.
.
.Semalam, demam Rain tidak juga reda, hingga pagi harinya. Karena takut terjadi apa-apa padanya, akhirnya aku menuruti saran Alvin untuk membawa Rain ke rumah sakit. Pagi-pagi, bahkan sebelum sarapan, Samuel datang menjemput. Mengantarku atas perintah majikannya. Dan begitu tiba di rumah sakit, aku langsung membawa masuk Rain setelah mengucapkan terima kasih.
Dokter bilang, Rain hanya demam biasa. Namun, agar perasaanku lebih tenang, aku setuju untuk membiarkan Rain di rawat inap terlebih dahulu. Dokter bilang hanya semalam. Jika besok pagi mulai membaik, Rain boleh pulang.
Aku lega mendengarnya. Hatiku tidak sekalut sebelumnya. Ternyata aku terlalu cemas berlebihan. Padahal, Rain sudah beberapa kali demam sejak masih bayi. Dan itu wajar.
"Tuan meminta saya mengantarkan ini untuk Anda! Untuk Anda sarapan." Sam datang dengan membawa papperbag di tangannya.
Aku hendak menolak. Isinya makanan. Namun, mengingat aku lapar sekali dan tidak mungkin ke kantin rumah sakit meninggalkan Rain sendiri, akhirnya aku menerimanya.
"Saya sudah mengurus administrasi Tuan Muda. Jika perlu bantuan saya, Nyonya bisa menghubungi saya! Saya selalu berada dekat Nyonya." Pria yang selalu patuh pada majikannya itu, segera pergi setelah mengatakan itu.
Ya. Saking cemasnya, aku bahkan tidak terpikir untuk mengurus administrasi. Pantas saja Rain langsung ditangani. Ternyata Sam sudah mengurusnya untukku. Pria yang seperti bayangan Alvin itu, benar-benar bisa diandalkan. Dia selalu bergerak cepat. Alvin pasti membayar mahal untuknya.
Tersenyum kecut saat mengingat pria itu. Aku menyeka sudut mataku yang basah, sebelum jatuh. Membuka papperbag dengan tangan bergetar. Begitu terbuka tutup wadah makan sederhana berwarna abu-abu itu, aku tidak bisa menahan tangis. Bagaimana tidak? Ini adalah bau masakan yang kuhafal, dan sangat aku rindukan sekian lama. Masakan Alvin. Aku bahkan langsung tahu dari baunya. Udang asam manis kesukaanku.
Seharusnya Samuel bisa mendapatkan makanan untukku dari mana saja. Ada banyak restoran di dekat sini. Namun, kenapa malah memberiku makanan yang dimasak sendiri oleh majikannya? Hal ini, membuatku tidak mengerti dengan pria itu. Sebenarnya, mengapa dia terus mendorongku menjauh, tapi memberiku cinta dari kejauhan? Membuatku tidak bisa menebak. Seperti apa perasaan pria itu padaku.
Semua itu, membuatku memakan sarapanku dengan deraian air mata. Alvin benar. Aku yang membuatnya ada di posisi yang sekarang. Aku memaksanya. Dan setelah pria itu menepati posisi yang aku mau, giliran aku yang menyesal dan berniat menariknya kembali padaku. Bukankah aku egois? Aku terlalu naif.
Tidak salah jika Alvin marah padaku. Juga tidak keliru jika dia benci. Aku yang salah di sini. Jadi, tidak seharusnya aku merasa menjadi yang paling tersakiti.
Usai sarapan, Ayah datang. Seorang diri. Bertanya apa yang terjadi pada Rain, lalu menyodorkan beberapa lembar uang padaku, sebelum kemudian pamit untuk pulang. Membuatku kembali merasa sendiri. Benar-benar sendiri. Merawat putraku yang tergolek lemas di ranjang, dengan tangan terpasang infus.
Hingga siang aku sendiri. Samuel datang mengantarkan makan siang untukku, lalu pulang. Sebenarnya, pria itu menawarkan diri untuk menemani, tapi aku menolak. Sam pun tidak memaksa. Pria itu pergi dan kembali malam harinya. Mengantarkan perlengkapan untukku tidur dan makan malam. Lalu pulang lagi. Meninggalkan aku menginap seorang diri di ruang rawat Rain.
Dalam hatiku yang paling dalam, aku berharap, pria itu datang menemaniku. Meski hanya sebentar, setidaknya aku ingin melihatnya mengkhawatirkan aku dan putranya. Aku tidak hanya berharap, tapi aku juga berdo'a dalam hati. Memohon agar pria itu datang. Menemaniku sebentar di saat aku seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira(in)
Romance. . . Hampir sepuluh menit aku hanya memandang kaget pada sesuatu yang bergerak di lantai persis di antara kakiku yang gemetar. Aku pun belum berdiri dari posisi duduk bersandar pada pintu kamar mandi. Sesuatu yang merintih meminta pelukan itu kelua...