.
.
.Benda itu sudah hampir kuraih, namun sayangnya jatuh lagi. Jari kaki kiriku berusaha keras mencengkeram benda pipih lebar itu dengan baik, mengangkatnya lalu kuambil dari sana. Sedikit kesulitan, tetapi masih kuusahakan.
Ponselku.
Aku harus segera memesan makan untuk malam nanti. Aku tidak mau kehabisan bakso langgananku untuk mengisi perut malam ini. Karena posisi ponselku di lantai, sedang kedua tanganku menyangga bayi yang kelewat montok, jadilah aku mengambilnya dengan kakiku. Padahal bisa saja aku meletakkan dulu bayi yang sudah tidur ini ke atas ranjang. Namun, aku yang tidak sabaran tak mau menunda.
Hap!
Tuh kan ... akhirnya aku bisa mendapatkannya setelah beberapa kali gagal. Setelah memesan bakso porsi jumbo, kuletakkan kembali ponselku di atas nakas. Lalu aku meletakkan bayiku di atas ranjang, kemudian beranjak ke dapur untuk mencari camilan.
Nafsu makanku benar-benar meningkat akhir-akhir ini. Selain aku harus makan berat empat kali sehari, aku juga mesti banget ngemil disetiap waktu. Mulutku seperti mesin penggiling yang tidak bisa berhenti mengunyah barang sebentar pun. Belum lagi aku juga minum susu yang sehari bisa habis seliter. Aku benar-benar menghabiskan sebagian besar uangku untuk makan saja. Pengeluaranku untuk konsumsi kelewat boros mengingat aku yang ngerem di rumah sepanjang waktu tanpa bekerja.
Tapi itu bukan sepenuhnya salahku. Salahkan saja bayi berpipi apel yang rasanya tidak pernah puas menghisap dadaku. Jika ditakar, aku yakin bayi itu sehari bisa habis berliter-liter ASI. Bahkan, aku yakin semua makananku jadi sumber ASInya. Buktinya aku tidak gemuk meski makannya sangat maruk.
Setelah sampai di dapur. Aku memilih sebungkus kentang balado pedas dan dua kotak susu uht isi 250 ml dari plastik yang terletak di atas meja makan. Tadi aku memang baru pulang berbelanja, jadi belum sempat mengeluarkan isinya karena bayi montokku sampai rumah langsung rewel minta tidur. Jadilah aku meletakkan begitu saja kantong belanjaanku. Dan setelah bayi itu selesai menghisapku, aku menjadi sangat lapar kembali.
Karena terlalu malas untuk mengeluarkan semuanya, aki hanya mengambil yang kumau dan meletakkan begitu saja sisanya di sana. Mungkin aku akan membereskannya nanti. Aku beranjak ke sofa depan TV, mengambil bantal kesayanganku, lalu duduk sandaran di sana sembari menonton TV dan ngemil. Aku menonton tayangan kesukaanku yang hampir tidak pernah aku lewatkan setiap episodenya. Serial film india yang tidak selalu bagus di episode awal, namun membosankan pada akhirnya.
Saat seperti inilah aku merasa benar-benar merdeka dari semuanya. Aku sudah tidak mau memikirkan apa pun yang terjadi pada hidupku lagi sekarang. Aku hanya akan menikmati hidup dan menjalaninya seperti air mengalir. Biarlah takdir yang akan membawaku. Aku sudah pasrah. Benar-benar pasrah. Tidak ada lagi yang aku inginkan, mau pun ingin aku kejar. Sudah aku putuskan sejak sebulan yang lalu, bahwa tujuan hidupku hanya untuk hidup bahagia berdua dengan bayiku.
Tidak lagi. Tidak akan aku meneteskan air mata lagi sekarang. Sudah cukup kesulitan yang aku alami selama ini, menempaku menjadi lebih tangguh menjalani hidup dan menerima kenyataan yang ada. Sudahlah. Aku sudah berjanji untuk tidak lagi mengingat apa pun hal yang menimpaku sebelum sebulan yang lalu. Lebih baik memikirkan hal lain selain ini saja. Anggap saja aku mengalami amnesia sejak bulan lalu.
Oh iya. Ada baiknya aku mengenalkan bayiku. Dia Rain. Hanya Rain saja namanya. Karena bagiku, dia seperti hujan dengan segala filosofi dan anugerah yang dibawanya. Sekarang aku begitu mencintainya. Sangat. Dia harta paling berharga yang aku miliki. Karena Rain lah aku masih bisa melanjutkan hidup sampai sekarang. Tanpanya, mungkin aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Prioritasku hanya untuknya saja, tidak ada yang lain. Sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira(in)
Romance. . . Hampir sepuluh menit aku hanya memandang kaget pada sesuatu yang bergerak di lantai persis di antara kakiku yang gemetar. Aku pun belum berdiri dari posisi duduk bersandar pada pintu kamar mandi. Sesuatu yang merintih meminta pelukan itu kelua...