2. My Bestie's Brother

988 66 3
                                    

Namaku Nayanika Lituhayu. Baru saja menyandang gelar sarjanaku. Dan, kini aku mulai bekerja secara fulltime di salah satu lembaga pendidikan, tempat magangku dulu. Sudah sah menjadi guru di sini. Rasanya senang sekali, mengingat, memang inilah cita-citaku sejak dulu.

“Nay!”

Aku menoleh. Rengekan itu terdengar sangat familier. Dia adalah Cindy, sahabatku sejak SMP yang selalu bertingkah seperti putri kecilku, bukan selayaknya sahabat.

“Hm? Kenapa?”

“Aku kabur dari rumah.”

“Lagi?”

Dia mengangguk dan merebahkan tubuhnya ke atas kasurku tanpa permisi. Seperti itulah dia. Si anak bungsu yang selalu dimanjakan orang tuanya.

“Itu loh, si resek pulang. Dia marah-marah karena tahu aku kemarin jalan sama Kak Reno. Nyebelin kan?”

Aku masih berusaha untuk konsentrasi dengan lesson plan-ku. Namun, buyar sudah saat ponselku berdering. Selalu, aku harus mendamaikan mereka. Selama sekian tahun, aku menjadi guru bimbingan konseling mereka.

“Assalamualaikum, gimana Mas?”

Wa alaikumsalam, Cimit di situ, Nay?”

“Iya.”

Bilang suruh pulang. Gegara dia aku dihukum bunda buat belanja bulanan.”

Aku menoleh ke arah kasur dan si anak tengil itu sudah dalam posisi nyamannya, tertidur pulas. Secepat itu memang ia tertidur.

“Udah bobok dianya Mas.”

Ya Allah, nggak berguna banget sih punaya adek satu aja. Hmm… Nay, kalau gitu kamu sibuk nggak? Aku nggak paham kalau disuruh belanja beginian. Saos tiram, kecap asin, kecap manis, bawang Bombay, banyak banget ini.”

Pada akhirnya aku menyerah. Awalnya, kami berdua memang serba canggung. Namun, lama kelamaan aku sudah terbiasa dengan sosok laki-laki yang usianya lima tahun lebih tua dariku dan Cindy.

“Kirimin aja daftarnya, biar aku yang pergi. Kayak biasanya.”

Aku di luar rumahmu. Katanya papa mamamu nggak di rumah ya? Aku takut mau masuk, dikira yang iya-iya nanti sama orang.”

Aku mengintip ke arah jendela. Benar saja, sosoknya ada di sana, duduk di atas motor matic milik adiknya. Kalau sampai Cindy tahu sang kakak meminjam motornya tanpa permisi, pasti Cindy akan marah dan menuntut uang sewa. Entah, kenapa dua orang itu selalu seperti Tom and Jerry dalam dunia nyata.

Aku segera berganti baju, sebuah tunik ku padankan dengan kulot senada jilbabku. Tak lupa kuambil dompet serta ponsel kesayanganku.

Biarlah si anak manja itu kukunci di dalam rumah sementara. Toh, ia tidur, dan jika sudah begitu, ia tidak akan bangun dalam waktu dekat.

“Sini mana daftarnya, biar aku yang belanja.”

Mas Cakra menggeleng. “Ayo barengan. Aku mau sambil belajar, biar nggak ngerepotin kamu terus.”

Aku tersenyum tipis. “Mumpung masih bisa direpotin. Kalau aku udah dibawa suamiku pergi dari sini, kalian berdua nggak akan bisa ngerecokin aku lagi.”

Mas Cakra urung memberikan helmnya. “Nay, kamu lagi nge-joke, kan?”

Aku terkikik. “Siapa juga yang bercanda. Aku udah selesai sekolah, udah kerja, jadi ya nggak ada alesan lagi buat aku nolak tawaran orangtuaku buat dikenalin ke calon mantu idaman mereka, kan?”

Green but Redflag (short love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang