? Apa perkataannya belum juga bisa menenangkan Rony? Apa kehadiran Diman benar2 menggangunya?
Namun begitu Salma sampai didalam kamar, ia malah dibuat heran dengan tingkah suaminya yang tiba2 saja memberinya handuk.
"Ron, ini?" Tanya Salma bingung
"Mandi." Jawab Rony singkat
"Hah? Aku udah mandi, tadi." Balas Salma
"Mandi. Ada bekas Diman." Sahut Rony masih dengan ekspresi tanpa senyumnya
Mengerti maksud suaminya itu, Salma mengambil handuk dari tangan Rony dengan tertawa.
***
Yuhuu,, Im back!!
Maaf banget kalau banyak typo ya gais yaa
Selamat membaca..
Enjoy guyss:))
KAMU SEDANG MEMBACA
Salmon Familia
FanfictionKeluarga bahagia. Selamat menikmati keseharian sebuah keluarga kecil yang mungkin hanya akan kalian temui di sini, hahaa.. Just for fun ya guys:)