69. Iblis Betina

139 7 0
                                    

.
.
.

Sudah tiga hari, kami melacak keberadaan Tante Vita. Lelah, letih dan lapar kami kesampingkan. Fokus kami adalah menemukan Rain secepat mungkin. Karena semakin lama Rain ditemukan, semakin besar kecemasan kami. Tante Vita bukan orang yang biasa. Buktinya aku dan anak buah Daddy, sudah memburunya siang malam tanpa henti, tapi belum juga menemukan titik terang.

Yang paling aku takutkan, adalah jika apa yang Satria katakan benar adanya. Aku takut, Rain benar-benar akan dibuat menjadi seperti Kevin. Tante Vita orang yang nekat. Dia tidak mungkin hanya sekedar menggertak. Kematian Kevin, adalah hal yang berat untuknya. Apalagi, bisa dibilang, Kevin meninggal dalam keadaan yang buruk. Tante Vita yang gelap mata, pasti sangat membenci aku dan Daddy. Dan bukan tidak mungkin, kebencian itu dia limpahkan pada putra sulungku.

Dira tidak kalah terpuruknya. Wanitaku itu sampai harus dirawat di rumah sakit. Kesehatannya memburuk. Kurang istirahat, kurang tidur, makan juga sering terlewat. Semalam, Dira terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Hal ini membuat fokusku terbelah. Jika bukan karena kerja sama yang baik dengan keluarga mertua, pasti aku akan sangat kerepotan sekali.

Mommy langsung datang begitu Daddy memberinya kabar mengenai penculikan Rain. Anak-anak sementara tinggal di rumah Ayah dan Bunda. Sementara yang stay di rumah sakit, Mommy. Aku, Daddy, Sam, Kiki dan Kak Andri, tidak bisa berhenti mencari keberadaan Rain. Aku merasa beruntung sekali memiliki mereka di saat seperti ini.

"Istirahat dulu kalau lelah, Al!"

Kata Mom saat malam itu, aku melihat kondisi Dira. Sore tadi, aku baru dari rumah Ayah dan Bunda untuk memastikan anak-anak tidak rewel. Malamnya, sebelum fokus kembali untuk mencari Rain, aku menyempatkan sebentar ke rumah sakit. Dira sudah jauh lebih baik dari semalam. Wajahnya sudah mulai ada rona. Meski masih menolak makan banyak, setidaknya ada nutrisi yang masuk ke tubuhnya.

"Rain belum ketemu, Mom. Aku nggak bisa tenang," kataku dengan pelan, takut membangunkan Dira yang katanya baru saja tidur.

"Mom tahu. Ini pasti berat untuk kalian. Tapi, kesehatan adalah yang paling penting. Kalian tidak boleh sampai sakit. Ada anak-anak yang lain, yang butuh kalian. Rain memang prioritas untuk sekarang. Namun, jangan kesampingkan anak-anak yang lain!" Mom menasihati. Tangannya memijat bahuku dengan pelan.

"Aku hampir saja melupakan mereka, Mom. Aku takut. Sangat takut. Jika Tante Vita benar-benar melakukan apa yang dia pesankan pada Satria."

"Mom yakin, kalian akan segera menemukan Rain. Dad punya orang-orang yang hebat. Mereka pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk menemukan Rain!"

Dalam hati, aku membenarkan. Daddy punya banyak orang suruhan. Mereka bukan orang biasa. Mereka menguasai banyak hal. Seharusnya, menemukan Tante Vita bukan hal yang sulit.

"Badanmu hangat! Kamu kelelahan, Al. Istirahatlah malam ini! Mom akan minta dokter buat periksa kamu. Besok pagi, kamu lanjutkan lagi pencariannya!"

Aku ingin menolak. Namun, sepertinya memang aku merasa pusing sekali. Kepalaku berat dan badanku mulai tidak nyaman. Mom benar. Kalau aku tidak istirahat, mungkin besok aku tidak akan bisa mencari Rain.

"Sudah aku resepkan vitamin. Yang penting malam ini buat istirahat saja dulu. Makan jangan terlambat, tidurnya cukup! Besok pagi semoga bisa lebih segar!"

Pria paruh baya yang katanya teman lama Mom itu, memeriksaku beberapa saat setelah Mom memanggilnya. Kebetulan dia bertugas di rumah sakit ini juga.

Mom mengantarkannya sampai keluar. Kemudian, masuk dengan makan malam di tangannya. Menyuapiku dengan telaten, lalu memberiku obat yang sudah ditebusnya. Aku begitu terharu mendapati kasih sayang Mom yang sudah sangat lama aku rindukan. Mom memang begitu perhatian dan penuh cinta. Jika bukan karena kelicikan Tante Vita yang sangat manipulatif, Daddy tidak akan mungkin berpaling dari wanita sebaik ini.

Indira(in)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang