58. Pesan Tak Sampai

430 31 4
                                    

Terima kasih yang sudah kasih vote, coment dan follow!

Terima kasih juga buat silent readernya..

Beberapa hari ini, meski cuman ngerevisi dan ngepost, tapi kayak nggak semangat banget. Gara-garanya kepikiran ide bikin cerita baru.

Namun, pas ada notif masuk ngasih tahu ada yang ngevote, baterai aku langsung kayak terisi ulang. Merasa bersalah pada siapa pun yang mungkin nungguin (kalau ada). Jadi, aku memutuskan untuk melanjutkannya pelan-pelan. Semoga saja tidak berantakan dan ada hal baik yang bisa diambil! Aamiin.

💕💕

***

Anak-anak setelah Shalat Maghrib tadi, pergi ke rumah tetangga untuk ngaji Al Qur'an. Pulang setelah Shalat Isya' jamaah di Masjid. Dira mengantar mereka, karena katanya masjidnya agak jauh. Karena Dira mengantar mereka, jadilah aku di rumah sendirian.

Ternyata, Dira setelah pergi dariku, memperbaiki dirinya menjadi lebih baik. Dia senantiasa menjaga dirinya dalam ketaatan. Saat pertama kali melihatnya berkerudung tadi, aku sudah ingin menangis. Dira sangat cantik dengan penampilan barunya. Aku sangat bersyukur, Dira masih mau menerimaku. Bahkan, dia juga langsung mengenalkan aku pada anak-anak.

Aku tidak menyangka akan semudah ini. Aku sering berpikir, bagaimana aku harus bicara pada Dira? Bagaimana aku harus meminta maaf? Bagaimana aku menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi? Semua itu, berkecamuk menjadi satu dalam pikiranku. Membuatku takut untuk mencarinya.

Ternyata, semua tak serumit yang aku bayangkan. Jika tahu begini, aku sudah mencarinya sejak lama. Semua kejutan hari ini, membuat aku tak bisa berhenti berucap syukur. Tuhan begitu baik, masih mempertemukan aku dengan istri dan anak-anak.

"Assalamu'alaikum, Daddy!"

Seruan dari luar, membuyarkanku yang sedang melamun di depan TV. Anak-anak sudah pulang. Mendengar salam mereka membuatku menghangat. Air mataku bahkan sudah mengembang. Siap keluar dari sudut netraku.

"Daddy, Assalamu'alaikum!" Lisa tersenyum gembira di depanku.

"Wa'alaikumussalam!" aku menjawab dengan kaku. Aku bukan seorang muslim yang taat. Bahkan, sejak kecil, aku tidak pernah diajari cara beribadah. Bisa dibilang, aku Islam hanya status.

Bergantian tiga anak kembar itu menciumi tanganku. Mereka sangat sopan dan baik. Berbeda sekali dengan Rain. Aku tidak pernah mengajari Rain cium tangan. Semoga dengan hadirnya tiga anak ini, membuat Rain ikut belajar.

"Dad, tadi kata Ustadz bacaan Lisa bagus. Lisa juga punya hafalan surah baru!" Lisa langsung merangkul leherku minta gendong.

"Oh, ya? Hebat putrinya Daddy!" Kukecup sayang kening Lisa, lalu kuangkat gadis kecil ini dalam gendonganku.

"Dad, Alan juga sudah bisa menghafal surah baru. Daddy ingin dengar?" Alan tidak mau kalah.

"Wah ... Alan juga hebat! Daddy ingin sekali denger hafalannya!" kataku sembari mengusap lembut pipi Alan.

"Daddy harus tahu, kalau di antara kita bertiga, bacaan Lian yang paling bagus dan hafalan Lian paling banyak! Iya kan, Mom?" Lian menatap Dira yang sedari tadi hanya berdiri di belakang mereka. Meminta dukungan.

Dira mengangguk. Mengacak pelan rambut Lian dengan gemas, "Iya. Tapi, tetap tidak boleh sombong! Ingat apa yang Mommy bilang, kan? Di atas langit masih ada langit yang lebih tinggi."

Indira(in)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang