71. Luka

213 9 7
                                    

.
.
.

Aku baru sadar setelah hampir sepekan mendapat perawatan di rumah sakit. Tidak tahu bagaimana kelanjutan dari hari itu. Dira yang menungguiku, tidak banyak membantuku memberi tahu. Aku tidak menyalahkannya. Mungkin, Daddy juga tidak menceritakan dengan lengkap apa yang terjadi pada kami. Dira bisa sangat sedih jika tahu semuanya.

Terpaksa aku menunggu Daddy datang dan menjelaskannya padaku. Siang itu, saat aku terbaring miring, karena dua luka tembak di punggungku membuatku tidak bisa tidur telentang, Dira memberi tahu kedatangan Daddy. Tidak datang sendiri. Daddy datang bersama Mom dan anak-anak.

"Hai, Sayang! Gimana kabarnya?" Mom mengecup pelipisku dengan hangat.

"Mom, aku baik!" Kuulas senyum menenangkan agar Mom tidak khawatir.

"Daddy, apa luka Daddy sudah sembuh?" tanya Alan yang sangat kurindukan.

"Dad, Kakak Rain sudah pulang. Daddy kapan pulang? Kata Mommy, kita akan ke kebun binatang kalau Daddy sudah sembuh," kata Lisa yang langsung minta duduk di tepi ranjang.

"Dad, jangan sakit lagi!" Lian yang biasanya diam, menatapku khawatir. Wajah mungilnya sangat menggemaskan.

"Daddy merindukan kalian. Luka Daddy sebentar lagi sembuh. Nanti kita bisa ke kebun binatang kalau Daddy sudah pulang!" Aku mengelusi kepala mereka satu persatu. Rasanya sudah sangat lama sekali kami tidak bertemu.

"Lisa juga kangen sama Daddy!"

"Alan juga! Kangen banget sama Dad!"

"Lian juga!"

Selanjutnya, tiga anak kembar itu menceritakan banyak hal padaku. Membuat ruang rawatku yang semula senyap, menjadi ramai seketika. Daddy sedari tadi berdiri bersedekap dada di dekat pintu yang sudah tertutup. Menatapku dalam, tanpa bicara. Mom dan Dira duduk di sofa entah sedang membicarakan apa.

"Permisi, mohon izin kami periksa dulu ya, pasiennya! Boleh minta tolong keluar dulu?" Dokter jaga masuk bersama 2 orang perawat. Menginterupsi kebersamaan kami.

"Oh silahkan, Dok! Anak-anak kita keluar dulu, ya! Daddynya mau diperiksa Dokter. Nanti kita ke sini lagi." Mom segera membantu menurunkan anak-anak yang duduk di ranjangku. Mereka terlihat keberatan diajak keluar, sehingga Dira dan Daddy ikut membujuk.

"Dokter, obati Daddy Lisa dengan baik, ya! Biar Daddy cepet pulang!" kata Lisa dengan suara menggemaskannya.

"Iya, Dok! Alan pengen ke kebun binatang kalau Daddy sudah pulang dari rumah sakit."

"Tentu saja! Dokter akan melakukan yang terbaik. Kalian do'akan Daddynya ya, biar cepat sembuh dan segera pulang! Do'a anak baik, pasti didengar oleh Allah," dokter paruh baya itu berkata dengan ramah.

"Baik, Dok!"

Anak-anak keluar dengan patuh. Mengikuti Mom dan Dira. Sedang Daddy hanya menepi, memberi ruang untuk dokter agar lebih leluasa memeriksaku.

"Bagaimana lukanya?" tanya Daddy bahkan sebelum dokter itu selesai memeriksaku.

"Bagu, Pak. Penyembuhannya cepat. Mengering dengan baik. Untuk yang luka lebam tinggal bekasnya saja. Nanti akan hilang seiring berjalannya waktu."

"Kapan bisa pulang?"

"Saya belum bisa memastikan kapannya. Namun, kurang dari sepekan sudah bisa pulang."

Daddy mengangguk. Membiarkan dokter menyelesaikan tugasnya. Setelah dokter dan perawat keluar, Daddy merapatkan pintu, lalu berjalan mendekat padaku. Berdiri tepat di samping ranjang.

"Ada yang ingin kamu tanyakan?" Daddy membuka pembicaraan.

"Ada banyak sekali. Tapi yang paling ingin aku tahu, bagaimana kondisi Rain dan Sam?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Indira(in)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang