Kediaman Keluarga Parulian
Rumah yang biasa penuh canda tawa dan kehangatan itu, kini tengah diselimuti badai. Bagai seorang nahkoda yang tak lagi memiliki tujuan, Rony terlihat tengah duduk merenung di atas tempat tidurnya. Hatinya sakit. Pikirannya kacau. Dia marah, mengapa ini bisa terjadi pada keluarganya.
Sementara Salma juga masih membisu. Dia terlihat duduk dengan di kursi riasnya dengan pandangan yang masih tertuju pada foto Syarla kecil, di dalam genggamannya. Apa yang salah sebenarnya? Mengapa foto putrinya turut hadir dan membuat Rony memiliki banyak tanya? Salma bingung. Ia merasa takut untuk banyak hal yang tak ia ketahui.
"Siapa ayah Syarla, Sal?" Tanya Rony pada Salma
Lagi2 Salma hanya diam.
"Jawab aku, Sal!! Jangan buat aku mikir kalau kamu serendah itu, Sal." Ucap Rony lagi
"Cukup Ron!! Aku ga tau apa yang buat kamu mikir kayak gitu. Harusnya kamu bisa lebih percaya sama aku, dari pada nomor asing itu!" Balas Salma dengan nada tinggi
Emosinya memuncak Salma merasa bahwa suaminya ini sudah sangat keterlaluan. Belum puaskah sedari tadi Rony mengatainya?
"Kalau kamu ga bisa jawab pertanyaan aku, itu artinya benar, Sal. Benar bahwa ternyata.. aku menikah sama seorang perempuan rendahan!!" Ucap Rony dengan emosi
Salma menatap Rony dengan tatapan terluka. Bisa2nya kalimat yang amat menyakitkan itu keluar dari mulut suaminya. Lagi2 Salma terluka. Rony memang tidak memukulnya, tapi setiap kalimat yang keluar dari mulutnya telah melukai hatinya. Mengapa suaminya ini begitu tega??
"Aku ga nyangka kalimat itu bisa keluar dari mulut kamu. Oke, kalau memang kamu berpikiran bahwa aku rendahan dan Syarla bukan anak kamu. Iya. Syarla bukan anak kamu!! Mulai saat ini, Syarla adalah anak aku! Anak aku, Ron!" Teriak Salma meluapkan semua emosinya
"Papi!!"
Belum sempat Rony membalas teriakan Salma, tiba2 saja suara teriakan Syarla memenuhi ruang kamar Salma dan Rony. Dengan keras Syarla menubruk tubuh Papinya. Memeluk dengan erat tubuh Papinya itu. Disana Syarla menumpahkan tangisnya. Syarla tetap memeluk Papi, meski Papi tidak membalas pelukannya.
"Papi, Syarla ga mau, Pi. Bilang sama Syarla kalau ini ga bener, Pi. Ayo bilang, Pi." Ucap Syarla sambil menangis
Papi diam. Tidak menunjukkan reaksi apapun. Membalas pelukan Syarla pun ia enggan.
"Pi, Papi tetap akan jadi orang yang paling sayang sama Syarla kan, Pi? Jawab Syarla, Pi. Selamanya Syarla adalah anak Papi kan, Pi??" Desak Syarla pada Papinya
"Kita pergi, Syar. Dia bukan Papi kamu." Ucap Salma sambil tangannya dengan paksa menarik tangan Syarla agar melepaskan pelukannya pada Rony
"Syarla ga mau, Mi. Syarla mau sama Papi. Pi, selamanya Syarla adalah putri Papi. Syarla mau jadi putri Papi. Tolong Syarla, Pi." Tangis Syarla belum berhenti. Malah semakin keras
Syarla semakin erat mendekap tubuh Papi. Tapi Papi hanya diam. Tidak memberi renspon apapun.
"Kita pergi, Syar. Ayo. Kamu masih punya Mami. Selamanya ada Mami yang ga akan pernah meragukan kehadiran kamu." Ucap Salma lagi.
Perlahan Syarla melepaskan pelukannya pada Rony. Syarla menatap Papinya dengan penuh luka. Syarla sayang sama Papi. Syarla anak Papi. Tapi kenapa Papi tidak membalss pelukannya? Mengapa Papi membiarkannnya menangis? Bukankah Papi adalah orang yang akan selalu sayang sama Syarla? Bukankah Papi adalah orang yang paling takut jika Syarla pergi? Kenapa Papi hanya diam??
Syarla masih menatap Papi. Berusaha mencari binar kasih sayang yang setiap hari Syarla dapatkan. Syarla berusaha mencari kedua manik yang selalu menyiratkan ketenangan itu. Syarla berusaha mencari kehangatan yang selalu Papi berikan. Tapi untuk pertama kali, selama hidupnya. Syarla tidak menemukannya. Syarla kehilangan Papinya.
Syarla memutuskan untuk mundur membawa semua luka. Tangisnya tak lagi berguna. Papi sama sekali tidak mau melihatnya. Sebenci itu kah Papi pada Syarla? Apa salah Syarla, Pi?
"Pi, lihat Kak Syarla, Pi. Kak Syarla anak Papi kan, Pi?? Jangan diam aja dong, Pi." Ucap Nabila yang juga sudah ikut menangis, dia berusaha menyadarkan Papinya
"Kalau memang Papi ga mau lihat Syarla. Its oke, Pi. Syarla gapapa.. tapi yang harus Papi tau, selamanya Ayah Syarla cuma Papi. Selamanya, Syarla akan selalu sayang sama Papi." Ucap Syarla pelan.
"Aku rasa semuanya udah cukup, Ron. Ga ada yang perlu kita ributkan lagi." Ucap Salma berushaa tegar
Yah, saat ini mau tidak mau Salma harus bisa berdiri diatas kakinya sendiri. Menangis hanya akan menguras tenaganya. Sudah cukup Salma menerima seluruh hinaan yang Rony byberikan. Hati Salma begitu sakit melihat putri sulungnya harus menangis dan memohon kasih sayang seperti itu.
"Ayo, Syar. Kita pergi." Ucap Salma lagi
Mungkin ini bukan keputusan yang benar. Bukan juga sebuah penyelesaian. Tapi Salma merasa semuanya harus disudahi. Untuk apa berusaha meyakinkan seseorang yang tak lagi menitipkan rasa percaya padanya? Semuanya hanya akan sia2.
Nabila menangis keras. Dia tidak bisa melihat keluarganya seperti ini. Nabila tidak mau kehilangan keceriaan Kakaknya. Dia tidak mau kehilangan perhatian Mami. Nabila takut. Nabila tidak mau kehilangan hari2nya yang selalu hangat dan manis. Siapapun tolong,, apa yang harus Nabila lakukan??
"Mami.. Nabila mau ikut Mami." Ucap Nabila
Namun belum sempat Nabila berjalan mendekat ke arah Mami dan Kakaknya, dengan cepat tubuhnya ditahan oleh tangan Papi. Membuat Nabila memberontak.
"Papi jahat!! Nabila mau sama Mami!! Nabila ga mau sama Papi. Nabila mau Mami!!" Ucap Nabila sambil berusaha melepaskan dekapan Papi
Tak sampai hati Salma melihat bungsunya meronta seperti itu. Namun ia juga tidak punya tenaga untuk kembali mendebat Rony. Sementara biarlah Nabila tetap dirumah, menemani Rony. Bukan bermaksud mengesampingkan Nabila. Tapi bagaimana pun Rony tetap akan membutuhkan Nabila. Setidaknya Nabila masih bisa memberinya pelukan, ditengah harinya yang berat.
Salma pusing. Dunianya benar2 hancur sekarang. Dia merasa tak ada lagi yang bisa diharapkan dari pernikahannya. Untuk apa bertahan, jika tanpa kepercayaan. Lagi pula, sejauh ini Rony juga tidak menahannya untuk pergi. Jadi biarlah Salma pergi. Meski dengan hatinya yang tak lagi berbentuk. Ternyata cintanya itu belum cukup untuk Rony. Segala yang telah ia berikan pada Rony, tidak ada artinya.
"Mami pergi, Nabila dirumah jagain Papi. Janji sama Mami, Nabila harus selalu jadi anak yang baik buat Papi. Mami akan selalu sayang sama Nabila. Nanti kalau di kasih izin sama Papi, kita tinggal sama2 lagi ya, sayang.." ucap Salma ditengah tangisnya
Nabila menangis. Masih berusaha melepaskan diri dari dekapan Papi. Nabila mau sama Mami.
"Papi baik2, ya. Syarla sayang Papi." Ucapan Syarla yang berusaha untuk tersenyum
Setidaknya, jika Papi mau sedikit saja melihatnya, yang dilihat Papi bukan air mata Syarla. Tapi sebuah senyuman. Sebuah senyuman yang mengartikan bahwa Syarla akan berusaha baik2 saja tanpa Papi. Meski nyatanya Syarla tau, dia tidak akan bisa tanpa Papinya. Karena bagaimanapun, Papi adalah hidupnya. Segalanya.
Setelah mendengar deru mobil milik Salma menjauh, barulah Rony melepaskan dekapannya pada Nabila. Membuat gadis itu langsung berlari dengan kencang keluat rumah, berusaha mengejar Mami dan Kakaknya. Sementara Rony masih di dalam kamar. Dia merasa bodoh. Tapi disisi lain, dia juga merasa dikhianati. Rony terpuruk. Karena selain ia harus menyaksikan kepergian istrinya, dia juga harus rela melepaskan putri kesayangannya. Hari itu semua ketakutannya telah terjadi.
***
Maafin baru up gesss..
Maafkan juga kalau banyak typo. Nulisnya pake mode racing hahah
Selamat membaca yaa,
Enjoy:))
KAMU SEDANG MEMBACA
Salmon Familia
FanfictionKeluarga bahagia. Selamat menikmati keseharian sebuah keluarga kecil yang mungkin hanya akan kalian temui di sini, hahaa.. Just for fun ya guys:)