Sincerity in love involves being genuine, honest, and transparent in our feelings and actions. It means expressing our emotions authentically and having a deep sense of honesty and openness in our relationship, isn't it?
Tapi... kenapa ketulusan hati kadang tidak berarti apapun?
Ini bukan lirik lagu. Ini bukan bait puisi. Ini kisahku.
Aku Shanaya Queenzie Lazuardi, biasa dipanggil Shana. Sudah empat tahun ini aku berbagi kasih dengan sosok yang sangat aku cintai, namanya Stevano Edgar Hamid.
Biasa dipanggil Evan. Teman kecil yang dipertemukan dari ajang model cilik. Setelah sekian lama kami kenal, dengan segala seluk beluknya, akhirnya kami keluar dari lingkaran friendzone.
"Darl?"
Ia hanya bergumam saja.
"Makan yuk? Aku udah masak loh."
"Western lagi?"
"Mm... iya. Aku baru bisa masak itu. Tapi aku bakal belajar biar bisa masak-masakan lokal."
Evan menutup file boxnya dengan cukup keras.
"Aku kan udah bilang. Aku nggak mau makan masakan western. Aku maunya makan rendang."
"Aku masak daging yang mirip-mirip rendang kok. Cobain dulu."
"Dahlah aku capek. Aku mau pulang. Kamu kenapa sih nggak pulang-pulang? Bukannya udah dari dua jam tadi aku nyuruh kamu pulang?"
"Aku mau ngomong dulu sama kamu, Van. Soal rencana besar kita."
Evan mengambil jasnya. Ia kini duduk sebagai seorang senior staff di perusahaan yang cukup bonafit meski belum sebesar Zahid Group.
"Apa lagi hm?"
"Van, aku udah mutusin buat terapi. Aku yakin aku bisa hamil Van. Dan, aku bakal fokus buat program ini. Aku udah resign dari agensi. Aku mau fokus jadi istri yang baik buat kamu."
"Shan, kamu kenapa nggak bilang dulu? Kamu ninggalin dunia modelling? Mau makan apa kamu? Kamu kan nggak bisa kerja yang lain selain itu. Kuliah juga enggak. Dulu sekolah sering bolos. Kamu nggak bisa apa-apa selain itu. Ngapain kamu out dari agensi?"
"Van, aku bakal nerima berapapun nafkah yang kamu kasih kok."
"Ha? Gitu? Terus kamu mau jadi benalu di hidupku? Shan, udah. Aku capek. Aku capek. Aku bukan anak alay lagi yang butuh pasangan cantik aja. Yang cuma bisa jadi tentengan di kondangan. Aku butuh wanita yang serba bisa, yang bisa kasih aku keturunan, yang kayak Bundaku. Tetap menghasilkan walau ngurus aku dan kakak-kakakku di rumah. Yang bisa dibanggain dan yang jelas yang bisa mendidik anak-anakku. Bukan yang punya track record tukang buka baju di sana sini."
Aku mencoba untuk memahami kalimat itu. Aku mencoba mencerna satu demi satu kalimat yang terlontar dari mulut laki-laki yang sangat aku cintai itu.
"Dan satu hal lagi... aku sudah menemukan wanita itu. Wanita yang sangat tepat menjadi istriku. Yang dekat sama bunda dan ayahku, juga keluargaku, bukan malah bikin aku jauh dari keluargaku kayak kamu. Aku mau mulai saat ini kamu pergi dari hidupku."
"Van... kamu lagi ngeprank aku kan?"
"Evan... kamu... kenapa...."
"Pergi Shan. Kita putus."
Aku berusaha mencari kebohongan di matanya tetapi ia begitu cepat pergi meninggalkanku di sana. Aku padahal sudah merekam semuanya, berharap sajian yang aku berikan pada Evan akan membuatnya senang. Aku sudah memasang kamera, memamerkan hal itu pada para pengikutku tetapi yang tersaji malah berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomanceKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...