Jemari dengan darah mengering itu gemetaran. Abrar menangis dalam diam. Ia sangat takut jika Syeina tak lagi terbangun. Ia belum sempat minta maaf dan mengatakan pada Syeina jika dirinya bukan marah, tetapi cemburu.
Bibirnya tak henti merapalkan ayat suci yang ia hafalkan selama ini. Berharap ada ketenangan di dalamnya.
"Nak Abrar."
Ayah Syeina mengelus bahu Abrar.
"Om."
Ia melihat ibu Syeina dirangkul dua kakak Syeina.
"Kata mami, kamu belum makan apapun. Makan dulu ya?"
Abrar menggeleng. Ia bertekad menunggu sampai lampu di ruang operasi itu berubah warna.
"Sebentar lagi maghrib. Kamu nggak bersih-bersih dulu?"
Abrar tersadar, sudah hampir 3 jam ia di sana.
"Doain Syeina ya."
Ucapan itu membuat Abrar tak kuasa menahan tangisnya. Ia berlutut di kaki ayah Syeina.
"Brar kamu kenapa?"
Kakak pertama Syeina terkejut. Ibu Syeina pun ikut mendekat. "Mas Abrar kenapa?"
Abrar menangis sesegukan.
"Om maaf. Maaf. Saya lancang mengagumi Syeina. Saya lancang mengagumi putri Om. Mungkin ini salah satu hal negatif yang menjadi penyebab Syeina terkena musibah. Maaf, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi putri Om dan Tante."
Abrar meminta maaf sambil berlutut di kaki ayah Syeina.
"Saya sudah berusaha untuk mematikan rasa kagum ini. Saya sudah berusaha untuk menepisnya tapi saya terlalu dhoif. Saya lemah. Saya minta maaf, Om."
Orang tua Syeina dan kedua kakaknya saling pandang. Kakak pertama Syeina menarik kerah seragam Abrar. Mau tidak mau Abrar berdiri menyejajarkan tubuhnya.
"Berdiri lu!"
"Bang, santai Bang!" Juna dan Baim yang masih di sana menemani menjadi saksi dan berusaha melerai.
"Diem kalian."
Bentakan kakak Syeina membuat Juna dan Baim mundur. Mereka tak mau ribut di rumah sakit.
"Lu suka sama adik gue?"
Abrar mengangguk jujur.
"Iya Bang."
"Kak, udah. Jangan gitu. Abrar nggak salah."
Ibunya membela.
"Mi, dia udah seenaknnya suka sama Syeina. Harusnya dia tanggungjawab juga dong."
"Sa-saya harus bagaimana, Bang?"
"Selesaikan kuliahmu, lulus jadi dokter yang bener. Lanjut spesialis, baru nikahin Syeina. Ya kan Pi?"
Pria yang diajak bicara mengembus napas sebelum mengangguk.
"Abrar. Laki-laki itu biasanya hanya jatuh hati 1 kali. Om beri kamu kesempatan untuk membuktikan kesungguhanmu dalam mengagumi putri Om. Selesaikan kuliahmu, setelah itu kembalilah untuk meminang Syeina."
Juna dan Baim saling pandang.
"Ini keluarga nggak bener semua apa ya? Anak SMA udah ditantangin kawin. Beuuuuh. Cerita macam apa ini." Baim membisikkan kalimat itu di telinga Juna.
Juna hanya bisa diam. Ia tak terkejut dengan sistem seperti itu mengingat Juna sudah kenal baik dengan keluarga Abrar yang lebih parah sistem satset dasdesnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomanceKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...