.
.
.Jujur saja, sejak kejadian malam itu, aku tidak bisa berhenti untuk memikirkannya. Dalam ucapannya, ada tekad dan kesungguhan yang terlihat jelas. Pria itu, seperti sedang merencanakan sesuatu. Dan aku, hanya bisa menebak, apa yang akan pria itu lakukan.
Aku takut. Sangat takut. Bisa saja, apa yang akan dia lakukan, membuatku kehilangan keluargaku. Sebab, aku yakin, Ayah tidak akan mengampuniku jika tahu, Alvin adalah Ayah Rain, yang aku paksa untuk menikahi Kak Desi. Begitu pun dengan Kak Andri yang akan semakin benci denganku, yang lagi-lagi menyembunyikan hal besar darinya. Dan Bunda, akan sangat kecewa, atau bahkan sakitnya akan semakin parah. Sedangkan Kak Desi, tidak akan diam saja jika tahu yang sebenarnya.
Semua pikiran itu, berputar-putar di kepalaku. Membuat selera makanku menurun. Aku juga kesulitan tidur nyenyak setiap malam. Hampir setiap hari, aku baru bisa tertidur menjelang Subuh. Dan karena itu, siangnya aku menjadi malas beraktivitas.
Sebenarnya, menikah dengan Alvin menjanjikan banyak hal untuk masa depanku dan Rain. Seandainya aku bisa masa bodoh dengan kebencian keluargaku padaku. Tapi tidak. Aku tidak akan pernah bisa baik-baik saja, jika harus kehilangan cinta keluargaku demi cinta yang lain.
Memikirkan semua itu, sukses membuat hari-hariku buruk. Aku gampang marah dan rasanya selalu ingin menangis.
Siang itu, aku sendirian di rumah. Kak Desi entah ke mana, sejak pagi tadi pergi dengan suaminya. Bunda sedang ke rumah sakit untuk terapi bersama Ayah. Bahkan Mbak Asih pun juga tidak di rumah, ada arisan kompleks.
Daripada menghabiskan waktu sendirian karena Rain tidur, aku memutuskan untuk menghubungi Kevin dan memintanya untuk datang. Bukan apa-apa, hanya saja aku tidak tahu harus menghubungi siapa lagi saat kesepian begini.
Tak lama berselang, Kevin datang dengan senyum lebar di wajahnya. Membawa seplastik siomay, es krim, dan es jeruk kesukaanku. Aku yang memesan. Salahnya sendiri yang menawari ingin dibawakan apa. Membuatku yang memang lapar, langsung menyebutkan itu semua.
"Selamat siang! Benar dengan rumah Nyonya Alvin? Saya datang untuk mengantarkan pesanan Nyonya!" sapanya sengaja menggodaku.
Aku memelototinya dengan galak. Bisa-bisanya dia menyebutku begitu di rumahku sendiri. Bagaimana kalau ada orang di rumah dan dengar? Bisa terbongkar semua, kan? Pasti bocah ini tidak pernah memikirkan dampaknya.
"Sembarangan kalau ngomong!" Mencubit lengannya cukup keras. "Gimana kalau ada yang denger?"
"Lho, katanya lagi di rumah sendiri?" Memeluk pinggangku dan mengajakku masuk.
"Ya kan tetap saja. Siapa tahu tiba-tiba ada orang."
"Takut banget? Paling kalau ketahuan, kalian dinikahin. Kenapa? Kak Alvin lumayan, meski lebih ganteng aku, tapi wajahnya juga nggak jelek banget. Duitnya banyak. Kamu bisa jadi nyonya besar kalau jadi istrinya Kak Alvin," terus mengoceh sembari berjalan ke ruang tengah.
"Sayangnya dia kakak ipar aku," kataku sambil berjalan ke dapur untuk mengambil sendok dan piring.
"Kakak ipar apaan. Kelihatan banget, istrinya siapa, yang di hatinya siapa," kata Kevin setelah aku kembali dari dapur. "Bisa-bisanya keluarga kamu nggak sadar."
"Kev, kamu kenapa sih? Bawel banget dari tadi?" tanyaku heran.
"Aku itu kesel banget. Udah punya istri, tapi masih mau ngembat yang lain. Kalau nggak mau dia nikahi, kan ya udah biar dinikahi orang lain. Masa nggak dinikahi sendiri, juga nggak boleh buat orang lain. Aneh banget, kan?" katanya dengan bersungut-sungut.
"Siapa?" Aku mulai tertarik dengan pembicaraan ini.
"Kamu lah. Siapa lagi? Tahu nggak? Pas di pesta kemarin, aku bertengkar hebat sama Kak Alvin. Dari yang cuman adu mulut sampai adu tinju. Salah dia sendiri, protektif banget sama kamu. Bukan siapa-siapanya juga, kan? Harusnya aku bebas dong deketin kamu. Nggak harus saingan sama dia yang udah jadi suami orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indira(in)
Romance. . . Hampir sepuluh menit aku hanya memandang kaget pada sesuatu yang bergerak di lantai persis di antara kakiku yang gemetar. Aku pun belum berdiri dari posisi duduk bersandar pada pintu kamar mandi. Sesuatu yang merintih meminta pelukan itu kelua...