Iftar After Takjil War 8

160 16 3
                                    

Hari berganti begitu cepatnya, hingga penghujung Ramadhan pun telah tiba. Hari ini, malam ke 27, itu artinya tinggal 3 hari ramadhan tersisa.

Queen, mengisi hari-harinya dengan ibadah semaksimal mungkin karena sepuluh hari keduanya ia lalui dengan hal yang cukup menyiksa  batin. Rasa bersalah dan segala pikirannya yang mengeruh akibat kejadian kecelakaan itu, merusak batinnya.

Kini, ia menyibukkan diri dengan berbagi takjil di pasar Ramadhan. Ia, membeli dagagan para santri dan ia bagikan di area dekat pasar ramadhan.

Awalnya, hal itu memancing komentar sekitar, karena ketika yang lain berjualan, Queen justru membagikan gratis. Namun, ada target khusus yang Queen sasar. Mereka-mereka yang merupakan pengasong, pengamen, dan anak kecil. Tidak semua pengunjung ia bagi.

Beberapa santri yang berjualan di sana pun senang karena Queen menyewakan lapak untuk mereka bisa berjualan secara gratis.

"Ning, tolong bantuannya ya, minta dihitungkan ini belanjaan kakaknya. Saya ambil stok di parkiran dulu, Gus Qin sudah sampai sama Mbak Qia."

"Iya, sana ambil dulu."

Queen melayani satu demi satu pelanggan, menghitung berapa jumlah yang harus dibayar.

"Ini totalnya tiga puluh lima ribu, Kak."

Saking banyaknya pelanggan, Queen hanya sekedar menghitung dan menerima uang tanpa mengajak berkomunikasi lebih pada pelanggannya.

Sampai ia sadar sesuatu. "Kak, ini kembaliannya."

Orang itu malah melenggang pergi.

"Loh, loh. Mas! Tunggu!"

Beruntung Nina dan Kilau datang. "Nin, Kil, aku ngejar orang itu dulu ya. Kembaliannya belum diambil."

"Oh, iya Ning. Apa saya aja, Ning?"

"Kamu kan nggak tahu yang mana," ucap Queen sembari berlari menerobos kerumunan.

Ia mencari orang tadi. Hampir saja ia kehilangan jejak.

"Mas! Masnya tunggu!"

Orang itu berjalan ke arah masjid. Queen terus berlari dan akhirnya ia benar-benar kehilangan sosok berbaju kotak-kotak tadi.

"Astagfirullahal adzim," desahnya. Uang kembalian sebesar lima belas ribu masih ia genggam.

"Ya Allah, ini gimana?" Queen bergumam.

Di saat ia mencoba menetralisir nafasnya, Queen tanpa sengaja melihat ke arah lain, di mana segerombolan laki-laki dan wanita tertawa sembari memamerkan apa yang ada di dalam kresek bening mereka.

"Lupis, es pisang ijo, onde-onde, molen ketan, komplit deh punya gue."

"Gue juga punya nih, risol mayo Bang Kotan, cucur enyoy, telur gulung semlohay, beuh ini lagi viral semua."

Tawa kembali terdengar. Queen mengamati gerombolan itu dengan seksama. "Seru juga ya Takjil War. Sayang banget puasanya udah mau abis."

"Ha? Abis? Serius?"

"Iya, kan besok Minggu udah lebaran."

Kekecewaan terlihat di wajah mereka. Queen yakin, beberapa di antara orang-orang itu adalah saudara-saudara non muslim, yang juga tengah menikmati serunya berburu takjil.

Kamu beliin semua list di sini ya, hari ini, kamu mulai jadi senjataku buat takjil war.

Kalimat itu masih terngiang hingga saat ini. Queen mendadak teringat pada seseorang. Dadanya terasa sesak. Ia berusaha untuk menahan apa yang ingin mengalir dari matanya agar tak tertumpah.

Green but Redflag (short love story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang