53. Mommy?

558 28 1
                                    

Makasih yang udah vote, komen dan follow..
Buat aku jadi pengen cepet-cepet up ceritanya.. 💕

Luvv semua yang udah mampir... 💕

***

Demi menebus apa yang sudah kulakukan kemarin, hari ini aku di rumah saja. Menemani Rain yang sejak pagi tidak mau turun dari ranjang, karena kakinya masih sakit. Membuatku tak bisa berhenti menyalahkan diri. Seandainya Dira masih di sisiku, pasti aku tidak perlu serepot ini mengurus putra kami. Semakin lama, aku semakin merasa tidak bisa apa-apa tanpanya.

Yang orang katakan itu benar. Sesuatu baru akan berasa betapa penting dan berharganya, setelah pergi meninggalkan kita. Saat masih bersama dulu, Dira juga sangat penting bagiku. Amat sangat penting. Melebihi apa pun. Seandainya bukan karena ulah orang yang membenciku, pasti aku tidak akan pernah membuat Dira terluka.

Semua sudah terjadi. Dira sudah pergi. Membawa luka dan hatinya. Meninggalkan aku yang berjuang setengah mati melanjutkan hidup. Hampir setahun aku baru bisa benar-benar pulih dari rasa kehilangan. Rain lah, yang kemudian menjadi alasan untukku bangkit. Tanpanya, aku pasti lebih memilih mengakhiri hidupku.

Ada Rain di sisiku pun, merupakan siksaan tak berperi. Setiap melihatnya, aku tidak bisa berhenti memikirkan, bagaimana kabar Dira sekarang? Rain adalah harta berharga miliknya. Tapi, Dira memberikan Rain padaku. Betapa besarnya hati gadis itu. Setelah kusakiti sedemikian rupa, masih bermurah hati memberiku permatanya yang paling berharga.

Sampai mati pun, aku tidak akan bisa melupakan Dira. Dia adalah cinta pertama yang berhasil menguasai semua bagian hatiku. Perempuan yang membuatku hilang akal. Satu-satunya yang membuatku jatuh, sejatuh-jatuhnya.

Beberapa kali, teman bisnisku menawarkan saudari atau putrinya yang cantik untuk kunikahi. Tetap tidak ada yang bisa membuatku tersentuh. Hatiku rasanya sudah mati. Dira pergi, membawa serta hati dan cintaku.

Betapa besarnya pengaruh gadis itu padaku. Jika dipikir lagi, cintaku pasti sangat buta. Waktu itu, Dira bahkan masih sangat belia. Bagaimana bisa, aku begitu menginginkan gadis berseragam putih abu-abu, hingga melakukan segala cara untuk mendapatkannya? Dira dan semua pesona yang dia miliki. Seandainya dia tidak mengancamku sebelum pergi, aku pasti sudah mencarinya. Ke ujung dunia pun, aku pasti bisa menemukannya.

"Dad, aku bosan!" keluh bocah berusia 6 tahun itu. Meletakkan robot kesukaannya di nakas dengan kasar.

Aku meringis melihat itu. Rain tidak pernah benar-benar menyukai mainannya. Dia hanya akan suka sebentar saja. Setelah itu, dia akan merengek minta yang baru. Padahal, mainan itu bukanlah mainan yang harganya murah. Seandainya Dira masih ada, dia pasti akan sangat marah melihat ini. Ah, aku terus saja memikirkannya.

"Mau Daddy ajak main keluar?" tanyaku sembari memegang tangannya dengan lembut.

"Di luar juga membosankan."

Sepertinya, yang Mala dan Sam katakan benar. Aku terlalu memanjakan Rain. Aku membuat taman bermain di sisi kanan rumah ini. Dengan wahana permainan yang tidak kurang dari 10 buah. Di sisi kiri rumah, aku membuat kolam renang yang besar. Bahkan terlalu besar untuk anak seumuran Rain, lengkap dengan teknologi pemanas airnya.

Di belakang rumah, ada berbagai macam hewan peliharaan Rain. Bukan sejenis kucing atau anjing, tapi ular, harimau, buaya dan ikan. Aku menuruti semua yang Rain inginkan. Ada ruangan khusus bermain yang luas. Ada lapangan juga di rooftop. Aku juga membelikan banyak robot mahal yang hanya teronggok tak dipakai, padahal harganya sangat mahal.

Sam pernah bilang, Rain hanya kesepian. Dia bisa mendapatkan apa saja yang dia mau, tapi tidak memiliki orang yang benar-benar dekat dengannya. Mala memang sering datang, tapi tidak menginap. Dan karena perempuan itu memiliki kafe yang dikelolanya, terkadang Mala bisa sangat sibuk. Sejak awal, dia memang sudah menjelaskan kondisinya yang tidak bisa full time mengasuh Rain.

Indira(in)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang