Jam makan siang tiba. Nika baru selesai menunaikan ibadah dzuhur saat ia kembali ke ruangan dan mendapati ada seorang laki-laki duduk di kursinya.
"Dastan?"
Senyum terkembang di bibir lelaki itu. Reflek Nika membenahi letak jilbabnya. Ia takut penampilannya berantakan di depan calon suaminya.
"Udah makan?"
Nika menggeleng. "Belum. Baru selesai salat."
"Boleh nggak sih kepsek colut bentar? Ada yang mau aku bicarakan."
Nika mengangguk dengan polosnya. Ia meminta ijin sebentar untuk mengkoordinasikan sesuatu dengan rekan sejawatnya di ruang sebelah. Setelah selesai, ia kembali ke ruangan, menjumpai Dastan.
"Mau makan di mana?"
"Mmm... mana aja. Terserah."
Nika tak pernah memberikan rujukkan tempat ketika Dastan menawarinya pergi untuk berkencan.
"Ya udah. Yuk."
Pria berkemeja putih kebiruan itu berjalan mendahului Nika. Jujur, Nika sudah mulai menyukai laki-laki pilihan ayahnya tersebut.
Dastan membukakan pintu mobil untuk Nika. Hal yang membuat sang dara seolah ingin berjingkrak kegirangan karena act of service sang pria.
Selama perjalanan, keduanya sesekali berbicara meski tak banyak.
"Nanti... kamu mau tinggal di mana setelah kita nikah?"
"Aku ikut kamu aja."
"Kalau aku bawa tinggal di kontrakan kecil yang nggak semewah rumah orangtuamu, gimana?"
"Ya nggak apa-apa. Asal kita sama-sama... aku nggak mempermasalahkan besar kecilnya tempat tinggal kita."
Dastan tersenyum. "Aku pikir kamu bakal nuntut rumah kayak di Blossom Hill."
"Blossom Hill? Perumahan elit itu?"
Anggukan Dastan terlihat mantap. Sementara Nika hanya merespon dengan kekehan pelan saja. Jujur, ia tak masalah tinggal di manapun karena sudah terbiasa hidup sederhana sejak kecil.
"Kita makan di Bluery ya?"
Nika mengangguk. Sebuah kafe di tengah kota yang cukup terkenal akhir-akhir ini. Nika pernah dengar jika kafe ini milik keluarga Bima. Mantan idola saat SMA dulu.
Keduanya keluar dari mobil bersamaan. Dastan sepertinya sudah sangat kenal dengan tempat itu hingga beberapa pelayan menyapanya sembari menyebut nama.
Nika mengekor. Dastan menarik salah satu kursi, mempersilakan Nika untuk duduk. Semua sangat manis tanpa cela.
Di lantai dua Bluery, pemandangan cukup manis disajikan. Dinding kaca dengan ruangan full AC membuat mereka tetap sejuk meski netra mereka dimanja oleh pemandangan luar.
"Kamu sering ke sini?"
"Nggak juga. Mmm... aku ke toilet dulu ya."
Dastan meminta ijin pada Nika. Tentu gadis itu mengangguk.
Dari sisi lain ruangan, ada beberapa orang tengah berbincang dan sepertinya juga menikmati makan siangnya.
Nika mendapati salah satu sosok yang ia kenal. Laki-laki yang tadi pagi sarapan dengannya. Namun, saat netra keduanya bertatap, Bazla malah membuang pandang. Seolah mereka tak kenal sama sekali.
Tak ada reaksi apapun. Nika mencoba memastikan apakah Bazla akan menatap ke arahnya lagi, tetapi nihil. Tidak ada tengok mata itu ke arahnya.
Di depan Bazla ada Nazril, Juna, dan Baim yang tengah asik bercerita. Nika pun memilih untuk mengamati sisi lain sudut kota dari lantai dua kafe yang ia datangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green but Redflag (short love story)
RomantikKisah-kisah cinta yang dikemas dalam sajian pendek... Boleh sih minta diperpanjang, by request... Happy reading...